tribunnews.comAvatar border
TS
MOD
tribunnews.com
Gara-gara Sholat, Siswa SMA di Semarang Dipukuli Guru Hingga Dijahit 5 Jahitan



TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG -  Seorang siswa inisial S mendapat perlakuan menyakitkan. Dia dipukuli oleh guru ekstrakurikuler basket SMAN 6 Semarang inisial G.

Akibat kejadian itu, S trauma berat, dan mendapat beberapa jahitan pada luka-luka karena pemukulan.

Kejadian itu bermula ketika Rabu 2 Agustus, siswa inisial S terlambat datang ke lapangan basket karena masih mengikuti pelajaran di dalam kelas.

"Selesai pelajaran di kelas. Anak saya salat Ashar dulu. Lalu ganti baju," kata DH orangtua S memaparkan kronologi kejadian kepada tribunjateng.com.

Baca: Pamit Pulang Makan, Pekerja Bengkel Ini Malah Ditemukan Mengenaskan

Sampai di lapangan, ekstrakulikuler basket sudah berjalan. Siswa kelas X itu kemudian diminta G (guru) untuk lari cepat.

Kemudian S lari lebih cepat lagi sampai harus melewati teman-temannya. S lantas mengambil tas dan menghampiri G untuk berpamitan.

"Anak saya lalu menjulurkan tangan untuk bersalaman. Tapi lama tidak direspon G. Lalu anak saya menepuk pundak G karena niat bersalaman tidak direspon. Ketika itu G memukul anak saya hingga luka di telinga kanan," bebernya.

Tidak hanya sekali, G lalu memiting S dan kembali memukulnya berulang kali.

Baca: Fakta Soal Penangkapan Wali Kota Tegal, Warga Berpesta, Hingga Kekayaan

"Luka cukup parah sampai lukanya dijahit lima jahitan. Kemudian kami melapor ke sekolah," tandasnya.

Sayangnya, pihak sekolah lamban memediasi orangtua dengan pelaku.

Selama tiga hari ditunggu, mediasi tak kunjung dilakukan. DH pun lantas melaporkan kasus tersebut ke Polrestabes Semarang.

"Baru Senin (7/8/2017) dilakukan mediasi. Saya terpaksa mencabut laporan sehari kemudian," katanya.

Adanya laporan ke Polrestabes tersebut, siswa tersebut mendapat ancaman dan perisakan (bullying) dari kakak kelas.

"Anak saya dibully, diancam, di SMS, dan disindir-sindir. Dibilang banci lah, dibilang gentho. Karena itu anak saya sudah tidak masuk empat hari ini."

"Anak saya trauma berat. Anak saya berubah drastis. Tetap belajar di rumah tapi sambil meneteskan air mata. 'Kenapa saya dibeginiin' dia bilang begitu. Lihat lapangan basket saja dia ngga kuat," tuturnya.

DH berharap kasus anaknya menjadi pelajaran bagi pihak sekolah untuk selalu mengawasi kegiatan muridnya termasuk saat kegiatan ekstrakulikuler.

"Kalau nggak kami laporkan, pihak sekolah tidak tahu. Kegiatan ekstrakulikuler kan masih di lingkungan sekolah. Masih menjadi tanggung jawab sekolah," ujarnya.

Untuk menghilangkan trauma, DH meminta bantuan Dinas Pendidikan Provinsi untuk memindahkan sekolah yang sederajat.

"Saya akan pindahkan ke sekolah lain yang sederajat. Ini demi perkembangan anak saya. Saya ingin anak saya kembali semangat sekolah," tegasnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Semarang, Bambang Suronggono bertemu orangtua S dengan Sekretaris Disdikbud Provinsi Jateng, Mulyono.

Pertemuan itu sebagai upaya menjembatani untuk hilangkan trauma si siswa.

Mulyono mengatakan telah mengumpulkan pihak sekolah dan korban untuk mendapatkan informasi yang utuh sehingga bisa secara cepat mengambil keputusan selanjutnya.

“Kami juga telah memberikan sentuhan psikologis korban dari ahlinya. Berdasarkan hasil pendampingan, kondisi korban sudah mulai mereda,” ungkapnya.

Setelah mendapatkan informasi secara utuh dari pihak sekolah dan korban, Dinas Pendidikan memberikan dua opsi bagi korban yakni tetap bersekolah di SMAN 6 Semarang dengan diberikan pengawasan dan pendampingan dan memfasilitasi korban untuk pindah sekolah ke tempat lain.

“Pelaku pemukulan, G sudah dipecat dari sekolah. Jika masih nyaman di sekolah lama, kami akan mengawal dalam pendampingan. Kalau tidak mau, kami sudah mencari sebuah sekolah yang sejajar, jauh dari masyarakat SMAN 6 Semarang, dan ketersediaan formasi kursi,” ujarnya.

Mulyono mengatakan saat ini perlu mengedepankan kepentingan S agar psikologis kembali seperti sediakala.

“Saya tidak ingin anak jadi korban. Saya ingin kondisi anak ini tidak terpasung oleh siapapun sehingga semakin cepat menghilangkan trauma dan kembali sekolah,” ujarnya.

Bambang Suranggono mengaku bersyukur, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah telah memediasi dan memberikan opsi yang terbaik bagi korban.

"Meski ini wilayah pemerintahan provinsi tapi keluarga korban merupakan warga kami, warga Kota Semarang yang mempunyai hak pendampingan," bebernya.

Menurutnya, saat ini pihaknya fokus mendampingi keluarga korban agar si anak mendapatkan hak memperoleh pendidikan yang layak.

"Karena mengalami trauma, opsi pindah ke sekolah akan diambil. Karena jika tidak pindah dikhawatirkan akan menganggu proses belajar mengajar korban. Ada sebuah sekolah di kota yang ditunjuk, tapi saat ini belum ada kata sepakat karena ada pertimbangan lain. Kami akan terus kawal," jelasnya. (tribunjateng)

Sumber : http://www.tribunnews.com/regional/2...ahit-5-jahitan

---

Baca Juga :

- Operasional Tol Bawen-Salatiga Ditunda

- Oknum Guru Pukuli Siswa SMAN 6 Semarang hingga Luka 5 Jahitan, Begini Kronologinya

- Pertunjukan Wayang Kulit di Kelurahan Candi, Mahasiswa Asal Papua Ikut Terlibat

0
450
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan