iskrimAvatar border
TS
iskrim
Membuat Film Komedi Tak Semudah Kita Melepas Tawa Kala Itu


Membuat Film Komedi Tak Semudah Kita Melepas Tawa Kala Itu
(Jangan Nyinyir Kalo Hasilnya Nihil)





[ HT# 291 ]
emoticon-I Love Kaskus

Kalau bicara film komedi khususnya di tanah air sudah banyak film-film yang beredar di bioskop, genre ini tumbuh pelan namun pasti sejak pertamakali film yang berjudul Tamu Agung (1955) produksi Perfini kala itu mendapat penghargaan khusus sebagai film sukses bertemakan komedi terbaik di Festival Film Asia.

Kilas balik, kalau bicara pemain-pemain senior di era 50-an seperti Bing Slamet dan lainnya kita akan disajikan tontonan bagaimana mereka menghasilkan karya masterpiece yang NATURAL, kenapa saya bilang demikian? Menurut saya karena apa yang mereka perankan di dalam filmnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-harinya. Semua akan mengalir, lepas dan jargon serta ucapan-ucapannya pun terlihat spontan dan apa adanya, tapi itulah ciri khas komedian Indonesia yang sesungguhnya, meski mungkin kalau dinilai kids zaman now terlihat kampungan, tapi itulah realita yang sesungguhnya cara menghibur, melawak tanpa beban, ciri khasnya Indonesia.



Ini Film Komedi,
Bukan Stand Up Comedy,
Apalagi Demi Gengsi dan Moneii!




Film-film komedi dahulu meski sederhana penggarapannya, begitu sederhana jalan ceritanya, begitu sederhana make up dan aktingnya, begitu sederhana (gak neko-neko) lokasi syutingnya, tapi entah kenapa begitu mengena dalam fikiran kita. Bagio cs (Darto Helm, Diran S), Kwartet Jaya (Bing Slamet, Ateng, Eddy Sud dan Iskak), Warkop DKI (Dono, Kasino, Indro), Jayakarta Grup (Jojon, Chayono, Esther),  Srimulat Group dan masih banyak lainnya mereka begitu ringan dan sederhana ketika menghibur penontonnya, tapi anehnya hingga kini tetap enak untuk dinikmati, tentu saja TETAP LUCU dan MENGHIBUR! Dan memang itulah tujuan film komedi dibuat.

Namun arus teknologi canggih saat ini sayangnya tidak dibarengi dengan kualitas produksi film-film Indonesia (meski tidak semuanya). Yang kurang sukses inilah yang menurut saya sangat disayangkan, apalagi film diproduksi membawa sebuah nama besar seperti misalkan alm. Benyamin S, seorang tokoh idola betawi yang memiliki banyak talenta ini sangatlah kesohor dan 'bejibun' karya-karya film dan lagu-lagunya. Kita sangat tahu bagaimana kekonyolannya, melucunya, ekspresi wajahnya, semua terlihat natural dan 'Benyamin Banget', namun disayangkan hasilnya sepertinya kurang greget, dan sedikit mengecewakan.

Kenapa ini bisa terjadi, bukankah dengan bantuan teknologi sekarang ini seharusnya film bisa dibuat lebih baik dan lebih berkualitas? Tapi dibalik canggihnya teknologi tetap aktorlah kunci utama setelah naskah. Memiliki seorang aktor yang piawai dalam berbagai peran sangatlah bagus, tapi yang menurut ane sering dilupakan adalah penjiwaan dan latar belakang pemainnya apakah sama se-daerah? Kenapa harus sedaerah, menurut saya adalah supaya didapat 'feel'nya maka latar belakang sangat membantu bagaimana menjiwai karaker ini lebih totalitas, seperti contoh orang Jawa belum tentu fasih dengan logat dan cengkok saat membawakan dialog orang Batak, itu baru persoalan dialog, belum soal karakter dan ciri khas lainnya, dan pertanyaan kedua kenapa tidak dicoba diambil dari pemain atau bahkan kalau perlu dilakukan audisi terlebih dahulu dari lapisan masyarakat, setelah terpilih maka itulah yang terbaik untuk memerankan satu tokoh tersebut. Jadi bukan sekedar aji mumpung. Semua orang bisa memeranan tokoh (karena kita memang sehari-hari hidup dalam kehidupan sandiwara) tapi penjiwaan dan karakter budaya itulah yang memberikan sentuhan orisinilnya keluar.



Akan semakin tidak mudah apabila seorang aktor muda harus memerankan tokoh yang sangat dikenal lama dan dekat dengan masyarakat. Aktor terbaik adalah dia harus bisa membangkitkan selera penontonnya, idolanya merasa nyaman dan tidak melihat perbedaan jauh dengan tokoh aslinya. Tidak mudah memang membuat orang tertawa apabila aktor tersebut seperti asing dan 'wagu' memerankan satu tokoh yang diwakilinya.

