Ketua senat dari partai Demokrat, Chuck Schumer ketika memberikan keterangan pers tentang penghentian pemerintah atau shutdown Amerika Serikat, Sabtu (20/1/2018).
Setahun masa jabatan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pemerintah federal menutup sebagian layanan operasinya sejak Sabtu (20/1/2018). Penutupan layanan pemerintah (shutdown) terjadi karena tidak ada kesepakatan di kongres antara kubu Partai Republik dan Demokrat mengenai anggaran pemerintah 2018.

Di antara banyak poin yang menjadi pembahasan alot adalah pendanaan untuk perbatasan. BBC menulis, Republik -partainya Trump--menginginkan adanya peningkatan dana untuk keamanan perbatasan, reformasi imigrasi serta pengeluaran militer.

Adapun Demokrat menuntut perlindungan ratusan ribu migran anak-anak yang memiliki dokumen melalui Penangguhan Tindakan bagi Imigran Anak-anak atau Deferred Actions for Childhood Arrival (DACA).

DACA adalah program perlindungan bagi imigran anak-anak yang datang ke AS. Program ini digagas Presiden Barack Obama pada 2012 untuk melindungi sekitar 700 ribu anak imigran.

Pada September 2017, Trump mengumumkan tak akan melanjutkan DACA karena program tersebut berakhir Maret 2018.Senat dari kubu Demokrat menyatakan siap meloloskan anggaran yang diajukan pemerintah jika DACA dilanjutkan.

Keputusan diambil lewat voting. Partai Republik, yang hanya mempunyai 54 kursi, memerlukan anggota dari Partai Demokrat karena keputusan itu memerlukan minimal 60 suara. Hasil voting hanya 50-49.

Presiden Donald Trump menuding kubu partai Demokrat lebih mengutamakan kepentingannya ketimbang warga Amerika Serikat. "Mereka sebenarnya dapat dengan mudah mencapai persetujuan tetapi sebaliknya memutuskan untuk bermain politik penutupan pemerintah."
Democrats are far more concerned with Illegal Immigrants than they are with our great Military or Safety at our dangerous Southern Border. They could have easily made a deal but decided to play Shutdown politics instead. #WeNeedMoreRepublicansIn18 in order to power through mess!
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) January 20, 2018
Anggaran seharusnya disetujui setiap 1 Oktober, sebagai awal tahun fiskal negara. Tetapi pembahasan di kongres sering alot sehingga berlanjut pada tahun berikutnya. Pada 2018 ini, batas akhir pembahasan adalah Jumat (19/1/2018).

Pembahasan anggaran yang macet itu membuat sejumlah departemen harus mengandalkan anggaran tahun sebelumnya. Walhasil, sebagian unit di departemen yang dianggap tidak vital ditutup layanannya.

Sektor penting seperti kesehatan, militer, maupun penegakkan hukum tetap berjalan. Tentara Amerika Serikat akan tetap berdinas sesuai penugasan dan surat-surat masih akan dikirimkan.

Di sektor keuangan, disebut VOA News, sekitar 44 persen dari 80.565 pegawai Direktorat Pajak atau Internal Revenue Service (IRS), tetap bekerja selama penutupan operasi berlangsung. Artinya, hampir 45.500 pegawai IRS akan dirumahkan pada saat badan tersebut sedang mempersiapkan dimulainya masa pelaporan pajak.

Dalam bidang pelayanan kesehatan, macet anggaran mengakibatkan setengah lebih dari total pekerja, 80 ribu orang, akan dirumahkan. Program utama akan berjalan sesuai fungsinya karena persetujuan pendanaan tidak bergantung pada persetujuan tahunan oleh Kongres.

Bidang lainnya seperti transportasi, departemen kehakiman, departemen dalam negeri, departemen luar negeri, dinas intelijen, sampai lingkungan hidup. Diperkirakan, hampir setengah dari 2 juta pegawai negeri sipil federal tak akan berkantor lagi, bila penutupan operasi berlanjut hingga Senin (22/1/2018).

Apa dampaknya bagi Indonesia?

Ekonom Institute for Development Economic and Finance (Indef) Bhima Yudistira Adhinegara menilai, dampak shutdown akan kecil jika dalam waktu sebentar.

Jika terjadi dalam waktu panjang, maka pemerintah Indonesia perlu menyiapkan antisipasi. Shutdown dalam jangka waktu yang panjang akan mempengaruhi perekonomian AS, dan berpotensi turut berdampak pada Indonesia.

"Perdagangan Indonesia ke AS berpotensi terganggu, sehingga kinerja ekspor sepanjang 2018 berpotensi menurun," ucap Bhima melalui Kompas.com, Sabtu (20/1/2018).

Bhima menambahkan, dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, porsi ekspor Indonesia ke AS mencapai 11,2 persen dari total ekspor. Nilainya sekitar 17,1 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 227,8 triliun.

"Pemerintah perlu mempersiapkan mitigasi risiko. Salah satunya dengan memperluas ekspor ke negara alternatif sehingga ketergantungan terhadap AS berkurang," kata Bhima.

Selain berdampak ke ekspor Indonesia, menurut Bhima shutdownberkepanjangan juga bakal berdampak ke pasar keuangan. Salah satunya adalah potensi naiknya yield surat utang yang mencerminkan kenaikan resiko serta keluarnya modal asing dari negara berkembang.

Sedangkan efek pada nilai tukar rupiah diprediksi sangat minim. Proyeksi nilai tukar rupiah sendiri masih dalam rentang terkendali pada Rp 13.350 - Rp 13.400.

Bhima menilai kebijakan shutdown akan berdampak temporer dan minim ke nilai tukar Rupiah. Menurut Bhima, terjadinya shutdown menyebabkan prospek pemulihan ekonomi AS bisa terganggu.

"Dalam posisi ini justru Rupiah akan diuntungkan. IHSG pun masih tetap positif di angka 6.490-6.500, didorong oleh sentimen investor dalam negeri terhadap prospek pemulihan ekonomi Indonesia," kata Bhima.

Peristiwa Shutdown pernah terjadi tahun 1995-1996 dan 2013. Saat itu kurs rupiah hampir tidak terpengaruh oleh shutdown di AS karena sifatnya lebih temporer atau jangka pendek, kira-kira berlangsung dalam waktu dua minggu.

"Bank Indonesia juga perlu terus memantau resiliensi atau ketahanan fundamental ekonomi terhadap tekanan global," ujar Bhima.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...a-ke-indonesia

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Calon tunggal dipastikan berlaga di 12 Pilkada

- 83 PNS di Sulut masih aktif walau terbukti korupsi

- Konsumen banyak keluhkan pelayanan toko daring