Buat apa kain ditenun
supaya indah bak bunga melaur
izinkan saya untuk berpantun
semoga kawan jadi terhibur...


Rasanya lama sekali saya tidak mendengar bahasa pantun yang mengalun-alun merasuki gendang telinga.

Pantun atau gurindam adalah ciri khas milik bangsa Indonesia terutama suku Melayu. Meski suku dan daerah lain banyak jua yang berpantun ria, akan tetapi, orang-orang Melayu merupakan pusat peradaban dari gurindam ini.

Dahulu, sebelum era kidz jaman now yang berhasil merusak tatanan bahasa dengan slang mereka, orang-orang Melayu jika hendak mengekspresikan sesuatu, biasanya memulainya dengan bahasa kiasan.

Meski sekilas tampak mudah, menyusun pantun itu memerlukan kosa kata tingkat dewa. Coba deh, kidz zaman now disuruh berpantun ria, bisa-bisa disuruh jam 8 pagi, maghrib baru kelar.

Akan tetapi, pada era generasi Melayu tahun 1940 dan 1950-an, berpantun itu tak ubahnya jalan tol yang mulus lalu dilumeri dengan oli. Lancar jaya tanpa mikir tersendat-sendat karena pada jaman dulu, pola pikir masyarakat belum terkontaminasi hal-hal buruk seperti saat ini.

Mereka juga bisa berpikir secara kreatif dengan pembendaharaan kosa kata yang melimpah. Selain itu, untuk berpantun, seseorang membutuhkan kemampuan berpikir dengan cepat.

Itu sebabnya, orang yang gemar berpantun, biasanya memiliki tingkat intelegensi yang cukup baik.

Menurut sejarah, Imperium Melayu Riau adalah penyambung warisan kerajaan Sriwijaya. Kedatangan Sriwijaya pada sekitar tahun 517 sampai dengan 683 dibawah kekuasaan Melayu. Daerah ini meliputi Sumatera Tengah dan bagian Selatan.

Oleh karenanya, rata-rata orang Sumatera gemar berpantun ria. Seperti saya misalnya.

Menyusun pantun, seperti contoh pada pembukaan tulisan ini, memiliki hakekat yang tidak hanya sekedar kata bersusun a, b, a, b pada akhirannya. Namun lebih dari sekedar itu.



Pada tiap-tiap kalimat yang tersusun, selalu mengandung unsur petuah. Sebagai misal pantun berikut ini :

Tetak buluh panjang suluh
mari jolok sarang penyengat
angkat doa jari sepuluh
doa minta biar selamat...

Asam kandis asam gelugur
kedua asam siriang-riang
menangis mayat dipintu kubur
teringat badan tidak sembahyang...

Ada pula pantun yang kerap dijadikan sebagai rayuan maut. Saya coba untuk membuatnya untuk para Sista dimari.

Memasak air dalam belanga
tali tersangkut pagar nan tinggi
hati bimbang sebab asmara
kerana adik jiwa terpatri...



Selain untuk memberikan petuah bagi sesama, pantun juga sering dijadikan sebagai ungkapan rasa terimakasih orang Melayu dalam menyambut tamu, pada prosesi lamaran menjelang pernikahan dan lain sebagainya.

Nah, demikian sejarah singkat tentang pantun atau gurindam. Kebudayaan ini mesti dijaga bersama. Karena bagaimanapun, pantun merupakan ciri khas budaya Melayu.

Jika tetangga sebelah Malaysia kerap berpantun, jangan lah serta merta dituduh mencuri kebudayaan kita. Karena mereka juga bersuku Melayu meski beda negara dan beda kelakuan.



Mari kita jaga bersama, meski tak harus menggunakan pantun setiap hari.

Nanti mentang-mentang saya ajak menjaga kebudayaan, bikin CV buat lamaran kerja, malah pakai pantun. Yang baca bisa bingung.

Tapi kalau mau melamar kekasih pakai pantun, itu bagus. Saya siap membantu. Minimal bantu doa.



Mari berbalas pantun dengan cara yang santun. Sebab, dari bait kata yang tersusun, akan tercermin jiwa yang yang matang seperti buah yang ranum.

Galah panjang terikat tali
menjolok buah dipagi hari
cukup sekian tulisan ini
maafkan saya jika tak berkenan dihati


Selamat berakhir pekan...
©Skydavee
Sumber gambar: google
Referensi:
1. prikita.blogspot.co.id/2016/03/pantun-melayu-tak-usang-di-kepulauan.html?m=1
2. jantungmelayu.com/2017/03/ihwal-pantun-warisan-dunia/
3. https://devilmavioso.wordpress.com/u...n-dari-melayu/
4. budaya-indonesia.org/pantun-dan-gurindam-dari-melayu