Media IndonesiaAvatar border
TS
Media Indonesia
MK Luruskan Salah Paham Tudingan Pro-LGBT


MAHKAMAH Konstitusi (MK) meminta masyarakat tidak terprovokasi oleh isu-isu atau pernyataan yang menyesatkan karena keluar dari substansi putusan MK. Tidak ada satu kata pun dalam amar putusan dan pertimbangan Mahkamah yang menyebut istilah LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), apalagi dikatakan melegalkannya.



Demikian dikemukakan juru bicara MK Fajar Laksono dalam siaran pers yang dipublikasikan di Jakarta, kemarin. Pernyataan itu menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016, yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada Kamis (14/12).



Fajar mengatakan putusan tersebut berkenaan dengan permohonan perluasan delik kesusilaan yang diatur dalam Pasal 284, Pasal 285, Pasal 292 KUHP. Pemohon dalam pekara tersebut meminta MK memperjelas rumusan delik kesusilaan yang diatur dalam pasal-pasal tersebut.



Menurut Fajar, terhadap permohonan tersebut sesungguhnya seluruh hakim konstitusi mempunyai perhatian yang sama terhadap fenomena yang dipaparkan pemohon. Namun, lima hakim berpendapat bahwa substansi permohonan sudah menyangkut perumusan delik atau tindak pidana baru yang meng­ubah secara mendasar.



Dasar itu menyangkut subjek yang dapat dipidana, perbuatan yang dapat dipidana, sifat melawan hukum perbu-atan tersebut, maupun sanksi/ancaman pidananya. “Sehingga hal itu sesungguhnya telah memasuki wilayah yang kewenangannya ada pada pembentuk undang-undang (DPR dan presiden),” tutur Fajar.



Mahkamah, sambungnya, dalam putusan-putusan sebelumnya, di antaranya putusan Nomor 132/PUU-XIII/2015 menolak permohonan pemohon. Pasalnya, bila dikabulkan, akan merumuskan tindak pidana baru yang semula perbuatan itu bukan perbuat-an pidana menjadi perbuatan pidana. Padahal, kewenangan itu bukan pada MK.




Rampas kemerdekaan



Fajar menyampaikan bahwa beberapa putusan MK yang substansinya memberikan pemaknaan terhadap suatu norma undang-undang, baik memperluas atau mempersempit norma dimaksud. Akan tetapi, hal itu terbatas pada undang-undang, bukan mengubah sesuatu yang sebelumnya bukan tindak pidana menjadi tindak pidana.



Bila itu dilakukan, mengakibatkan seseorang dapat dipidana berupa perampasan kemerdekaan seseorang. “Karena kami concern terhadap fenomena sosial yang dikemukakan pemohon, dalam putusan itu pun Mahkamah sudah menegaskan agar langkah perbaikan perlu dibawa ke pembentuk undang-undang untuk melengkapi pasal-pasal yang mengatur tentang delik kesusilaan tersebut,” ujar Fajar.



Sebelumnya, mantan Ketua MK Mahfud MD turut angkat bicara atas kesalahpahaman sebagian masyarakat atas putusan MK terkait dengan delik kesusilaan dalam KUHP. Lewat akun Twitter-nya, Mahfud menerangkan bahwa MK bukannya membolehkan zina dan LGBT, melainkan menolak memberi perluasan tafsir atas yang ada di KUHP.



Menurut dia, MK memang tidak boleh membuat norma. Namun, larangan zina dan LGBT bisa diakomodasi dalam undang-undang. “Dan itu sekarang sudah ada di RUU KUHP,” sebut Mahfud.



Ia pun mengajak publik yang menginginkan pelarang-an zina dan LGBT untuk me-ngawal rancangan undang-undang yang tengah dibahas di DPR tersebut. (P-1)


Sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/r...gbt/2017-12-19

---

Kumpulan Berita Terkait :

- Para Calon KSAU Tengah Jalani Uji Kelayakan

- Formasi Pengurus Golkar Tetap

- Pajak Mobil Dijemput Bola,Penerimaan Melonjak

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
313
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan