ryan.manullang
TS
ryan.manullang
Sejarah Perang Tapanuli / Batak (1878-1907)
Quote:

Quote:


Faktor-faktor penyebab Perang Batak

Sebab Umum
- Adanya tantangan raja Batak Tapanuli yang masih menganut agama Batak kuno (Animisme dinamisme) atas penyebaran agama Kristen di Tapanuli.
- Adanya siasat Belanda dengan menggunakan gerakan Zending untuk menguasai daerah Tapanuli.
- Alasan yang digunakan Belanda untuk menindas pejuang Padri dan pemimpin-pemimpin Aceh banyak melarikan diri ke daerah Tapanuli.

Sebab Khusus
Penolakan Raja Si Singamangaraja ke-XII atas penyebaran agama Kristen di daerah Tapanuli. Perang Tapanuli (1878-1907) terjadi karena kebijakan Belanda di Nusantara, dan berlaku juga di Tapanuli, membuat rakyat mengalami penderitaan yang hebat. Banyak para petani yang kehilangan tanah dan pekerjaannya karena diberlakukannya politik liberal yang membebaskan kepada para pengusaha Eropa untuk dapat menyewa tanah penduduk pribumi. Dan dalam pelaksanaanya banyak penduduk pribumi yang dipaksakan untuk menyewakan tanahnya dengan harga murah. Untuk itu Sisingamangaraja mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Beberapa alasan Sisingamangaraja XII mengadakan perlawanan terhadap Belanda:
1. Pengaruh Sisingamangaraja semakin kecil.
2. Adanya Zending atau misi penyebaran agama kristen di Tapanuli dan sekitarnya.
3. Belanda memperluas kekuasaannya dalam rangka Pax Netherlandica.

Quote:

Peristiwa Perang Batak (1878-1907)
Sampai abad ke-18, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan damai di bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang masih muda. Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja Sisingamangaraja XII
mengunjungi suatu negeri semua yang “terbeang”atau ditawan, harus dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang terkenal anti perbudakan, anti penindasan dan sangat menghargai kemerdekaan. Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman diusir oleh Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para penginjil sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Sisingamangaraja XII di Bangkara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
Quote:

Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat kediaman penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian beserta penginjil Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Namun kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian mengumumkan pulas (perang) pada tanggal 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan. Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada tanggal 1 Mei 1878, Bangkara pusat pemerintahan Sisingamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878 seluruh Bangkara dapat ditaklukkan namun Singamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal di Bangkara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan pemerintah Hindia-Belanda.

Walaupun Bakkara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara gerilya, namun sampai akhir Desember 1878 beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga dapat ditaklukkan oleh pasukan Belanda. Karena lemah secara taktis, Sisingamangaraja XII menjalin hubungan dengan pasukan Aceh dan dengan tokoh-tokoh pejuang Aceh beragama Islam untuk meningkatkan kemampuan tempur pasukannya. Dia berangkat ke wilayah Gayo, Alas, Singkel, dan Pidie di Aceh dan turut serta pula dalam latihan perang Keumala. Karena Belanda selalu unggul dalam persenjataan, maka taktik perang perjuangan Batak dilakukan secara tiba-tiba, hal ini mirip dengan taktik perang Gerilya.
Pada tahun 1888, pejuang-pejuang Batak melakukan penyerangan ke Kota Tua. Mereka dibantu orang-orang Aceh yang datang dari Trumon. Perlawanan ini dapat dihentikan oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh J. A. Visser, namun Belanda juga menghadapi kesulitan melawan perjuangan di Aceh. Sehingga Belanda terpaksa mengurangi kegiatan untuk melawan Sisingamangaraja XII karena untuk menghindari berkurangnya pasukan Belanda yang tewas dalam peperangan. Pada tanggal 8 Agustus 1889, pasukan Sisingamangaraja XII kembali menyerang Belanda. Seorang prajurit Belanda tewas, dan Belanda harus mundur dari Lobu Talu. Namun Belanda mendatangkan bala bantuan dari Padang, sehingga Lobu Talu dapat direbut kembali. Pada tanggal 4 September 1889, Huta Paong diduduki oleh Belanda. Pasukan Batak terpaksa ditarik mundur ke Passinguran. Pasukan Belanda terus mengejar pasukan Batak sehingga ketika tiba di Tamba, terjadi pertarungan sengit. Pasukan Belanda ditembaki oleh pasukan Batak, dan Belanda membalasnya terus menerus dengan peluru dan altileri, sehingga pasukan Batak mundur ke daerah Horion.

Sisingamangaraja XII dianggap selalu mengobarkan perlawanan di seluruh Sumatera Utara. Kemudian untuk menanggulanginya, Belanda berjanji akan menobatkan Sisingamangaraja XII menjadi Sultan Batak. Sisingamangaraja XII tegas menolak iming-iming tersebut, baginya lebih baik mati daripada menghianati bangsa sendiri. Belanda semakin geram, sehingga mendatangkan regu pencari jejak dari Afrika, untuk mencari persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat Situmorang. Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta, Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung.
Panglima Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1906.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Ia bertempur sampai titik darah penghabisan. Boru Sagala,
Isteri Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan Belanda. Ikut tertangkap putra-putri Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Pangkilim. Menyusul Boru Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap, menyusul Sunting Mariam, putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain.


Akhir Perang
Yang awalnya pasukan Sisingamangaraja masih melakukan perlawana namun tahun 1900 kekuatan Sisingamangaraja semakin surut. Sehingga perlawanan tidak dikerahkan untuk melakukan penyerangan sebanyak mungkin melainkan memperthankan diri dari serangan lawan selain penduduk daerah Dairi dan Pak-pak masih setia kepada mereka. Selain itu Belanda juga melakukan gerakan pembasmi gerakan-gerakan perlawanan yang ada di Sumatera (Aceh dan Batak). Operasi diketuai oleh Overste Van Daelan yang bergerak dari Aceh terus ke Batak. Mereka mengadakan pengepungan dan membakar kamung-kampung yang membangkang, pertempuran semakin sengit antara kedua belah pihak.
Pada saat Belanda sampai di daerah Pak-Pak dan Dairi pasukan Sisinga mangaraja semakin terkepung sedangkan di lain pihak hubungan mereka dengan Aceh sudah terputus. Dengan terdesaknya pasukan Sisingamangaraja mereka terus berpindah-pindah dari satu tempat ketempat yang lain untuk menyelamatkan diri.
Tahun 1907, pengepungan yang dilakukan oleh Belanda terhadap pasukan Sisingamangaraja dilakukan secara intensif yang dipimpin oleh Hans Christoffel. Dimulai menelusuri jejak Sisingamangaraja oleh Belanda namun mereka gagal menangkap Sisingamangaraja dan anak istrinya ditawan oleh Belanda. Boru Situmorang ibu Sisingamangaraja tertangkap dan dijadikan tawanan perang oleh Belanda sementara itu Sisingamangaraja belum juga menyerahkan diri dan Belanda terus mencari sampai tanggal 28 Mei pihak belanda mengetahui bahwa Sisingamangaraja berada di Barus maka Wenzel mengarahkan pasukan untuk menangkapnya tetapi tidak berhasil.
4 Juni 1907 pihak Belanda mengetahui bahwa Sisingamangaraja berada di Penegen dan Bululage dan mereka melakukan pengerebekan melalui Huta Anggoris yang tak jauh dari panguhon. Ternyata Sisingamangaraja telah meninggalkan tepat itu sebelum mereka datang. Sisingamangaraja terus menyingkir ke darah Asahan sementara itu Belanda terus mengejar melalui kampung Batu Simbolon, Bongkaras dan Komi.
Banyak penduduk sekitar ditangkap karena dicurigai bekerjasma dengan Sisingamangaraja. Berbagai usaha yang dilakukan Belanda tanggal 17 Juni 1907 Sisingamangaraja berhasil ditangkap didekat Aik Sibulbulon (derah Dairi) dalam keadaan lemah Sisingamangaraja dan pasukanya terus mengadakan perlawanan. Dalam peristiwa Sisingamangaraja tertebak oleh Belanda sehingga pada saat itu Sisingamangaraja mati terbunuh ditempat. Disaat yang bersamaan anak perempuan dan dua putra laki-lakinya juga gugur sedangkan istri, ibu dan putra-putra lainnya masih menjadi tawanan perang oleh Belanda, dengan gugurnya Sisingamangaraja maka seluruh daerah Batak menjadi milik Belanda. Sejak saat itu kerja rodi didaerah ini melemahkan struktur tradisional masyarakat semakin lama semakin runtuh.
(dalam akhir perang Sisingamangaraja merujuk Sisingamangaraja XII)


Sidjabat,Bonar.1982. Ahu Si Singamangaraja. Jakarta : Kintamani Ofset

Dekker,Nyman.1975.Sejarah Indonesia dalam Abad XIX.YPTP Ikip Malang: Amamater

Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Noto S. 1984. Sejarah Nasional Jilid VI. Jakarta : balai Pustaka


sumber
Diubah oleh ryan.manullang 08-11-2017 13:42
0
51.9K
104
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan