tribunnews.comAvatar border
TS
MOD
tribunnews.com
IHSG Makin Melaju Kencang, Level Psikologis Tembus 6.300 Poin


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) semakin kencang menuju penutupan akhir tahun 2017. Tahun ini, Bursa Efek Indonesia juga mencatat kinerja menggembirakan. Hingga 28 Desember 2017, level psikilogis bursa yang tembus 6.300 poin, dengan nilai kapitalisasi pasar (market cap) di kisaran Rp 7.012 triliun.

Sebelumnya, laju IHSG di awal Januari 2017, dibuka di kisaran level 5.347 poin dengan kapitalisasi pasar di kisaran Rp 5.808 triliun.

Sepanjang Februari hingga Maret 2017, adanya rilis inflasi pada Maret membuat IHSG sempat terkoreksi ke level 5.368 poin. Namun kembali berbalik positif pada pertengahan Maret 2017 ke level 5.500 usai Bank Sentral AS atau The Fed menaikkan tingkat suku bunga 0,25 persen.

Baca: Southampton Buru Pemain Lewat Uang Penjualan Virgil van Dijk

Awal April 2017, IHSG tembus ke level 5.600, menguatnya sektor finansial menjadi pemicu kenaikan IHSG. Lalu, di Mei 2017, laju IHSG kembali menanjak ke level 5.683 setelah mendapat sentimen positif, di antaranya, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2017 oleh Bank Indonesia.

Di bulan yang sama, lembaga pemeringkat internasional, Standard & Poor’s memberi Indonesia peringkat layak investasi yang membuat laju IHSG juga terkerek ke level 5.820.

Sementara itu, di sepanjang Juli hingga Juni, IHSG terus menunjukkan penguatannya dengan menanjak ke level 5.900. Satu bulan setelahnya, yakni Agustus 2017, Bank Indonesia merilis kebijakan untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen kembali mengerek level IHSG ke posisi 5.903 poin.

Selama September hingga Oktober 2017, IHSG tetap bertahan di kisaran level 5.900. Namun, menjelang akhir Oktober 2017, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Laju IHSG mencatat rekor baru dengan menembus level psikologis di angka 6.000 poin, dan kapitalisasi pasar di posisi Rp 6.602,76 triliun.

Atas rekor terbaru ini, Direktur Utama BEI, Tito Sulistio mengatakan adanya kepercayaan investor kepada kinerja pemerintah.

“Ini menunjukkan satu kepercayaan angka statistik mengenai besarnya cadangan devisa, stabilnya rupiah 0,04 persen setahun, serta inflasi yang terjaga, GDP per capita USD3.700. Hari ini pasar modal membuktikan bahwa angka kepercayaan terhadap pemerintah saat ini ada," ujar Tito saat konferensi pers di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (25/10/2017).

Tito menambahkan, torehan prestasi IHSG ini juga didorong oleh kinerja emiten tercatat di pasar modal, tercermin dari hasil kinerja di kuartal III 2017.

Pada Oktober 2017, World Bank menerbitkan laporan tahunan doing business 2018 yang bertajuk Reforming to Create Jobs pada ‎31 Oktober 2017 yang menunjukkan peringkat kemudahan berusaha Indonesia naik 19 peringkat ke-72.

Sebagaimana diketahui, laporan tersebut merangkum berbagai indikator pencapaian sektor publik (pemerintah) dalam memperbaiki regulasi iklim usaha dan investasi di negaranya masing-masing.

Posisi Indonesia lebih tinggi di antara sebagian negara berkembang lainnya seperti Afrika Selatan (82), India (100), Filipina (113), dan Brazil (125), serta berhasil melewati Tiongkok di posisi 78.

Menjelang penutupan tahun 2017, IHSG kembali melanjutkan penguatannya. Pada 28 Desember 2017, IHSG kembali mencatat rekor baru di level 6.314 poin, menguat 36,88 poin atau setara 0,58 persen.

Menurut Analis Bahana Sekuritas, Muhammad Wafi, menguatnya IHSG jelang penutupan akhir tahun 2017 ini lantaran maraknya aksi “bargain hunting”, di mana saham-saham blue chips, atau saham berkapitalisasi pasar besar banyak diburu para investor.

Lanjut dia, dengan pola bargain hunting, sepanjang hari investor cenderung bergerak flat namun di akhir sesi kemudian banyak yg melalukan pembelian.

“Besok saya melihat ada peluang kenaikan, justru besar kemungkinan untuk mengunci level 6.400 poin, ditambah dengan banyak sentimen dari dalam negeri,” kata Wafi saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis, (29/12/2017).

Hal tersebut beralasan, kata dia, besok menjadi momentum penutupan perdagangan akhir tahun 2017 BEI yang akan dihadiri Presiden Joko Widodo, Menko Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Selain itu di bulan yang sama, lembaga pemeringkat Fitch Ratings (Fitch) juga merilis status investasi Indonesia dari BBB- proyeksi Positif menjadi BBB proyeksi Stabil pada 20 Desember 2017. Peningkatan rating Fitch tersebut merupakan pencapaian level tertinggi peringkat rating yang pernah dicapai Indonesia sejak tahun 1995.

Fitch menyatakan terdapat dua faktor kunci yang mendukung keputusan tersebut. Pertama, menguatnya sektor eksternal yang didukung oleh kebijakan makroekonomi yang secara konsisten diarahkan untuk menjaga stabilitas.

"Dari beberapa lembaga rating internasional, salah satu dari mereka sudah mengupgrade rating kita dari BBB minus menjadi triple B. Saya kira ini tentunya bukan tanpa dasar," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Samsul Hidayat, Kamis (21/12/2017).

Oleh karena itu, pihaknya pun mengharapkan kedua lembaga rating internasional lainnya mampu meningkatkan rating Indonesia. Pasalnya dengan rating yang baik dari ketiga lembaga rating internasional tersebut, akan tentu memberikan dampak positif bagi pasar keuangan Indonesia.

Emiten Go Public Lampaui Target

Sepanjang 2017, Bursa Efek Indonesia, mencatat ada 37 emiten yang menghimpun dana dari pasar modal melalui mekanisme penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO).

Dengan begitu, realisasi IPO tahun ini mencapai 37 emiten, melampaui target yang ditetapkan BEI sebanyak 35 emiten yang listing, sehingga total jumlah emiten di BEI mencapai 567 secara keseluruhan. Jumlah emiten IPO tahun ini pun menjadi yang tertinggi sejak 1998 setelah sebelumnya pernah mencapai 31 emiten dalam satu tahun pada 2001 dan 2013. Padahal, di tahun lalu, hanya ada 16 emiten yang menawarkan sahamnya ke publik.

Namun, kendati demikian, jumlah dana yang dihimpun emiten dari IPO di tahun ini masih lebih kecil dari tahun sebelumnya. Dari 37 emiten di tahun ini menghimpun dana IPO sekitar Rp 10 triliun, sementara di tahun lalu, dari 16 emiten, berhasil meraup dana Rp 12 triliun. Hal tersebut lantaran, banyak emiten yang menhimpun dana kurang dari Rp 100 miliar.

Di tahun ini, Bursa Efek Indonesia secara resmi meluncurkan 3 indeks saham baru sebagai alternatif acuan bagi para investor dan pengelola dana dalam berinvestasi di pasar modal. Ketiga indeks saham tersebut adalah Indeks IDX Small-Mid Cap (IDX SMC) Composite, IDX SMC Liquid, dan Indeks PEFINDO i-Grade.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat mengatakan dua indeks ini merupakan indeks atas harga saham berkapitalisasi pasar kecil dan menengah. Konstituen Indeks IDX SMC Composite merupakan saham-saham yang memiliki kapitalisasi pasar antara Rp1 triliun hingga Rp 50 triliun. Sedangkan konstituen Indeks IDX SMC Liquid dipilih dari saham-saham Indeks IDX SMC Composite yang memenuhi kriteria-kriteria likuiditas yang dilihat dari nilai transaksi, kapitalisasi pasar atas saham free float, dan harga saham.

“Banyaknya permintaan indeks dari small mid cap baik yang composite dan juga likuid. Peluncuran indeks ini adalah satu langkah untuk memfasilitasi,” ungkap Samsul di Gedung BEI, Sudirman, Jakarta, Kamis (21/12/2017).

Penghimpunan Dana di Pasar Modal Makin Semarak

Sementara itu, katalis positif lainnya, di tahun ini, Otoritas Jasa Keuangan menyebut penghimpunan dana di pasar modal terus mengalami petumbuhan yang positif.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkapkan bahwa penghimpunan dana di pasar modal hingga Desember 2017 mencapai Rp 257,02 triliun atau melebihi target senilai Rp 217,02 triliun.

“Ini masih ada sampai akhir tahun di pipeline yang masih akan IPO. Jadi kami perkirakan bisa di atas 260 triliun di akhir tahun,” ungkap Wimboh saat jumpa pers di Kantor OJK, Jakarta, Kamis (21/12/2017).

Wimboh menyebut, saat ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga menunjukkan kinerja yang positif. Di sepanjang 2017, IHSG cenderung menguat dengan volatilitas yang relatif rendah. IHSG pada tahun ini menembus level psikologis 6.000, dan hingga 20 Desember telah tumbuh sebesar 15,34 persen pada posisi 6.109,48.

Sejalan dengan pertumbuhan yang positif tersebut, OJK memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional dengan mendorong pembiayaan infrastruktur melalui pasar modal.

Pembiayaan tersebut merupakan program-program strategis yang telah dilakukan dalam upaya mendukung stabilitas sektor jasa keuangan. Di antaranta, ada 20 emiten sektor infrastuktur yang melakukan fund raising melalui Pasar Modal dengan total nilai emisi Rp 38,9 triliun di tahun ini.

OJK juga memberikan izin untuk 2 KIK-EBA terkait infrastruktur, dengan nilai sekuritisasi sebesar Rp 6 triliun. Selain itu, OJK juga mengamini peluncuran pembiayaan Efek Beragun Aset – Surat Partisipasi (EBA-SP) di mana sampai November 2017, telah diterbitkan 4 izin EBA-SP dengan total nilai Rp 2,36 triliun.

Bidik Kapitalisasi Pasar Rp 10.000 Triliun

Bursa Efek Indonesia meyakini ke depannya pasar modal Indonesia akan terus bertumbuh. Salah satu tolok ukurnya adalah kenaikan nilai kapitalisasi pasar atau market cap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio menargetkan dalam dua tahun ke depan, nilai kapitalisasi pasar BEI akan bisa menyentuh Rp 10.000 triliun.

"Prediksi dalam dua tahun tercapai. Tapi kalau dibantu semua stakeholder pemerintah di pasar modal, bisa dapat Rp 10.000 triliun," kata Tito kegiatan di Denpasar, Bali, Sabtu (16/12/2017).

Tito yakin, target tersebut bisa tercapai mengingat di tahun depan ada sembilan anak usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang akan melantai di BEI.

Hal tersebut lantaran, nilai kapitalisasi pasar juga diperkirakan bakal mencapai Rp 10.000 triliun apabila perusahaan asing yang mencari keuntungan di Indonesia namun masih tercatat di pasar modal luar negeri juga go public di pasar modal Indonesia atau dual listing. Tito mencatat jumlah perusahaan yang dimaksud mencapai 52 perusahaaan.

Dengan nilai kapitalisasi pasar yang tinggi, lanjut Tito, Indonesia akan mendapatkan berbagai keuntungan. Terutama untuk mencari tambahan modal melalui investasi dari luar negeri.

"Kalau kita ingin bertahan dalam keadaan persaingan yang sangat brutal dalam mencari dana untuk investasi di dunia, market cap harus Rp 10.000 triliun,” pungkas Tito.


Sumber : http://www.tribunnews.com/bisnis/201...mbus-6300-poin

---

Baca Juga :

- Para Idol K-Pop dengan Riasan Terbaik Sepanjang 2017

- Rapor Jokowi-JK dalam Kacamata Survei 2017: Bagaimana Kepuasan Masyarakat?

- BI: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2017 di Angka 5,05 Persen

0
559
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan