Media IndonesiaAvatar border
TS
Media Indonesia
Refly dan Maruar Adu Pendapat di MK


FILOSOFI dasar dari hak angket DPR ialah sebagai instrumen checks and balances dalam sistem demokrasi presidensial. Hal itu mengandung arti hak angket hanya ditujukan bagi lembaga eksekutif di bawah presiden.

Demikian keterangan Pakar Hukum Tata Negara Refly Ha-run sebagai ahli yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sidang uji materiil aturan hak angket DPR dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang UU MD3 yang digelar kemarin.



Sidang yang dipimpin Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat tersebut beragendakan mendengar keterangan ahli dari Pemerintah dan Pihak Terkait Perkara 36/PUU-XV/2017, 37/PUU-XV/2017, 40/PUU-XV/2017, dan 47/PUU-XV/2017.



Dalam keterangannya, Refly menyebut Penjelasan Pasal 79 ayat (3) UU MD3 terutama frasa “pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah” dimaknai sebagai kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh presiden, wakil presiden, menteri negara, panglima TNI, kapolri, jaksa agung, atau pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian.



Menurutnya, hal ini sudah tergambar secara eksplisit bahwa batas-batas penggunaan hak angket hanya ditujukan kepada lembaga-lembaga eksekutif di bawah presiden.



“Dan kenapa begitu? Karena memang maksudnya ialah untuk check and balances antara cabang kekuasaan DPR dan cabang kekuasaan presiden. Karena ujungnya nanti dari penggunaan hak angket itu adalah the right to impeachment,” urai dia.



Ia menambahkan seandai-nya hak angket mau ditindaklanjuti, hak tersebut kemudian akan menjadi hak menyatakan pendapat. Hak menyatakan pendapat kemudian ujungnya ada impeachment.



Sementara itu, mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan selaku ahli pemerintah menilai hak angket DPR juga mencakup KPK, meski lembaga antirasywah tersebut merupakan lembaga independen. Karena secara tekstual, KPK merupakan lembaga yang melaksanakan undang-undang.



“Tidaklah dapat dijadikan landasan untuk menyatakan hak angket DPR tidak meliputi KPK sebagai lembaga independen. Karena secara tekstual, jelas KPK merupakan organ (lembaga) yang melaksanakan undang-undang,” kata dia.



Pengaturan yang dianggap bersifat kumulatif dalam kata dan/atau kebijakan pemerintah tidak dapat ditafsirkan bahwa hak angket hanya ditujukan kepada pemerintah dengan kebijakan yang berdampak luas pada kehidupan berbangsa dan bernegara.



Sebelumnya, sejumlah pegawai KPK melakukan pengujian terkait tentang hak angket DPR. Hal serupa juga diungkapkan mantan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Corruption Watch (ICW) serta Konfederasi Persatuan buruh Indonesia (KPBI) yang tergabung dalam Tim Advokasi Selamatkan KPK. (Nur/*/P-4)


Sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/r...-mk/2017-10-26

---

Kumpulan Berita Terkait :

- Tarif MRT Jangan Lebih dari Rp10 Ribu

- Andreas Mangkir, Sandiaga belum akan Dipanggil

- Di Asia, Kemacetan Jakarta Lebih Lama

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
561
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan