z0id17Avatar border
TS
z0id17
Politik Pencitraan Berawal dari Persaingan Jokowi dan Prabowo?
Populisme adalah strategi politik berupa pencitraan yang menggambarkan pemimpin yang berpihak kepada rakyat, yang belakangan ini terjadi di Indonesia. Dalam bentuknya yang paling demokratis, populisme berusaha untuk mempertahankan kepentingan dan memaksimalkan kekuatan warga negara, melalui reformasi alih-alih revolusi. Seperti apa politik populis di Indonesia, dan bagaimana sejarahnya? Berikut analisis Ehito Kimura, Associate Professor di University of Hawai’i di Manoa.

Oleh: Ehito Kimura (Huffington Post)

BERBAGAI MACAM POPULISME DI INDONESIA
Politik rakyat mengklaim tempatnya di panggung nasional Indonesia pada tahun 2014, selama pemilihan presiden di negara tersebut yang menjadi ajang persaingan dua pemimpin dengan gaya kontras yang sangat mencolok.

Joko Widodo, yang dijuluki populis “sopan” atau “teknokratis” berkampanye dengan menggambarkan dirinya sebagai “teman rakyat” yang ramah dan pembaharu yang berpihak pada orang miskin dengan track record sebagai ahlinya menyelesaikan sesuatu. Prabowo Subianto juga berkampanye untuk posisi yang sama, namun dengan pembawaan lebih berapi-api dan bombastis, mengutuk korupsi dan ‘pengkhianat ekonomi.’

Spoiler for Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto. (Foto: Antara Foto/Widodo S. Jusuf):


Baru-baru ini, pemilihan gubernur pada 2016 di Jakarta menyaksikan bangkitnya gelombang kekuatan Islam yang terlibat dalam politik gaya populis, menyelenggarakan demonstrasi massal melawan pejabat Kristen Tionghoa dan mengklaim bahwa dia telah melakukan penghujatan agama.

Apa yang menyebabkan munculnya bentuk politik di Indonesia ini? Apakah ini bagian dari gelombang global populisme yang terlihat di negara-negara lain seperti Austria dan Amerika Serikat? Peran apa yang dimainkan oleh kondisi nasional dan lokal Indonesia? Bagian dari jawabannya adalah bahwa populisme bukan hanya sebuah gerakan tapi juga strategi politik. Indonesia adalah negara demokrasi terbesar kedua di dunia dan tingkat pemungutan suara tinggi. Varietas populisme di Indonesia sebagian dapat dipahami sebagai fungsi beragam populisme dan daya tariknya terhadap berbagai jenis khalayak.

AKAR GLOBAL
Populisme sering dikaitkan dengan reaksi terhadap globalisasi dan kebijakan reformasi neoliberal. Di Eropa, serentetan pemilihan populis baru-baru ini menunjukkan adanya frustrasi dengan perdagangan bebas dan terbuka serta migrasi dan imigrasi, yang keduanya merupakan komponen dunia yang lebih global.

Indonesia tidak asing dengan politik globalisasi; Krisis Keuangan Asia 1997 menyebabkan jatuhnya rezim Suharto dan transisi menuju demokrasi. Sejak saat itu, Indonesia telah mengalami pertumbuhan ekonomi berbasis luas, walaupun globalisasi dan kebijakan pembangunan neoliberal selama bertahun-tahun juga dapat dibilang menyebabkan meningkatnya ketimpangan, populasi kaum miskin di kota yang besar, dan kelas menengah yang sedang berkembang namun beragam, termasuk kelas menengah Islam yang mungkin merasa bahwa mereka belum menuai keuntungan penuh dari kebijakan pembangunan.

Dalam konteks ini, satu audiens politik populis adalah konstituen yang memandang ekonomi global dan ‘kekuatan asing’ sebagai pelaku dalam ketidakseimbangan ekonomi mereka sendiri. Ini menjadi bagian utama kampanye Prabowo pada tahun 2014. Ini mungkin juga merupakan bagian dari fondasi struktural sebuah politik populis Islamis yang pada tahun 2016 mewarnai wacana orang Kristen Tionghoa yang tidak sesuai dengan atau bahkan memusuhi kesejahteraan ekonomi dan kedamaian spiritual. Tapi faktor global hanya sebagian menjelaskan daya tarik populis...

Read More :Politik Populis di Indonesia: Berawal dari Persaingan Jokowi dan Prabowo?
0
1.9K
19
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan