gatra.comAvatar border
TS
gatra.com
Pukat UGM: Tuduhan Pansus Angket KPK Usang


Yogyakarta,GATRAnews - Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM menganggap semua tuduhan Pansus Angket KPK DPR adalah tuduhan usang. Sebelas tuduhan yang dialamatkan ke KPK hanya sebatas informasi ke masyarakat yang tidak memiliki dampak apa-apa.

"Semua hanya tuduhan usang dan tidak mendasar. KPK memang bukan malaikat suci harus dikritik dan diawasi. Tapi setiap upaya pelemahan ke lembaga antisuap ini pasti mendapat perlawanan rakyat," kata Zainurrohman, peneliti Pukat di kampus UGM, Kamis (31/8). Pansus Hak Angket KPK telah mengeluarkan laporan sementara. Meski sejak awal menolak legitimasi pansus, Pukat menyatakan perlu memberi tanggapan kendati laporan itu tidak memiliki hal baru dan hanya berisi tuduhan seperti yang sudah-sudah. Tuduhan DPR kepada KPK antara lain dari aspek kelembagaan, KPK dituding menjadi lembaga superbody yang tidak siap dan tidak bersedia dikritik dan diawasi, serta menggunakan opini media untuk menekan para pengkritiknya. Padahal menurut Pukat, label superbody disematkan seakan-akan KPK tidak memiliki batasan kewenangan. Padahal dalam menjalankan Tugas Pokok dan Fungsinya, KPK dibatasi pengaturan UU No. 30 Tahun 2002. Kewenangan KPK seperti tercantum dalam pasal 6 UU KPK lebih luas dibanding lembaga lain. Hal ini memang desain awal KPK agar dapat memberantas korupsi secara efisien dan efektif dan tidak seperti lembaga penegak hukum yang sudah ada. KPK dibentuk hanya menangani tindak pidana korupsi. Ini berbeda dengan lembaga penegak hukum lain yang memiliki kewenangan menangani semua jenis tindak pidana. Tuduhan KPK tidak siap dan tidak bersedia dikritik dan diawasi sangat jauh dari fakta. Masyarakat selama ini selain memberi dukungan juga terbiasa memberi masukan dan kritik kepada KPK. Bahkan DPR telah menjalankan pengawasan terhadap KPK seperti melalui rapat dengar pendapat. Secara rutin BPK juga menjalankan tugas melakukan pemeriksaan keuangan KPK. "Penggunaan media massa seperti untuk mengumumkan perkembangan perkara, justru merupakan bentuk transparansi oleh KPK. Sejauh ini KPK tidak pernah menggunakan media massa sebagai alat fitnah maupun menebar kebencian kepada pengkritiknya," kata dia. Terkait pengawasan, KPK telah melakukan berbagai macam pengawasan seperti pengawasan internal KPK yang bersifat melekat baik secara preventif maupun represif dalam menjalankan roda organisasi. Pengawasan fungsional oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK) terhadap penggunaan keuangan negara seperti audit terhadap penggunaan uang negara dan pengawasan parlemen. Pengawasan oleh DPR terhadap suatu kebijakan melalui rapat dengar pendapat Komisi III DPR dengan KPK. Juga pengawasan masyarakat oleh civil society guna meningkatkan pemberantasan korupsi di Indonesia, serta memberikan kritik, saran, dan masukan terhadap KPK melalu berbagai kanal. Tuduhan lain, dalam menjalankan fungsi koordinasi, KPK cenderung berjalan sendiri tanpa mempertimbangkan eksistensi, jati diri, kehormatan dan kepercayaan publik atas lembaga-lembaga negara penegak hukum. KPK juga dianggap lebih mengedepankan praktek penindakan melalui pemberitaan (opini) daripada politik pencegahan. Padahal, menurut peneliti Pukat UGM, dalam laporan tahunan KPK 2016, KPK memiliki 12 program pencegahan dibanding tiga program penindakan. Artinya, KPK tidak bertumpu kepada penindakan, tetapi juga aktif dalam program pencegahan. DPR juga menggulirkan tuduhan bahwa dalam fungsi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, KPK sama sekali tidak berpedoman pada KUHAP dan mengabaikan prinsip-prinsip hak asasi manusia bagi para pihak yang menjalani pemeriksaan. Ada berbagai praktek tekanan, ancaman, bujukan dan janji-janji, bahkan kegiatan yang membahayakan fisik dan nyawa. "Pada praktiknya semua pemeriksaan oleh KPK direkam, sehingga menekan terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh penyidik. Klaim KPK menekan terperiksa terbantah ketika rekaman pemeriksaan Miryam dibuka di depan persidangan," kata Zainurrohman. DPR menyatakan mendukung KPK untuk menangani kasus korupsi. Hal ini harus diiringi dengan langkah konkrit. "Salah satunya adalah dengan cara menghentikan hak angket yang selama beberapa waktu belakangan ini berpotensi dapat mengintervensi proses penegakan hukum kasus korupsi khususnya kasus E-KTP," kata peneliti Pukat Hifdzil Alim. Adapun mengenai hadirnya salah satu penyidik KPK Aris Budiman ke rapat Pansus Hak Angket dinilai Pukat UGM sebagai bentuk ketidakpatuhan dan pembangkangan terhadap Pimpinan KPK. "Pukat mendesak pimpinan KPK memberhentikan Aris dari jabatannya dan mengembalikannya ke Mabes Polri atau dia harus mengundurkan diri dari lembaga antirasuah itu," kata Hifdzil. Menurut Hifdzil, semua pimpinan KPK tidak mengizinkan Aris datang meskipun diundang Pansus DPR. Aris yang berpangkat brigadir jenderal polisi ketika di KPK bukan lagi anggota kepolisian sehingga harus patuh pada pimpinan lembaga yang menaunginya. Dalam kasus ini, Hifdzil meminta KPK mengusut dugaan pertemuan Aris dengan anggota Komisi III DPR. Jika Aris terbukti bersalah, KPK mesti segera mengembalikan ke Polri. Jika tidak terbukti, ia bisa dipertahankan. “Namun, dengan adanya pembangkangan ini, urusannya menjadi berbeda,” ujarnya.

Reporter: Ridlo Susanto Editor: Rosyid

Sumber : http://www.gatra.com/hukum/281583-pu...gket-kpk-usang

---


- Pukat UGM Desak KPK Tahan Setyo Novanto
0
340
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan