skydaveeAvatar border
TS
skydavee
Jatuh Cinta dan Menikah Dengan Teman Satu Kantor? Ya atau Tidak?


Kabar paling anyar datang dari keputusan Mahkamah Konstitusi terkait diperbolehkannya karyawan menikah dengan rekan satu kantor.

Ketuk palu dari majelis hakim yang telah final dan binding, tentu saja melahirkan dua kubu yang berbeda.

Tapi nggak usah kuatir, ini bukan kubu nastak dengan nasbung, bukan pula bani taplak dengan bani serbet. Ini kubu yang tidak akan melempar pernyataan seperti orang yang ketempelan setan.

Pihak pertama yang menyambut gembira keputusan ini tentu adalah pegawai atau karyawan. Alasannya klise, tapi menyentuh hingga ke jantung yang paling dalam.

Spoiler for Cieee cieee, dah dilegalkan neh:


Jatuh cinta itu hak asasi manusia. Dan momen jatuh cinta itu tidak bisa diprediksi atau dipaksa harus mengikuti titah atau hukum manusia. Dia hanya mengikuti aturan yang berlaku berdasarkan ketetapan yang telah digariskan.

Setelah fase jatuh cinta, tentu ada niat untuk melangkah ke jenjang yang lebih jauh, yaitu menikah.

Namun, niat tersebut sering berbenturan dengan aturan dari perusahaan yang mengadopsi dari Undang-undang Ketenagakerjaan. Pilihannya, salah satu harus mengundurkan diri dari perusahaan.

Spoiler for Harus bisa profesional dan tau diri lho ya?:


Menurut pendapat salah satu karyawan yang namanya tidak saya sebutkan demi privasi, pernikahan dengan sesama rekan bisa menambah gairah dan motivasi.

Spoiler for Meski sama pasangan, tapi hrs profesional lho ya? Kasian jomblo yg liat:


Biaya transport ke kantor juga bisa dihemat. Pokoknya asal bisa profesional, itu bukan sebuah masalah. Begitu jawabannya saat bertemu saya, dan kami bersantap siang di warung pecel Madiun, Jogja.

Tentu, akan banyak alasan yang beragam dari para karyawan mengenai status pernikahan dengan teman sekantor.

Selain alasan klise tadi, mungkin bisa juga adanya perasaan nyaman dari pasangan yang menikah dengan rekan sekantor. Bisa saling menjaga, dan kesempatan bermain mata dengan oranglain serta merta dihindarkan. Eh, bener gak?

Di sisi lain, pengusaha merasa bimbang dan masih belum menerima hasil keputusan dari majelis hakim. Pertimbangannya, seringkali masalah rumah tangga terbawa hingga ke meja kerja.

Spoiler for Nah, yg kek gini yg ditakutkan. Jgn bawa mslh rmh tangga ke tempat kerja ya?:


Alhasil, capain kerja tidak maksimal, dan tentu hal tersebut sangat tidak diinginkan oleh pengusaha yang target oriented, dan mempertimbangkannya dari aspek bisnis. Pengusaha mana sih yang mau rugi? Emang perusahaan nenek lue!?

Belum lagi dikuatirkan segala keputusan yang diambil akan kehilangan unsur obyektifitasnya.

Kebayang gak? Andai ada seorang pimpinan lalu menikahi anak buahnya? Apa iya bisa memberlakukan aturan sama yang tegas jika anak buah sekaligus pasangan hidupnya melakukan kesalahan?

Akan tetapi, berhubung keputusan sudah binding, mau tidak mau, suka atau tidak suka, inilah sebuah realitas yang mesti dijalankan.

Bagi karyawan yang telah mendapat lampu hijau untuk menikahi rekan sekantornya, pastikan bisa bersikap profesional, dan menempatkan segala sesuatunya secara obyektif. Jangan kalau lagi marahan, piring kantor dijadikan pelampiasan.

Sedangkan untuk pengusaha, sebaiknya tidak usah terlalu paranoid. Lagi pula, saya yakin, tim legal dan HRD, pasti bisa menyiasatinya dengan aturan yang terselubung. Atau, pakai kalimat pamungkas seperti biasa: Take it, or leave it...

Hah??!!

©Skydavee...

Sumber gambar: google
Diubah oleh skydavee 19-12-2017 03:28
1
27.1K
240
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan