PERHATIAN Thread yang membahas tentang Suku Cia-cia memang sudah ada yang bahas (klik di sini), tapi setelah ane baca thread itu, agan ainovo tidak membahas sejarah dan awal mula penggunaan Hangul sebagai sarana penulisan suku Cia-cia. Jadi bisa dibilang thread ane tidak repost, karena isi dan kandungannya sangat berbeda dari thread di atas.
Quote:
Quote:
Awal Mula Suku Cia-cia Menggunakan Aksara Korea
Indonesia adalah salah satu negara dengan suku, budaya, adat-istiadat dan bahasa terbanyak di dunia Dilansir dari situs Wikipedia, Indonesia memiliki 17.504 pulau yang kesemuanya telah diakui dan dibakukan oleh PBB sejak Juli 2017, baik yang telah diberi nama maupun yang belum mempunyai nama Dengan total lebih dari 17 ribu pulau, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan budaya dan bahasa yang paling beragam di dunia Masing-masing daerah mempunyai bahasanya sendiri, tak terkecuali suku Cia-cia yang terletak di Buton Selatan Yang menarik dari bahasa Cia-cia adalah pada penulisannya yang tidak menggunakan abjad biasa seperti bahasa lainnya, melainkan menggunakan aksara Korea Unik banget kan gan
Penasaran seperti apa bahasa Cia-cia itu? Dan bagaimana awal mula penggunaan aksara Korea di bahasa Cia-cia? Langsung aja yuk cekidot gan~
Quote:
Quote:
Pengertian dan Awal Mula Bahasa Cia-Cia
Bahasa Cia-Cia (Hangul: 바하사 찌아찌아) atau Bahasa Buton Selatan, ialah sejenis bahasa Austronesia yang ditutur disekitar Kota Bau-Bau di selatan Pulau Buton yang terletak di tenggara Pulau Sulawesi di Indonesia. Pada tahun 2009, bahasa ini menarik perhatian dunia ketika Kota Bau-Bau menerima tulisan Hangul Korea untuk dijadikan sistem tulisan bahasa Cia-Cia.
Awal mula Suku Cia-Cia mengenal aksara dari “Negeri Ginseng” itu terjadi sekitar awal tahun 2000-an. Ketika itu, Wali Kota Baubau yang dijabat oleh MZ. Amirul Tamin tergerak hatinya ketika mendengar pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yang menyebut beberapa bahasa daerah di Indonesia terancam punah Salah satu penyebabnya, penutur bahasa-bahasa daerah minoritas ini tidak memiliki sistem penulisan yang bisa mengabadikan pelafalan bahasa mereka sendiri. Sehingga, pengaruh bahasa mayoritas bisa menggerus pemakaian bahasa kaum minoritas itu. Amirul pun teringat kepada suku Cia-Cia, penutur bahasa Buton Selatan, sejenis bahasa tutur Austronesia, namun tak memiliki sistem aksara sendiri.
Dari fakta inilah, kemudian Pemerintah Kota Baubau berupaya mencari aksara yang cocok dengan bahasa Cia-Cia agar bisa didokumentasikan. Awalnya dipertimbangkan untuk menggunakan aksara Arab seperti halnya bahasa Wolio, bahasa mayoritas di Buton. Namun, bunyi konsonan bahasa Cia-Cia tidak semuanya bisa ditulis dengan huruf Arab.
Quote:
Nama jalannya aja pake Hangul loh gan
Pada 2005, bekerja sama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), pemerintah kota kemudian menggelar “Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara” di Baubau. Salah satu yang hadir saat itu adalah seorang guru besar asal Korea, Prof. Chun Thay Hyun. Ia tertarik dengan paparan tentang keragaman bahasa dan adat istiadat di wilayah bekas Kesultanan Buton ini. Prof. Chun Thay Hyun lalu menyempatkan waktu untuk melakukan penelitian di Cia-Cia karena wilayah ini belum memiliki alfabet sendiri, serta adanya kesamaan pelafalan dan struktur bahasa dengan Korea.
Tiga tahun kemudian, sebuah organisasi kemasyarakatan dari Korea, Hunminjeongeum Research Institute datang ke Buton atas saran Prof. Chun Thay Hyun. Institut ini telah bertahun-tahun menyebar-luaskan penggunaan abjad Korea ke kaum-kaum minoritas yang tak memiliki sistem tulisan sendiri di seluruh Asia Pemerintah Kota Baubau kemudian bekerja sama dengan Hunminjeongeum Research Institute untuk menyusun bahan ajar kurikulum muatan lokal mengenai bahasa Cia-Cia dengan huruf Korea Huruf ini mulai dipelajari dari tingkat SD hingga SMA. Sejak saat itulah nama Cia-Cia populer di Korea, Jepang, bahkan sampai ke Inggris dan Amerika.
Quote:
Gurunya aja diimpor langsung dari Korea gan
Bau-Bau maupun suku dan bahasa Cia-Cia akan di promosikan secara gencar di publik Korea sehingga wisatawan Korea tertarik dan berkunjung ke Bau-Bau. Upaya ini disambut positif oleh walikota Bau-Bau, Drs. Amirul Tamim. Dengan pertimbangan Bau-Bau akan mendapatkan keuntungan ekonomis jika mengadakan afiliasi dengan pemerintah Korea, Drs. Amirul Tamim melakukan perjanjian tertulis dengan pemerintah Korea Selanjutnya, melalui yayasan Hunminjeongeum, Dr. Lee Konam merilis di berbagai harian terkemuka Korea tentang kabar gembira ini. Langkah-langkah afiliasi ini dianggap sebagai hal yang sangat cerdas hingga layak menduduki peringkat Headline banyak media massa, cetak maupun elektronik di Korea.
Hangul di sisi lain juga seperti berkah bagi suku Cia-Cia. Seorang peneliti, Syahrir Ramadhan, yang pernah meneliti soal relasi budaya dan bahasa Korea dengan Cia-Cia, menemukan fakta bahwa suku Cia-Cia, khususnya di Karya Baru, awalnya dianggap minoritas dan terisolasi di Buton. Sejak dulu mereka dianggap sebagai suku terbelakang, tidak berpendidikan, dan tidak layak mendapatkan “panggung” di lingkungan lebih luas di Buton.
Namun, perasaan minder dan terkucilkan itu mulai pudar ketika mereka mengenal huruf Korea Anak-anak Cia-Cia sangat cepat menguasai huruf-huruf Hangul Selain itu, hanya aksara Korea yang paling cocok dipakai untuk menulis naskah Cia-Cia dibandingkan dengan aksara Arab atau Latin. Sebab, entakan ketika berbicara bahasa Cia-Cia hampir mirip dengan bahasa tutur Korea. Dan lebih mudah dipelajari.
Quote:
Demografi dan Penyebarannya
Pada tahun 2005 ada 80,000 orang penutur bahasa Cia-Cia, 95% diantaranya beragama Islam yang juga berbicara dalam bahasa Wolio. Bahasa Wolio semakin dilupakan sebagai bahasa penulisan kaum Cia-Cia, karena bahasa Indonesia kini diajar dengan abjad Latin di sekolah.
Quote:
Salah satu SD di kota Bau Bau
Nama bahasa ini berasal dari perkataan cia yang berarti ‘tidak’. Cia-Cia juga disebut bahasa Buton, Butung, atau Boetoneezen (dari bahasa Belanda) bersama dengan bahasa Wolio, dan bahasa Buton (atau Butung) Selatan. Bahasa Cia-Cia ditutur di Sulawesi Tenggara, Pulau Buton Selatan, Pulau Binongko, dan Pulau Batu Atas. Menurut kisah lama, penutur bahasa Cia-Cia di Binongko berketurunan bala tentara Buton yang dipimpin oleh Sultan Buton.
Quote:
Quote:
Galeri Suku Cia-Cia
Spoiler for Suku Cia-Cia:
Salah satu pemukiman suku Cia-Cia di Pulau Batuatas
Spoiler for Suku Cia-Cia:
Aktifitas nelayan suku Cia-Cia di sekitar pesisir Pulau Batualas
Spoiler for Suku Cia-Cia:
Kondisi pemukiman masyarakat suku Cia-Cia di desa Wacuala
Spoiler for Suku Cia-Cia:
Aktifitas warga suku Cia-Cia membuat makanan tradisional dari singkong
Spoiler for Suku Cia-Cia:
Kondisi anak-anak di suku Cia-Cia saat bermain
Spoiler for Suku Cia-Cia:
Sekolah suku Cia-Cia yang terletak di pulau Batualas
Sekian thread ane ini tentang Bahasa Cia-Cia.Semoga bisa menambah wawasan agan dan sista yang membaca thread ane ini. Semoga aja bahasa Cia-Cia dan juga bahasa lainnya di Indonesia tidak akan tergerus oleh jaman dan bisa tetap lestari selamanya Terakhir buat agan dan sista yang kepengen ke Korea tapi gak punya uang yang cukup bisa dateng dulu ke Cia-Cia nih, lumayan kan bisa ngerasain "suasana" Korea tanpa harus jauh-jauh terbang pake pesawat Okelah sampe ketemu lagi di thread ane selanjutnya ya gan, daah~