BeritagarID
TS
MOD
BeritagarID
Strategi perang dagang Trump bisa salah alamat

Foto ilustrasi industri baja di Shenyang, Tiongkok, 10 November 2008.
Donald Trump mulai meluncurkan amunisi dalam taktik perang dagangnya.

Kamis pekan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) itu mengumumkan tarif pajak untuk impor baja yang naik hingga 25 persen, impor alumunium menjadi 10 persen, dan juga rencana pengenaan pajak terhadap mobil-mobil buatan Eropa.

Alasan utama munculnya kebijakan itu adalah defisit AS yang mencapai sekitar US $800 miliar per tahun.

Menurut Trump, besarnya ruang defisit dalam anggaran disebabkan oleh perjanjian dan kebijakan perdagangan yang teledor, salah satunya tentu saja dengan Tiongkok.

"Perang dagang itu baik...dan mudah untuk dimenangkan," sebut Trump, dinukil dari Newsweek, Minggu (4/3/2018).

Sikap ini tentu saja berbanding terbalik dengan gelak tawa yang ditunjukkan Trump ketika mengunjungi Presiden Tiongkok Xi Jinping di Beijing, Tiongkok, November 2017.

Namun apakah strategi Trump ini sudah tepat menyasar Tiongkok? Boleh jadi Trump salah perhitungan. Sebab, perdagangan antara Tiongkok dengan AS tak lagi didominasi oleh baja dan alumunium.

Mengutip laporan US-China Business Council, Tiongkok kini lebih banyak mengimpor barang konsumsi dan jasa ketimbang dua komoditas tadi.

Catatan Departemen Perdagangan AS juga menunjukkan, impor baja AS justru lebih banyak datang dari Kanada (16 persen), disusul Brasil (13 persen), dan Korea Selatan (10 persen). Sementara, sumbangsih Tiongkok bahkan mencapai 1 persen.

Begitu juga dengan industri alumunium AS yang didominasi Kanada, disusul Rusia, dan Uni Emirat Arab. Tiongkok mungkin akan terdampak kebijakan Trump ini, namun tidak akan sebesar dengan apa yang akan dialami Kanada.

Selama bertahun-tahun, Kanada adalah penyuplai utama bahan pembuat senjata dan material lain yang digunakan untuk kebutuhan militer AS.

Meski begitu, Kanada mungkin bisa mengambil keuntungan sebagai kerabat yang berbagi benua yang sama dengan AS. Sejumlah pengamat menilai, Kanada, negara yang sudah dianggap sebagai bagian penting dari keamanan nasional AS, bisa saja mengajukan pengecualian.

Hal serupa juga bisa saja dilakukan Meksiko, dengan mengandalkan kesepakatan yang dituang dalam Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Agreement/NAFTA)--meski perjanjian ini juga tengah dalam proses penggodokan ulang.

Sejauh ini belum ada langkah balasan yang diumumkan Kanada. Pejabat Tinggi Ontario, Kathleen Wynne, hanya mengatakan bahwa saat ini negaranya masih dalam kondisi kaget. "Kanada menganggap AS adalah teman dekat kami," sebutnya.

Tak hanya itu saja, banyak pelaku industri baja dan alumunium di AS yang menganggap kebijakan ini tidak akan mengurangi pengaruh Tiongkok terhadap kelangsungan bisnis mereka.

Mereka menganggap, kebijakan ini justru membawa efek pada gejolak harga yang mungkin akan mencapai pada level yang tidak mungkin dapat disaingi pengusaha AS.

"Dari sudut pandang lain, sangat tidak masuk akal membatasi impor dari Kanada. Kanada sudah menjadi rekan bisnis AS yang terpercaya sejak lama," ucap Alf Barrios, CEO Rio Tinto Alumunium, pengusaha alumunium asal AS yang mengandalkan Kanada sebagai sumber utama bisnisnya, kepada New York Times.

Di sisi lain, Tiongkok belum memutuskan akan mengambil langkah balasan terkait kebijakan dan rencana Trump ini. Namun Juru Bicara Kongres Tiongkok, Zhang Yesui dalam BBC menegaskan, Tiongkok siap mengambil langkah serius jika AS bertindak terlampau jauh.

Langkah serupa juga tengah disusun Uni Eropa. Mengutip CNBC, Uni Eropa mengancam akan menetapkan kenaikan tarif yang setara bagi barang-barang impor AS yang masuk Eropa seperti minuman beralkohol, sepeda motor, dan industri celana denim.

Michael Froman, mantan United States Trade Representative (USTR) pada era pemerintahan Barack Obama, menilai kebijakan yang diambil Trump ini bisa membuka "kotak Pandora" yang justru akan berimbas balik pada AS.

"Dia (Trump) memang punya hak untuk mengeluh bahwa negara lain menetapkan tarif yang lebih tinggi dari AS. Namun, menerapkan tarif lintas negara dan pada saat yang sama mengkritik Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) bukanlah solusinya," sebut Froman kepada VOX.

Menurut Froman, langkah Trump ini justru membuat sekutu AS perlahan berubah menjadi musuh mereka. "AS seharusnya bisa bekerja sama dengan sekutunya untuk semakin memberi tekanan kepada Tiongkok, bukan sebaliknya," tandas Froman.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...a-salah-alamat

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Novanto dan perusahaan keponakannya dalam proyek e-KTP

- MCA diduga terkait dengan Saracen

- Duka Italia menyusul kematian kapten Fiorentina Davide Astori

anasabilanona212
nona212 dan anasabila memberi reputasi
2
1.1K
0
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan