Media IndonesiaAvatar border
TS
Media Indonesia
Pengobatan tidak Tuntas, Tb Mengganas



PENGOBATAN secara tuntas wajib dilakukan setiap pasien tuberkulosis (Tb). Namun, lebih dari 30% pasien Tb di Indonesia yang berobat tidak melanjutkan pengobatan hingga tuntas. Kondisi itu menjadi penyebab utama masih tingginya jumlah penderita Tb di Indonesia. “Memang banyak sekali yang drop out pengobatannya. Kemudian tidak terlacak dengan baik bila ia berobat di swasta.



Jumlahnya bisa mencapai setengahnya dari yang berobat,” ujar Kasubdit Pengendalian Tuberkulosis Kementerian Kesehatan, Asik Surya, dalam diskusi Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia, di Jakarta, kemarin. Asik mengatakan, pada dasarnya, obat untuk Tb telah disediakan gratis oleh pemerintah. Baik di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta. Namun, karena proses pengobatan yang memerlukan waktu minimal enam bulan, banyak di antaranya pasien yang berhenti berobat di tengah jalan. Akibatnya, kuman Tb akan terus tersebar dari pasien yang tidak terobati dengan tuntas tersebut. “Kalau di puskesmas masih bisa di-tracking karena memang ada



dana untuk melakukan itu agar pasien bisa kembali berobat. Di RS swasta ini yang belum ada. Kita terus mengupayakan agar dimungkinkan melakukan hal serupa di sana.” Data Kemenkes menyebutkan, hingga 2016 rata-rata jumlah kasus baru Tb di Indonesia setiap tahun mencapai lebih dari satu juta kasus dan angka kematian mencapai 100 ribu per tahun. “Perkiraan kami itu baru sekitar 30% yang terdata, karena berobat,” kata Asik.



MDR-Tb

Pada kesempatan sama, dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, Jakarta, Erlina Burhan, mengatakan pasien Tb yang tidak melakukan pengobatan dengan baik berpotensi jauh lebih tinggi mengalami kematian. Pasien berisiko mengalami Multidrug Resistant- Tb (MDR-Tb), yakni bentuk penyakit Tb yang lebih parah, memerlukan pengobatan yang lebih lama dan angka kematian yang lebih tinggi. “Pada MDR-Tb, kumannya resisten terhadap obat lini pertama. Mereka harus menjalani pengobatan dengan obat yang lebih kuat dengan waktu lebih lama. Kalau ditotal, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai 100% sampai 300% lebih banyak,” ujar Erlina.



Ia menjelaskan, Tb biasa ‘hanya’ memerlukan pengobatan selama enam bulan. Namun, bila pada MDRTb, pengobatannya bisa mencapai 2 tahun. Kualitas hidup pasien juga menurun lebih signifikan karena keluhan yang jauh lebih banyak. Kuman Tb, terang Erlina, dapat menular ke orang lain melalui udara. Semakin parah penyakit seorang penderita, semakin tinggi potensi ia menularkannya pada orang lain lewat beberapa aktivitas, seperti bicara, batuk, dan bersin. Meski begitu, tidak semua orang akan mengalami penyakit Tb ketika kuman masuk ke tubuhnya. “Jadi ketika kuman masuk, ia akan tidur atau tidak bereaksi selama sistem imunnya baik.



Ia akan bereaksi dan berkembang biak bila kondisi tubuh orang itu lemah. Masa inkubasi atau masa tinggal kuman di tubuh seseorang bisa puluhan tahun. Jadi seseorang bisa kapan saja tiba-tiba sakit Tb bila sudah ada kuman dan tidak menjaga daya tahan,” papar Erlinda. Indonesia saat ini menjadi negara kedua di dunia dengan jumlah penderita Tb terbanyak. India menempati posisi tertinggi. Sementara itu, di bawah Indonesia ada Nigeria, Pakistan, dan Afrika Selatan. Saat ini vaksin Tb masih diteliti. Ditargetkan, pada 2025 vaksin tersebut sudah dapat dipasarkan di masyarakat. (H-3)

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/r...nas/2017-10-02

---

Kumpulan Berita Terkait :

- Bubur Gandum Lebih Bermanfaat

- Presiden Minta Rakyat Dibuat Tenang

- Deteksi Dini Demensia

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
840
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan