Kak.EdyAvatar border
TS
Kak.Edy
[SFTHchallenge] Manusia Bodoh


Quote:




Manusia Bodoh
emoticon-cystg: emoticon-cystg: emoticon-cystg:



"Listya.. Makan siang bareng yuks?" Bagas, supervisor di Kantorku kembali mengajakku untuk makan siang. Entah sudah berapa kali dia berusaha untuk bisa mendekatiku, namun aku selalu menghindarinya. "Maaf Pak, saya nggak bisa" jawabku lirih. "Sudah berapa kali saya bilang, panggil saya Mas. Kenapa nggak bisa makan siang bareng? Kan Dewi sahabatmu lagi keluar kantor, emang mau makan siang bareng siapa?" Tanya Bagas penasaran. "Maaf Pak, eh Mas. Hari ini saya puasa" jawabku singkat. "Okay".

Masih sempat kulihat raut kekecewaan di wajah Bagas saat meninggalkan ruangan kerjaku. Sudah 3 bulan ini Bagas sangat intens mendekatiku. Memang secara fisik Bagas cukup lumayan, dan dia juga seorang supervisor di kantorku. Tentu bukan hal yang sulit baginya untuk mendekati siapa pun cewek yang dia mau. Tapi kenapa dia terus mengejarku? Di kantor ini banyak yang lebih cantik dan sexy dari pada aku. Penampilanku biasa biasa aja, bahkan cenderung kecil jika dibandingkan teman-temanku yang lain.

Dan Bagas pun tahu, aku sudah lama punya pacar. Meskipun pacarku jarang menjemputku karena kesibukannya, namun dia sudah pernah ketemu dan kenalan dengan pacarku. Hubungan kami pun sudah sangat serius. Pacarku sudah berniat untuk segera melamarku namun aku masih menolaknya. Bukan karena aku nggak mau, namun karena aku merasa belum siap untuk menikah di usiaku yang sekarang ini.

"Listya, pulang bareng Mas ya" Bagas menghampiriku saat aku sedang berkemas untuk pulang sore ini. Setelah penolakanku tadi siang untuk makan bareng, rupanya dia masih kekeuh untuk bisa mendekatiku. "Maaf Mas, aku sudah pesan Go-Jek. Drivernya sudah sms kalau dia sudah tunggu di depan. Saya duluan ya Mas"



Karena nggak enak terus menerus menghindari Bagas, akhirnya aku memberinya 1 kesempatan untuk ngobrol berdua. Siang itu aku menyempatkan diri makan siang dengannya di Kantin. Aku sih berharap setelah ini Bagas akan berhenti mendekatiku lagi.

"Thanks ya Tya, udah mau menemani Mas makan siang" Aku bisa melihat betapa bahagianya tahu wajah Bagas saat mengucapkan kata kata itu. "Ya Mas, tapi ingat ya. Ini pertama dan terakhir kalinya aku mau makan siang bareng Mas Bagas. Silahkan kalau memang ada yang mau Mas Bagas sampaikan ke Listya". Aku memberi kesempatan Bagas untuk bicara sambil menikmati Gado-Gado yang sudah terhidang di hadapanku.

"Listya, kamu kenap sih selalu menghindari aku? Diajak makan siang ga mau, dianterin pulang juga nggak mau? Mas suka sama kamu Tya, emang salah kaalu Mas pedekate?" Cecar Bagas. "Gimana ya Mas, aku kan sudah pernah bilang sama Mas. Aku tuh sudah punya pacar dan kita udah serius Mas. Mungkin nggak lama lagi kami akan bertunangan dan segera menikah" jawabku serius. "Tapi Tya, kasih Mas kesempatan sedikit saja. Mas yakin, mas bisa lebih dari pacar kamu yang sekarang. Mas bisa bahagiain kamu lebih dari pada dia." Bagas sepertinya tidak mau mengalah sedikitpun. "Kesempatan apa Mas? Mas mau ngajak aku selingkuh dari pacarku gitu? Mas gila ya? Emangnya aku cewek apaan, punya pacar lebih dari satu. Nggak Mas, aku nggak mau." Sengitku.

"Bukan begitu Listya, Mas cuma mau kamu kasih kesempatan mas untuk dekat dengan kamu. Itu aja. Mas ga akan ganggu waktu kamu dengan pacar kamu itu. Bisa makan siang bareng aja mas udah seneng kok" Aku masih nggak ngerti apa sebenarnya mau nya Bagas. "Kenapa mas ga deketin aja si Dewi, dia lebih cantik dari aku. Atau si Siska, dia kan cantik, sexy lagi orangnya" emoticon-Embarrassment Bagas menghela nafas berat sambil terus menatapku "nggak Listya, aku hanya suka sama kamu. Mungkin kamu nggak secantik dan sesexy mereka berdua, tapi kamu istimewa di mataku. Aku benar suka dan sayang sama kamu, Listya" "Baiklah" kataku akhirnya. "Mas harus ingat, aku sudah punya pacar dan kami sudah serius. Mas boleh jadi temanku, nggak lebih."



"Listya, hari ini pulang Mas anter ya. Kita mampir bentar di kostan Mas" kata Bagas. "Ada yang mau mas tunjukkan sama kamu." Aku pun mengangguk sambil tersenyum "baiklah mas, tapi aku ga bisa lama ya". "Baiklah Tuan Putri..." emoticon-Embarrassment sahut Bagas bersemangat.

Sore itu kami melaju pelan membelah ramainya ibukota. Mampang Prapatan ke Pondok Kopi melewati jalur macet kalau sore hari. Lewat Cawang atau Casablanca sama macetnya. Namun kali ini Bagas memilih jalur Casablanca karena harus mampir dulu ke kostan nya di daerah Tebet. Ada hal yang ingin dia tunjukkan padaku di kostannya.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit, sampailah kami di sebuah rumah berlantai 2 dengan halaman yg dipenuhi bunga dan tanaman biasa. Juga ada sebuah pohon mangga yang cukup rimbun dan menaungi kostan ini dari panasnya Ibukota. "Silahkan masuk Listya" Bagas mempersilahkan aku masuk ke dalam kamar kostnya. Kamar yang cukup rapi dan bersih untuk ukuran cowok. Semua barang dan perabotannya tertata dengan rapi. "Rajin juga nih anak" pikirku.

"Listya, tolong lihatin paket yang ada di mejaku dunk" teriak bagas dari kamar mandi. "Apaan nih Mas?" Jawabku bingung. "Buka aja, mas dapat kiriman hari ini" seru Bagas. Karena penasaran, aku segera membuka paker tersebut. Dari bentuknya sih aku bisa menebak kalau itu sebuah buku.
Spoiler for isi paket:

Begitu aku berhasil membuka paketnya, isinya sungguh diluar dugaanku. "Bagas...., ini..." seruku tertahan. "Gimana, suka?" Tanya Bagas yg sudah berdiri disampingku. "Suka bangets" setuju gembira. "Kok kamu tahu aku suka novel-novel Tere Liye? Trus ini, yang Novel Bintang kan belum rilis. Kok kamu bisa dapat, trus ada namaku n tanda tangan penulisnya lagi? Gimana caranya?" Bagas hanya tersenyum manis menangapi celotehku. "Itu hadiah dari ku, Listya" kata Bagas. "Karena kamu istimewa di hatiku" emoticon-Embarrassment





Sejak saat itu aku semakin dekat dengan Bagas. Ya dekat sebatas teman aja. Karena aku sudah punya pacar dan hubungan kami sudah cukup serius. Bagas jadi sering makan siang bareng aku di kantin kantor. Beberapa kali dia mengaantar aku pulang kerja. Kalau untuk jalan berdua memang tidak pernah. Karena aku sendiri jarang kencan dengan pacarku.

"Listya, jalan yuks..." ajak Bagas suatu ketika. "Mau kemana, Mas?" Tanyaku. "Kemana aja, terserah kamu. Kan besok kantor libur tanggal merah" kata Bagas. "Maaf Mas, besok aku ga bisa. Aku mau ke Bekasi, ke tempat Pakdhe ku." "Yaah.. kok gitu Tya, kita jalan dulu baru ke tempat Pakdhemu." Bujuk Bagas. "Maaf Mas, aku nggak bisa. Aku berangkat dari pagi kesana" tegasku.

Jam 9 pagi, aku sudah sampai di rumah Pakdheku di Harapan Indah. Saat sedang asyik ngobrol dengan Ratna, sepupuku tiba tiba HPku berdering. "Bagas.. ngapain dia telpon aku?" Pikirku. "Hallo, Mas.. ada apa telpon aku?. "Nggak kok, cuma cek aja kamu udah sampai Bekasi belum?" Tanya Bagas. "Udah kok Mas, terima kasih" sahutku. "Oh, syukurlah. BTW, rumah pakdhemu di Blok apa?" Tanya Bagas. "Blok H/24. Eh ngapain tanya-tanya rumah Pakdhe ku?" Tanyaku penasaran. "Nggak apa-apa kok, bye Listya.." Bagas pun menutup telponnya.

ting tong... ting tinggal...Terdengar suara bel pintu rumah tak lama setelah Bagas menutup telponnya. "Listya, tolong buka pintu dunk. Aku masih di kamar mandi" seru Ratna, sepupuku. "Baiklah.." sahutku ogah-ogahan. Aku pun beranjak ke depan untuk melihat siapa yang datang.

"Bagas, kamu...!" Seruku kaget setengah mati. "Ngapain kamu kesini? "Nggak ada apa-apa. Aku cuma mau ketemu kamu. Abisnya kamu nggak mau diajak jalan" sahut Bagas kalem. "Tapi nggak kesini juga kali. Apa kata keluargaku nanti kalau mereka tahu mas datang kesini ketemu aku. Yang mereka tahu, pacarku Mas Hendra. Bukan kamu. emoticon-Mad (S) Sekarang sebaiknya kamu pergi ya." Seruku marah. "Baiklah, aku pulang" Bagas dengan lesu pamitan kepadaku. "Tapi sebelumya, tolong terima hadiahku ini ya. Aku cuma mau ngasih ini sama kamu" Bagas memberikan sebuah boneka kepadaku. Sebuah boneka Panda berukuran besar. "Terima kasih Mas, sebaiknya Mas segera pulang" kataku sambil menutup pintu.



Sejak insiden pemberian boneka itu, aku mulai merasa bahwa semua ini salah. Ya, sangat salah. Disaat aku sudah serius dengan mas hendra, aku malah membuka peluang Bagas untuk bisa dekat denganku. Aku udah capek melarang dia dan bilang kalau aku sudah serius dengan Hendra, tapi dia kekeuh terus menerus menggangguku dengan segala bentuk perhatiannya. Semula aku berfikir dengan mau berteman dengannya, paling tidak akan berkurang usahanya untuk mendekatiku. Ternyata aku salah. Justru semua itu membuatnya makin bersemangat untuk meluluhkan hatiku.

"Mama..." aku mendekati Mamaku yang sedang sibuk dengan pakaian kering cucian hari ini. "Ada apa, Nduk..?" Tanya mama sambil mengusap kepalaku yang duduk di sebelahnya. "Listya mau nikah Ma," ucapku pelan. "Kamu serius Nduk? Kamu udah yakin?" Tanya Mama lembut. "Ya Ma, Listya serius. Mas Hendra sudah beberapa kali mengutarakan niatnya untuk melamar, tapi aku blum siap. Sekarang Listya udah siap,Ma" ujarku mantab. "Baguslah Nduk, Mama dukung keputusan kamu itu. Tapi sebelumnya, coba kamu ngomong dulu sama Baapak dan juga Mas kamu". "Baiklah Ma, Listya mau ngomong dulu ke Bapak. Makasih Ma.." aku memeluk erat Mamaku seblum beranjak ke teras depan menemui Bapak yang sedang menikmati kopi hitamnya.

Seminggu kemudian datanglah Mas Hendra beserta keluarganya untuk melamarku. Duuh.. nggak karuan deh rasa hatiku, semua campur aduk menjadi satu. Alhamdulillah semua berjalan lancar. Akad nikah pun sudah ditentukan tanggalnya. 2 bulan lagi aku akan sah menjadi seorang istri emoticon-angel



"Listya, tumben hari ini kamu mau aku ajak jalan?" Bagas tak bisa menutupi kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya. Setelah cukup lama aku menjaga jarak dengannya, hari ini aku mau menemaninya sekedar jalan jalan. "Nggak apa-apa Mas, kita makan dulu yuks. Tuh dah datang pesanan kita." Aku mencoba menutupi gugup yang mendera hatiku.

Setelah selesai menghabiskan makan siangku, aku pun memberanikan diri untuk menyelesaikan misiku. "Mas Bagas, sebenarnya aku mau ngasih ini ke Mas" aku berusaha tersenyum sambil menyerahkan undangan ke Bagas. "Apa ini, Listya?" Tanya Bagas penasaran. "Buka aja Mas.." ujarku sambil menunduk.

"Apaan ini Tya?" emoticon-Mad (S) seru Bagas marah. "Kamu kenapa melakukan ini semua? Ini undangan pernikahan kamu kan?" Demgan kemarahannya Bagas merobek-robek surat undangan itu dan mencampakkannya ke lantai. "Maaf Mas, dari awal juga aku udah kasih tahu mas Bagas. Aku sudah punya pacar dan kita udah serius. Dan ini bukti keseriusan itu. Aku dan mas Hendra akan segera menikah." "Tapi kan aku udah berusaha untuk mendpatkan kamu. Aku melakukan segalanya untuk kamu Listya!!" Bagas masih tak bisa menahan kemarahannya. "Maafkan Listya Mas, ini sudah keputusanku. Dan aku akan tetap menikah dengan Mas Hendra apa pun yang terjadi." Ucapku tegas.

"Kalau begitu lebih baik aku mati dari pada nggak bisa mendapatkan kamu, Listya." Lirih Bagas. Sedetik kemudian Bagas mengambil rokoknya dan menyulutkan ke nadinya. Aku yang kaget langsung berteriak dan merebut tolong tersebut dari tangan Bagas. "Apa-apaan kamu Mas. Kamu gob**k ya?" Seruku marah emoticon-Mad (S) "Biarlah Listya, lebih baik aku mati daripada kehilangan kamu." Ucap Bagas. "Ya sudah, kalau begitu kami mati aja, tapi jangan di depanku" karna kesalpun aku segera pergi meninggalkan Bagas yang sedang kacau dan berniat bunuh diri.



Hari bahagia itu pun tiba.... akhirnya aku resmi menikah dengan mas Hendra pagi ini. Semua berjalan lancar dan sesuai rencana. Sampai sesore ini pun masih banyak tamu yang berdatangan ke rumah sederhanaku. Raut wajah berseri tak hentinya datang dan mengucapkan selamat untuk pernikahanku. Meskipun sudah agak lelah namun aku masih bersemangat menyambut tamu tamu yang datang.

"Listya.. ini HP kamu berdering terus dari tadi." Mama yang merasa terganggu dengan dering HPku segera memberikan HP ke tanganku. Aku melihat sekilas siapa yang telpon sebelum memutuskan untuk mengangkat HPku. "Listya... Bagas masuk UGD rumah sakit." Baru saja aku menempelkan HP ke kuping, Dewi teman kantorku langsung memberikan kabar yang cukup mengejutkan. "hah, emang kenapa si Bagas?" tanyaku keheranan. "Bagas mencoba bunuh diri. Dia udah 1 minggu nggak mau makan apa-apa. Puncaknya tadi pagi dia melukai nadi nya dengan pisau" keterangan Dewi membuatku shock. "Trus gimana keadaanya sekarang Dew?" Tanyaku pelan. "Apa aku harus menjenguknya?" "Nggak usah.." sahut Dewi. "Dia masih di UGD sekarang. Sebaiknya kamu nggak usah jenguk dia. Bisa makin parah kalau dia lihat kamu" Aku pun menghelas nafas panjang. "Thanks Dewi, untuk informasinya. Semoga Bagas nggak apa-apa dan lekas sembuh"

Sampai sekarang aku masih nggak habis pikir, apa sebenarnya yang Bagas fikirkan. Sejak awal aku nggak mau dan nggak bisa terima dia. Tetap aja dia nekat deketin aku. Bahkan sekarang dia mau bunuh diri gara-gara aku nikah. Benar-benar manusia bodoh.

t.a.m.a.t


Antara Anyer - Jakarta,
29/01/18
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
12.4K
84
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan