c4punk1950...Avatar border
TS
c4punk1950...
Mengenal Negara Asing Yang Menjadikan Bahasa Jawa Sebagai Budaya Sehari-hari.


Di malam sepi begini enaknya sih minum kopi, namun sayang penjual kopi berbahasa ngapak yang aku sendiri tak mengerti artinya namun hanya bisa mengangguk angguk macam burung kutilang.



Nampaknya bahasa ini memang unik jadi teringat beberapa negara yang menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa keseharian mereka, yuk kita intip negara mana saja sih yang menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa resminya, atau bahasa keseharian masyarakat disana.


Republik Suriname




Negara ini memang sudah banyak diketahui penduduknya banyak orang jawa yang berada di sana yang beranak pinak dari leluhur mereka saat Indonesia masih dijajah Belanda.

Republik Suriname sendiri terletak di Benua Amerika Bagian Selatan. Di masa lalu negara ini merupakan bekas jajahan Belanda. Ketika itu masih bernama Guyana Belanda. Di bagian barat berbatasan dengan Guyanama, di timur berbatasan dengan Guyana Perancis.



Sementara di sebelah selatan berbatasan dengan Brazilia, dan Lautan Atlantik di bagian utaranya. Antara tahun 1890 hingga 1939 sebanyak 75 ribu jiwa orang yang berasal dari etnis Jawa dibawa oleh Belanda sebagai pekerja disana. Kini 15 persen penduduk negara tersebut memakai bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Jabatan-jabatan penting di Pemerintahan pun sudah banyak yang dijabat oleh orang dari keturunan Jawa.



Bahasa Jawa Suriname merupakan ragam atau dialek bahasa Jawa yang dituturkan di Suriname dan oleh komunitas Jawa Suriname di Belanda. Jumlah penuturnya kurang lebih ada 65.000 jiwa di Suriname dan 30.000 jiwa di Belanda. Orang Jawa Suriname merupakan keturunan kuli kontrak yang didatangkan dari Tanah Jawa dan sekitarnya.




Di Suriname juga pernah ada penutur bahasa Banyumasan (ngapak-ngapak). Sayangnya, bahasa ini dianggap tidak baik dan penuturnya sering dihina. Akibatnya, keturunan mereka tak lagi mempelajari dan menuturkan bahasa Banyumasan.

Di Suriname hanya terdapat 1 dialek Jawa. Namun, adanya varian-varian kata menunjukkan bahwa pada masa lalu para migran Jawa itu menuturkan sejumlah dialek yang berbeda.



Dalam bahasa Jawa Suriname, terdapat juga basa krama (bahasa halus), namun tak lagi serupa dengan bahasa Jawa di Jawa. Bahkan generasi mudanya sudah banyak yang tak bisa menuturkan basa krama.

Terdapat 3 ragam bahasa Jawa di Suriname, yakni ngoko, krama dan krama napis. Krama di Jawa adalah krama madya dan krama inggil.


Nouvelle Celedonie


Negara ini disebut juga Kaledonia Baru, New Caledonia (bahasa Perancis: Nouvelle-Calédonie) adalah sebuah wilayah yang berstatus jajahan sui generis Perancis. Wilayah ini terletak di sub-benua Melanesia di Samudra Pasifik sebelah barat daya. Juga dinamai Kanaki yang dari nama penduduk asli kepulauan itu. Negara kepulauan ini telah dikuasai Perancis selain Polinesia Perancis. Status ini dikenakan sampai 1998. Namanya berasal dari bahasa Latin Skotlandia. Ibu kotanya ialah Noumea.



New Caledonia merupakan kepulauan seluas 18,575 kilometer persegi di Samudera Pasifik yang ditemukan oleh penjelajah James Cook pada 4 September 1774 ketika melakukan perjalanan keduanya di kawasan Pasifik. Ia menamakan wilayah ini New Caledonia karena teringat tanah kelahirannya, Skotlandia. Di bawah pemerintahan Napoleon III, Prancis mengambil alih New Caledonia secara resmi pada 24 September 1853 dan membangun Port de France (Noumea) yang sekarang menjadi ibu kota New Caledonia pada 25 Juni 1854.



Dahulu orang Jawa di Kaledonia Baru menjadi kuli kontrak atau mencari kehidupan lebih baik di negeri asing. Perpindahan orang Jawa di Kaledonia Baru juga sama dengan orang Jawa Suriname, namun kepindahan orang Jawa di Pasifik telah terhenti sejak 1949.

Jumlah penduduk Kaledonia Baru tercatat tanggal 1 September 2006, yaitu: 237.765 jiwa.

Orang Jawa di Kaledonia Baru tetap menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari, namun kini anak-anak mudanya ada juga yang tak bisa berbahasa Jawa, hanya bisa berbahasa Perancis saja.



Namun untuk masyarakat yang mengajarkan bahasa jawa ke anaknya masih ada bahkan di gunakan dalam bahasa keseharian disana.

Setiap 16 Februari, masyarakat Jawa di sana memperingati hari pertama kedatangannya dengan nyekar di Tugu Centainer Valon-Du-Gaz, Noumea. Tugu tersebut merupakan tempat pertama kali orang Jawa menginjakkan kaki di Kaledonia Baru pada 1896.

Dari sebuah sumber media jawa disebutkan ada lebih 7.000 orang Jawa di Kaledonia. Sekitar 2.000 di antaranya masih tercatat sebagai warga negara Indonesia. Sementara, sisanya sudah beralih ke kewarganegaraan Prancis. Mereka tersebar di berbagai kota di Kaledonia Baru. Komunitas Jawa terbesar di kota Noumea.

Karena lama tinggal dan beranak pinak, akulturasi budaya pun tak terhindarkan. Terutama disebabkan perkimpoian dengan bangsa-bangsa lain baik pribumi, Prancis, maupun bangsa Asia lain seperti China dan Jepang.

Hal yang paling kentara adalah soal nama. Seperti nama Vaquijot sebenarnya berasal dari nama Jawa, Wakidjo. Bagi pendengaran secara fonetik Prancis, nama Wakidjo terdengar “Vaquijot”. Contoh lain penyesuaian nama yakni Bou Di Mane (Budiman) atau Saricone (Sarikun). “mereka diterima baik dan sudah menjadi bagian masyarakat, tanpa ada perbedaan. Tidak ada kelas sosial di sana, semuanya sama,”



Orang Jawa, disana bahkan cenderung disukai karena terkenal baik hati, ramah, setia kawan, dan loyal. Masyarakat setempat menyebutnya Niaoulis (baca: Nyauli). Kata itu dalam bahasa setempat berarti pohon kayu putih. Ini berasal dari kebiasaan para pekerja perempuan Jawa zaman dulu yang suka meninggalkan anaknya di bawah pohon kayu putih ketika bekerja.


Cocos Island


Kepulauan Cocos atau disebut juga Cocos (Keeling) Islands adalah sebuah Wilayah Luar negeri Australia yang terdiri dari 2 atol dan 27 kepulauan koral. Ibukotanya terletak di West Island. dibawah pemerintahan Neil Lucas sebagai Administrator.



Cocos (Keeling) Islands adalah kepulauan kecil yang terletak sekitar 1000 km dari Jakarta, yakni sebelah selatan Pulau Jawa di Samudra Hindia, dan 2800 km dari Perth, Australia. Penduduknya sekitar 600-an orang. Cocos (Keeling) Islands masuk dalam teritori negara Australia sejak 1955 setelah sebelumnya dikuasai Inggris dan Srilanka.

Pada tahun 1609 Kapten William Keeling adalah orang Eropa pertama yang melihat pulau-pulau ini, tapi pada saat itu pulau ini tak berpenghuni hingga pada abad kesembilan belas, ketika mereka menjadi milik Keluarga Clunies-Ross. Seorang pelaut pedagang Skotlandia bernama Kapten John Clunies-Ross menjelajahi pulau-pulau ini di tahun 1825, yang bertujuan untuk memisahkan mereka dengan keluarganya.



Alexander Hare, yang telah mengambil bagian dalam pengambilalihan Stamford Raffles Jawa pada tahun 1811 Mendarat dan diselesaikan dengan memasukkan etnis jawa yang berasal dari Indonesia untuk dijadkan pekerja di pulau ini.

Pekerja dibayar dalam mata uang yang disebut rupee Cocos, mata uang John Clunies-Ross dicetak sendiri yang hanya bisa ditebus di toko perusahaan. pemukiman terbesar adalah desa Banten (Home Island). Pemerintahan pulau didasarkan pada Cocos (Keeling) Kepulauan act 1955, dan sangat disayangkan kepemerintahan di pualu ini bergantung pada hukum-hukum Australia.



Ada dua sekolah di pulau ini Mereka berada di dua pulau berpenghuni. Salah satunya adalah di Pulau Barat, dan yang lainnya di Home Island.

Sekolah yang diinstruksikan berkomunikasi dalam bahasa Inggris, dan upaya yang dilakukan untuk mencegah siswa berbicara bahasa lokal bahasa logat indonesia/melayu di lokasi sekolah.



Nah, yang unik dari pulau ini adalah bahwa 80% penduduknya adalah muslim, dan beretnis Jawa dan Melayu. Betul, mereka adalah keturunan para pekerja yang didatangkan oleh Inggris dari Jawa pada abad 19, untuk bekerja di perkebunan di sana. Konon, para keturunan Jawa ini masih memegang budaya Jawanya, bahkan di antara golongan tuanya, masih ada (mungkin sedikit) yang masih bisa berbahasa Jawa. Bahkan di dalam logo kepulauan tersebut, terdapat tulisan berbahasa Indonesia “Maju Pulau Kita”. Bahkan wayang kulit diadopsi menjadi gambar di perangko nasional Australia. Dulunya, wayang-wayang yang dibuat di Cocos itu mereka buat dari kulit hiu kering, sedangkan dalang terakhir mereka Mbah Itjang meninggal pada tahun 1949.


Itulah negara yang masih menjadikan bahasa Jawa sebagai bahasa keseharian mereka, semoga info ini menambah ilmu sobat kaskus dan jangan lupa sruppuuuttt kopi dolo kawan....

emoticon-coffee





Diubah oleh c4punk1950... 09-11-2017 16:13
0
18.9K
91
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan