gatra.comAvatar border
TS
gatra.com
Novanto Nilai Dakwaan Jaksa Tak Bisa Diterima


Jakarta, Gatra.com - Tim kuasa hukum terdakwa Setya Novanto menilai surat dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya dalam kasus korupsi e-KTP tidak dapat diterima.

Tim kuasa hukum terdakwa Setya Novanto yang dipimpin Maqdir Ismail menyampaikan penilaian tersebut dalam sidang dengan agenda pembacaan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (20/12), menanggapi surat dakwaan jaksa penuntut umum KPK.Menurut Maqdir, surat dakwaan tidak dapat diterima karena pertama, dibuat berdasarkan berkas penyidikan yang tidak sah. Tim kuasa hukum mendalilkan, bahwa penetapan Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP melanggar hukum sebagaimana putusan praperadilan yang diketok hakim Cepi Iskandar."Dalam pertimbangannya hakim secara jelas dan nyata menyatakan bahwa penetapan tersangka Setya Novanto sebagai tersangka telah melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor, oleh sebab tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum," katanya.Dengan putusan tersebut harusnya KPK menghentikan penyidikan dan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan kasus Setya Novanto. Namun KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka dengan surat perintah penyidikan (Sprindik) Nomor Sprin.Dik-113/01/10/2017 tanggal 31 Oktober 2017.Selain itu, KPK juga menahan tersangka Novanto dengan menerbitkan surat perintah penahanan Nomor: Sprin.Han.106/01/11/2017 tanggal 17 November 2017. Novanto pun kembali mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan."Terhadap permohonan praperaidlan tersebut telah digugurkan dalam persidangan tanggal 14 Desember 2017 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan putusan No 133/Pid.Pra/2017/PN.Jkt.Sel," ujarnya.
Alasan kedua, surat dakwaan tidak dapat diterima karena menurut tim kuasa hukum, kerugian keuangan negara yang tidak nyata dan tidak pasti. Kuasa hukum mendalilkan, bahwa kerugian keuangan negara dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto serta Andi Agustinus alias Andi Narogong sejumlah Rp 2.314.904.234.275 (Rp 2,3 trilyun) sesuai perhitungan BPKP."Akan tetapi kerugian keuangan negara yang dinyatakan oleh BPKP tersebut tidak memperhitungkan penerimaan uang sebagai berikut," katanya.Kesatu, uang US$ 7,300.000 atau setara Rp 94.900.000.000 (Rp 94,9 milyar) untuk terdakwa Novanto. Kedua, uang US$ 800,000 atau senilai Rp 10,4 milyar untuk Charles Sutanto Ekapradja. Ketiga, Rp 2 juta untuk Tri Sampurno. Untuk totalnya Rp 105.302.000.000 sebagaimana dalam surat dakwaan terhadan Novanto.Kuasa hukum beralasan, mengacu pada surat dakwaan Irman dan Sugiharto tidak pernah menyebutkan adanya penerimaan uang oleh Novanto sejumlah US$ 7,300.000, Charles Sutanto Ekapradja US$ 800,000, dan Trisampurno sebesar Rp 2 juta.Jika kerugian keuangan negara yang disebutkan dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto dengan uang di atas, maka kerugian keuangan negara harusnya menjadi Rp 2.420.206.234.275 (Rp 2,4 trilyun), bukan 2,3 trilyun.Padahal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU-XIV/2016 menyatakan, "Bahwa penerapan unsur merugikan keuangan dengan menggunakan konsep actual loss menurut Mahakamah lebih memberikan kepastian hukum yang adil.."Selain itu, tim kuasa hukum juga mendalilkan bahwa yang berwenang menghitung kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) No 4 Tahun 2016."Maka terlihat bahwa kerugian keuangan negara tidak nyata dan pasti (actual loss) sebagaimana dimaksud dalam putusan MK No 25/PUU-XIV/2016," katanya.

Reporter: Iwan Sutiawan

Sumber : http://www.gatra.com/hukum/300351-no...-bisa-diterima

---

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
277
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan