Stasiun Ambarawa Yang Semakin Cantik



Museum Ambarawa menjadi salah satu destinasi wisata bagi masyarakat Indonesia maupun wisatawan mancanegara, hal ini terbukti dari angka pengunjung yang semakin meningkat di setiap tahunnya. Pada tahun 2015 jumlah pengunjung museum ini sebanyak 199.608 pengunjung sedangkan di tahun 2016 meningkat menjadi 266.022 pegunjung, jumlah tersebut kembali meningkat pada tahun 2017 hingga mencapai 284.901 pengunjung.

Peningkatan pengunjung setiap tahunnya di latarbelakangi oleh keunikan wisata yang ditawarkan yakni tur wisata kereta api tua, mulai dari uap hingga diesel. Di museum yang juga merupakan stasiun kuno ini, terdapat dua pilihan perjalanan yakni reguler dan sewa dengan dua alternatif yakni kereta dan tujuan. Para wisatawan dapat memilih ingin menggunakan kereta uap yang berusia ratusan tahun atau kereta diesel kuno. Rute perjalanan yang ditawarkan juga ada dua yaitu rute Ambarawa-Tuntang dan rute Ambarawa-Bedono dimana untuk rute Ambarawa-Bedono hanya bisa menggunakan kereta uap karena menggunakan roda gerigi supaya dapat menaklukkan lintasan yang menanjak ke bukit.

Selain itu, museum milik PT. Kereta Api Indonesia (Persero) ini termasuk dalam jenis museum khusus yang menyajikan berbagai koleksi tentang satu jenis cabang ilmu atau cabang teknologi yaitu perkeretaapian. Selain wisata yang unik, museum ini juga memiliki sejarah yang menarik untuk di kupas secara tuntas. Sebelum diputuskan menjadi sebuah museum oleh Gubernur Jawa Tengah pada tanggal 8 April 1976, museum tersebut adalah stasiun Ambarawa yang dibangun pada tanggal 21 Mei 1873 atas keinginan Raja Williem I. Pada zaman Hindia Belanda, kota Ambarawa merupakan daerah militer dan Raja Williem I berkeinginan mendirikan bangunan stasiun kereta api untuk memudahkan mengangkut pasukannya menuju Semarang sehingga dibangunlah Stasiun Ambarawa.

Pada awalnya stasiun seluas 127.500 m2 tersebut diberi nama Stasiun Williem I, sesuai dengan nama Raja Belanda pada masa itu. Ambarawa merupakan salah satu kota yang termasuk dalam fase pertama pembangunan jalur perkeretaapian oleh Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) dengan lebar rel sebesar 1.435 mm. Stasiun Ambarawa yang ada saat ini telah direnovasi pada tahun 1907 dengan mengganti bangunan berbahan kayu menjadi beton seperti saat ini.

Pada tahun 1976, Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) menghentikan pengoperasian stasiun tersebut serta jalur disekitarnya yakni jalur Ambarawa-Secang-Magelang dan jalur Ambarawa-Parakan-Temanggung. Sebelumnya jalur Ambarawa-Kedungjati-Semarang telah ditutup lebih dulu. Penutupan jalur inilah yang kemudian membuat Stasiun Ambarawa diputuskan menjadi Museum Ambarawa dengan mengumpulkan 21 buah lokomotif yang pernah andil dalam pertempuran khusunya lokomotif yang digunakan untuk mengangkut Tentara Indonesia.

Pada tahun 2012, PT. KAI (Persero) melakukan revitalisasi berupa renovasi bangunan dan penataan koleksi di Museum Ambarawa beserta stasiun Tuntang, Stasiun Jambu dan Stasiun Bendono yang akhirnya berganti nama menjadi Indonesia Railway Museum. Perubahan nama ini sebagai wujud semangat pembaharuan museum KAI dengan penyempurnaan fasilitas, penataan koleksi yang lebih menarik, konservasi dan perbaikan bangunan maupun koleksi lokomotif. Setelah penataan museum tahap I selesai, museum tersebut kembali dibuka pada bulan Oktober 2014.

Selain memiliki keindahan arsitektur bangunan stasiun, museum ini juga dilengkapi oleh koleksi lokomotif uap dan diesel serta koleksi benda yang terkait dengan operasional kereta api sehingga tidak heran jika museum ini dapat menarik perhatian para wisatawan sehingga terus mengalami peningkatan pengunjung sejak museum dibuka kembali hingga saat ini.

Itulah sedikit penjabaran sejarah terbentuknya museum Ambarawa dan sejarah tersebut diperoleh dari sumber yang sangat terpercaya. Semoga sedikit penjabaran tersebut bermanfaat dan cukup memberikan edukasi sehingga apabila suatu saat ada pihak yang ingin membelokkan sejarah terbentuknya Museum Ambarawa, masyarakat sudah mengetahui sejarah dan fakta yang sebenarnya.

Railfans Indonesia
Cirebon, 12 Februari 2017