Quote:





Rating BUKAN Segalanya


Kalo sutradara dan aktor menilai bahwa tolak ukur kesuksesan sebuah film berdasarkan tingginya jumlah penonton khususnya di Indonesia saya rasa saat ini masih kurang tepat, kenapa, karena saya yakin penonton di Indonesia belumlah (baru sekelompok) se-cerdas dan se-dewasa penonton luar yang benar-benar bisa menilai sebuah karya film, film akan ditonton jika memang setidaknya mewakili kehidupan mereka, pengalaman hidup mereka, serta analisa mereka. Yang artinya penonton di luar sana lebih menghargai, tahu karya seni dan menempatkan seni dalam hidupnya di posisi yang lebih tepat.
Di Indonesia; SATU: baru sekedar ikut-ikutan/ latahan, baru nge-hype saja, biar gak dibilang kudet temen bilang bagus maka akan ikut-ikutan nonton juga. DUA; tidak tahu film apa yang sebenarnya di tonton. Jadi jangan berbangga hati dulu jika ukuran kesusksesan film Indonesia di ukur dari 2 poin barusan. Saran saya sebaiknya perbanyak lagi jam terbang, jangan terlalu bernafsu untuk membuat film berkualitas tapi prosesnya serba terburu-buru, kurangnya riset yang lebih mendalam lagi. Atau jangan-jangan kita hanya jalan ditempat saja.


Film Komedi Bagus
(Bagi ane ini film de bestnya Benyamin S)




ZORRO KEMAYORAN
(Nonton film ini harus sampai selesai, Indonesia banget, dialognya bagus, ceritanya ngalir, sarat dengan pesan positif)


Membuat film komedi yang terkesan hanya untuk 'lucu-lucuan' sebenarnya tidak semudah melucu ala standup komedi (meski stand up gak mudah juga). Dalam film banyak dilibatkan kru film yang mungkin jumlahnya bisa sebanyak Rukun tetangga (RT), perlu kejasama yang solid, satu visi, satu misi untuk mengusung satu tema yang akan diproduksi, tujuannya adalah hasil yang dicapai akan senyawa dan saling bersinergi, hasilnya akan terlihat lebih bagus dari sekedar dominan beberapa pekerja level atas saja yang ingin menonjol, tentu saja akan timpang sebelah, mungkin diibaratkan kuat diatas tapi rapuh dibawah, padahal harusnya dibawah lebih dulu diperkuat.



Aktor benar-benar harus totalitas dan harus memikirkan apakah akting yang dia lakukan benar-benar bisa membuat penontonnya tertawa lepas, ini sangat berat tantangannya, bukan karena dibilang cumi (cuma mirip) atau namanya baru 'mentereng' terus main rekrut atau terima job saja. Masih banyak yang harus difikirkan untuk membuat sebuah film komedi berkualitas, seperti lucunya di Indonesia belum tentu lucu ketika film ini diputar di luar negeri. Pe-er bagi para sineas Indonesia menurut ane adalah bagaimana meningkatkan kualitas film komedi yang harus tetap menjunjung unsur budaya, mengangkat kearifan lokal tapi juga tetap membuat orang luar sana bisa tertawa terbahak-bahak melihat banyolan dan kelucuan aktor tanpa merendahkan harkat dan martabat Indonesia. Pokoknya jangan bukan cuma CUMI tapi hasilnya garing dan mengecewakan penggemarnya.

Kesimpulannya




sumber. duniaku.net, Jakartakita

Sebagai penutup saya hanya bisa mendoakan agar perfilman Indonesia khususnya film bergenrekomedi bangkit lagi dan menghasilkan film-film yang semakin berkualitas, melahirkan generasi-generasi sineas berkualitas, menjadi tuan rumah di negeri sendiri tanpa harus melupakan unsur budaya ketimuran dan kearifan lokal, Indonesia. Terimakasih. Salam iskrim






guk


MAMPIR GAN, DI STUDIONYA ISKRIM  
Web Blog: iskrim.com  
Web WP: dulandroid.com
FB: Facebook/iskrim
Instagram: iskrimkaskus
Line: Iskrimkaskus

█║▌│█│║▌║││█║▌│║▌║█║║▌║││█║▌││█
ISKRIM .com - BERITA JADI CERITA
Copyright © 2017 - 2018 www. iskrim. com | All Rights Reserved
Member of Thread Creator - KASKUS




sumur : opini iskrim | sotoshop : iskrim | img: gugel  

Diubah oleh iskrim 19-03-2018 15:19
0
12.5K
172
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan