- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kewajiban Kita Junjung Tinggi Kebinekaan NKRI
TS
sengkunibarbar
Kewajiban Kita Junjung Tinggi Kebinekaan NKRI
Quote:
INDONESIA yang begitu kaya atas suku, pulau, dan bahasa, memiliki tantangan yang tidak mudah untuk dihadapi. Fanatisme kedaerahan jika tidak ditangani dengan baik, justru berpotensi memecah bangsa. Hal itu dikatakan Wakil Ketua MPR 2014-2019 Mahyudin. Saat ditemui Media Indonesia di acara sosialisasi empat pilar kebangsaan ke Balikpapan, Kalimantan Timur, kemarin, Mahyudin menyatakan potensi itu yang lumrah dialami masyarakat plural. "Negara lain juga banyak begitu. Misalnya, belajar dari Yugoslavia yang pecah karena etnik daerah, yang bikin mereka memisahkan diri. Tentu tantangan di Indonesia potensinya ada, pasti, makanya itu tantangan kebangsaan yang harus kita selesaikan," terang Mahyudin.
Menurutnya, konsep yang harus ditanamkan ke masyarakat saat ini ialah 'Saya Indonesia'. Konsep kesatuan harus lebih tinggi daripada kesukuan. "Primordialisme kedaerahan itu harus kita kikis, kurangi," lanjut politikus Partai Golkar itu. Menurut dia, primordialisme dan fanatisme kesukuan rentan untuk dijadikan alat politik. "Di Kaltim contohnya, saya sempat lihat beberapa calon itu melakukan riset terhadap calon pemilih berdasarkan sukunya. Ini sudah tidak boleh, harusnya kan memilih itu berdasarkan kinerja, visi, misi dan kemampuan calon tersebut," imbuhnya. Fanatisme kedaerahan yang dibalut dengan politik, menurut Mahyudin, akan bertambah parah jika masyarakat tidak memiliki pemahaman kebinekaan. "Ini benar-benar harus diantisipasi," tegas dia.
Ciptakan harmoni
Staf Khusus Presiden Jokowi, Diaz Hendropriyono, mengingatkan, di tengah situasi global yang sedang tak menentu, yang paling penting saat ini adalah menciptakan harmoni di negeri sendiri. Salah satunya ialah dengan meningkatkan nasionalisme. Nasionalisme masyarakat Indonesia harus ditumbuhkan kembali. Berbagai peristiwa intoleransi tidak boleh lagi mencoreng kehidupan bernegara seperti pembakaran gereja di Aceh Singkil, pembakaran wihara di Tanjung Balai, serta pembakaran musala di Tolikara. "Saat ini nasionalisme sedang tergerus, ditunjukkan oleh berbagai survei. Menurut survei, ada 4% penduduk Indonesia yang mendukung IS (Islamic State). Meski terlihat kecil, jika dibandingkan dengan 250 juta penduduk Indonesia merupakan angka yang besar," ujar Diaz dalam Seminar Nasional Agama dan Kebudayaan: Strategi Kebudayaan: Dialog Agama dan Kebudayaan untuk Indonesia Berkemajuan oleh Komunitas Muda Nusantara di Jakarta, akhir pekan lalu.
Ia menambahkan, perkembangan liberalisme dan revolusi teknologi juga meningkatkan individualisme. Hal itu tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, seperti gotong-royong. Lebih jauh ia mengimbau agama harus dijadikan sebagai alat pemersatu, bukan sebagai alat politik. "Tugas ulama, pemuka agama untuk menyatakan ini. Agama yang beragam di Indonesia, harus menjadi berkah," tegas dia. Sementara itu, Aaktivis milenial Danik Eka Rahmaningtyas mengingatkan, kesadaran terhadap keragaman mesti ditingkatkan. "Konflik terjadi di mana-mana karena kesadaran akan keberagaman belum terbentuk," terang Danik.
Menurutnya, konsep yang harus ditanamkan ke masyarakat saat ini ialah 'Saya Indonesia'. Konsep kesatuan harus lebih tinggi daripada kesukuan. "Primordialisme kedaerahan itu harus kita kikis, kurangi," lanjut politikus Partai Golkar itu. Menurut dia, primordialisme dan fanatisme kesukuan rentan untuk dijadikan alat politik. "Di Kaltim contohnya, saya sempat lihat beberapa calon itu melakukan riset terhadap calon pemilih berdasarkan sukunya. Ini sudah tidak boleh, harusnya kan memilih itu berdasarkan kinerja, visi, misi dan kemampuan calon tersebut," imbuhnya. Fanatisme kedaerahan yang dibalut dengan politik, menurut Mahyudin, akan bertambah parah jika masyarakat tidak memiliki pemahaman kebinekaan. "Ini benar-benar harus diantisipasi," tegas dia.
Ciptakan harmoni
Staf Khusus Presiden Jokowi, Diaz Hendropriyono, mengingatkan, di tengah situasi global yang sedang tak menentu, yang paling penting saat ini adalah menciptakan harmoni di negeri sendiri. Salah satunya ialah dengan meningkatkan nasionalisme. Nasionalisme masyarakat Indonesia harus ditumbuhkan kembali. Berbagai peristiwa intoleransi tidak boleh lagi mencoreng kehidupan bernegara seperti pembakaran gereja di Aceh Singkil, pembakaran wihara di Tanjung Balai, serta pembakaran musala di Tolikara. "Saat ini nasionalisme sedang tergerus, ditunjukkan oleh berbagai survei. Menurut survei, ada 4% penduduk Indonesia yang mendukung IS (Islamic State). Meski terlihat kecil, jika dibandingkan dengan 250 juta penduduk Indonesia merupakan angka yang besar," ujar Diaz dalam Seminar Nasional Agama dan Kebudayaan: Strategi Kebudayaan: Dialog Agama dan Kebudayaan untuk Indonesia Berkemajuan oleh Komunitas Muda Nusantara di Jakarta, akhir pekan lalu.
Ia menambahkan, perkembangan liberalisme dan revolusi teknologi juga meningkatkan individualisme. Hal itu tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, seperti gotong-royong. Lebih jauh ia mengimbau agama harus dijadikan sebagai alat pemersatu, bukan sebagai alat politik. "Tugas ulama, pemuka agama untuk menyatakan ini. Agama yang beragam di Indonesia, harus menjadi berkah," tegas dia. Sementara itu, Aaktivis milenial Danik Eka Rahmaningtyas mengingatkan, kesadaran terhadap keragaman mesti ditingkatkan. "Konflik terjadi di mana-mana karena kesadaran akan keberagaman belum terbentuk," terang Danik.
KEBHINEKAAN itu UDAH ABADI dlam jati diri NKRI
Sumber: http://www.mediaindonesia.com/news/r...kri/2017-12-11
0
853
Kutip
8
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan