Oleh: Raden Bintang Satria Putera, Mahasiswa Program Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Islam Malang

Seperti yang kita ketahui bersama, sudah hampir lebih dari 1 Tahun transportasi berbasis aplikasi online seperti Gojek dan Grab telah beroperasi, selain tarif harganya yang relatif lebih murah dan terjangkau oleh kalangan pelajar/ mahasiswa sekalipun, ini merupakan alternatif yang baik bagi masyarakat khususnya Kota Malang dan sekitarnya untuk berpergian tanpa harus berjalan kaki hingga jalan raya utama dan bahkan bukan hanya mengantarkan penumpang ke tempat tujuan saja tetapi aplikasi berbasis online seperti Gojek ini telah menawarkan berbagai fitur seperti Go-food yaitu dengan cara kita memesan makanan/ minuman tanpa harus pergi ke restoran yang dituju dan juga Go-Clean yang menawarkan jasa pembersihan seperti rumah dsb.

Akan tetapi bukan berarti dengan adanya aplikasi transportasi berbasis online seperti Gojek/Grab diterima dengan baik oleh kalangan masyarakat Kota Malang khususnya para pengemudi transportasi konvensional/tradisional. Dengan adanya permasalahan tentang pelarangan transportasi berbasis online ini, banyak dari sebagian para pengemudi tansportasi konvensional yang geram akan adanya transportasi berbasis aplikasi online karena mereka mengklaim bahwa pendapatan mereka berkurang drastis hingga 50% lebih.
Dari sebagian para pengemudi transportasi konvensional telah melakukan aksi sweeping untuk mencari pengemudi transportasi online, bahkan mereka tidak segan2 melakukan aksi yang tidak terpuji yaitu melakukan tindak kekerasan pemukulan ke pengemudi transportasi online seperti yang dialami oleh pengemudi Grabcar beberapa minggu lalu di area Stasiun Malang Kota, hal ini tentunya memunculkan rasa khawatir dan takut oleh pengemudi transportasi online dan juga sebagian masyarakat yang memakai jasa transportasi online tersebut. Pasalnya, transportasi berbasis aplikasi online ini belum memiliki izin beroperasi dari Pemkot Malang, hal tersebut yang memicu para pengemudi transportasi konvensional untuk melakukan aksi demo/ mogok kerja yang dilakukan di depan Gedung Balai Kota Malang pada bulan Maret 2017.



Dari hasil demo tersebut, maka disepakatilah batasan yang harus dipatuhi oleh pengemudi transportasi online yakni tidak boleh mengambil order di 8 titik seperti mall, rumah sakit, stasiun, pasar, tempat hiburan dan jalur yang dilalui oleh angkutan umum. Hingga akhirnya para pengemudi transportasi konvensional melakukan aksi mogok kerja untuk kesekian kalinya pada tanggal 26 september 2017 minggu lalu yang dilakukan di depan gedung Balai Kota Malang. Dari hasil mediasi yang dilakukan oleh Pemkot Malang, Wakil Walikota Malang Sutiaji mengaku bahwa sampai saat ini transportasi online belum memiliki izin beroperasi seperti layaknya transportasi konvensional. Oleh karenanya, Sutaji, selaku Walikota Malang bersepakat bahwa transportasi berbasis aplikasi online seperti Gojek/Grab tidak boleh beroperasi hingga adanya surat izin jalan layaknya transportasi konvensional yang beroperasi di Malang.

Pembekuan izin beroperasi sementara untuk transportasi online yang dilakukan oleh Pemkot Malang dirasa cukup merugikan ratusan orang dari pihak pengemudi transportasi online. Pasalnya, banyak dari mereka yang menjadikan pekerjaan tersebut menjadi pekerjaan tetap yang pada akhirnya mereka tetap beroperasi secara diam2, inilah yang dirasa bahwa pembekuan izin beroperasi sementara terhadap transportasi online yang dilakukan oleh Pemkot Malang tidak adil dan cenderung memihak kepada pihak tertentu dan tidak memberikan solusi yang baik bagi kedua belah pihak sehingga merugikan salah satu pihak yakni transportasi online.