Marijuana Medis Untuk Anak-Anak. Apakah Manfaat Lebih Besar Dari Resiko?


Gubernur New Jersey Chris Christie memberikan restunya untuk sebuah undang-undang ganja medis yang memungkinkan anak-anak yang memenuhi syarat untuk menelan bentuk obat yang dapat dimakan. Seorang Christie yang enggan setuju untuk menandatangani undang-undang itu hanya jika mengandung kompromi berikut:

Bentuk ganja yang bisa dimakan hanya akan diberikan kepada anak di bawah umur.

Jaga agar ketentuan saat ini yang memerlukan persetujuan diberikan oleh dokter dan psikiater.

Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada hari Jumat, Gubernur Christie berkata, "" Hari ini, saya membuat rekomendasi bijaksana untuk undang-undang ini untuk memastikan anak-anak yang sakit menerima perlakuan yang diinginkan orang tua mereka, dengan tetap menjaga pengamanan yang sesuai. "Saya meminta Legislatif untuk berkumpul kembali dengan cepat dan Mengatasi masalah ini sehingga anak-anak yang membutuhkan bisa mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan. "

RUU ganja, s2842, menimbulkan pertanyaan baru tentang keamanan ganja medis dan pengaruhnya pada anak di bawah umur. Orangtua dengan anak-anak yang menderita penyakit menular dan kronis mencari obat tersebut sebagai alternatif perawatan medis yang gagal namun dokter dan peneliti mengatakan tidak cukup pengujian yang telah dilakukan.

Anak-anak yang didiagnosis menderita epilepsi, autisme, kanker dan sejumlah penyakit terminal, kronis dan melemahkan lainnya dapat ditawarkan ganja medis jika dokter menentukan manfaatnya lebih besar daripada risikonya. Saat ini, manfaat terbesar yang ditawarkan ganja kepada pasien adalah merangsang nafsu makan dan mengurangi mual dan muntah pengobatan kemoterapi. Obat tersebut, yang disahkan untuk perawatan medis di 18 negara bagian, juga menawarkan bantuan kepada pasien epilepsi, terutama bentuk paling langka, Dravet's Syndrome.

Pada 11 Agustus 2013, CNN menyiarkan sebuah film dokumenter berjudul "Weed," yang membahas penggunaan ganja medis. Dua anak disorot dalam cerita, keduanya menderita Dravet's Syndrome. Setelah menerima bentuk ganja cair yang disebut "tinktur", kejang untuk keduanya berkurang drastis dari 300 hari, menjadi hanya tiga, dan keduanya terus membaik. Dalam kedua kasus, "tinggi" obat dieliminasi dengan mengurangi tetrahydrocannabinol (THC), senyawa yang bertanggung jawab atas efek psikoaktif ganja.

Terlepas dari manfaat yang dilaporkan oleh orang tua, sejumlah dokter berdiri dengan pendirian mereka sehingga ketidakpastian paparan ganja menjadikannya sebagai pengobatan berisiko. Baru-baru ini, Seth Ammerman, profesor klinis pediatri di Stanford University menyuarakan keprihatinannya tentang kemungkinan bahaya pemberian obat pada anak-anak. Dalam sebuah Us News and World Report, Ammerman berbicara tentang perlunya tes yang ketat mengenai ganja medis, kekhawatiran dosis dan kemungkinan dampak jangka panjang pada otak anak yang masih berkembang. Kekhawatiran terbesar Dr. Ammerman:

Sebagian besar produk ganja yang dijual di apotik tidak diuji untuk kandungan cannabinoid, jadi kemurnian dan dosis sebenarnya berdasarkan kandungan THC atau CBD biasanya tidak diketahui.

Laporan anekdot tentang penanganan yang berhasil untuk masalah tertentu pada individu tertentu tidak harus diproyeksikan ke populasi yang lebih luas.

Tidak ada dosis pediatrik yang diketahui untuk produk ganja medis manapun. Dengan demikian menggunakan ganja medis pada populasi anak-anak dan remaja benar-benar trial and error.

Otak anak yang berkembang seringkali lebih rentan terkena paparan senyawa dibandingkan dengan orang dewasa.
Karena lebih banyak anak yang disetujui untuk mendapatkan ganja medis, pasar yang berkembang akan meningkat. Ini adalah ramalan menakutkan bagi orang tua yang ingin meringankan penderitaan anak-anak mereka, dokter yang ingin membuat keputusan yang tepat untuk pasien mereka, dan anggota parlemen bertugas untuk mengaturnya dengan aman dan aman.

Baca Juga : obat tradisional untuk miom