Media IndonesiaAvatar border
TS
Media Indonesia
Kebebasan Jazz di Panggung Alam



KABUT yang menutupi gunung di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tidak menghalangi pesonanya yang menjadi latar belakang panggung Jazz Gunung 2017. Ajang musik yang masuk tahun kesembilan itu mengambil tempat di Amfiteater Jiwa Jawa Resort, Probolinggo, Jawa Timur, 18-19 Agustus 2017.



Semangat kemerdekaan terasa, tak hanya dari susunan musisinya tapi juga tema yang diangkat, Merdekanya jazz meneguhkan Indonesia. Ajang jazz tidak mengharuskan semua musikus jazz. Di hari pertama dibuka Surabaya All Star yang menyajikan lagi-lagu dangdut. Di­susul musisi tamu asal Amerika Serikat Paul McCandless with Charged Partices.



Sang drumer, Jon Krosnick, memuji Indonesia yang memiliki banyak pergelaran jazz. “Indonesia punya 60 festival jazz, bahkan di Amerika saja tidak sampai. Tata suara yang dimiliki juga bagus,” kata dia sehabis penampilan.



Sayangnya, masuknya aliran musik di luar jazz itu dikeluhkan pengamat musik. “Jazz tidak pernah menolak lirik, genre, dan musik apa pun karena semua terakomodasi di musik jazz. Ini yang disebut harmoni di Gunung Bromo,” jelas musikus jazz senior Idang Rasjidi kepada Kotak Musik, Sabtu (19/8).



Penampilan lainnya ialah Dewa Budjana Zentuary yang didampingi musisi muda Demas Narawangsa (drumer), Rega Dauna (pemain harmonika), Martin Siahaan (keyboardist), Shadu Rasjidi (basis), dan Irsa Destiwi (pianis) yang tampil apik. Ada juga Monita Tahalea yang menambah syahdunya malam itu. Kemeriahan hari pertama ditutup penampilan MALIQ & D’Essentials.



Hari kedua Jazz Gunung dibuka Sono Seni Ensemble dengan eks­plorasi musik yang mereka sebut kron­­­­c-wrong. Musik akar keroncong yang mereka bawa memang mengalun bebas dengan komposisi-komposisi yang tidak mudah dinikmati ku­ping awam.



Musik Nusantara



Setelah itu, ada penampilan Sri Hanuraga Trio feat Dira Sugandi yang membawa lagu dari album mereka bertajuk Indonesia Volume 1. Aga, demikian pianis muda ini dipanggil, begitu bergairah untuk mengeksplorasi musik-musik Nusantara yang menjadi akar budaya dan identitas Indonesia. Lagu Bungong Jeumpa, Tanah Airku, Manuk Dadali, dan Kicir-Kicir ditafsirkan ulang olehnya.



“Saya ingin menggali style dan sound saya sendiri dengan mengeks­plorasi musik tradisional. Langkah awalnya saya terinspirasi Béla Bartók (komposer asal Hongaria) yang juga mulai mengaransemen ulang lagu tradisional Hongaria sampai akhirnya ketemu style-nya sendiri,” kata Aga seusai turun panggung.



Indra Lesmana turut ambil bagian dengan format Keytar Trio bersama Sandy Winarta (drum), dan Indra Gupta (double bass). Ia sekaligus menerima penghargaan dari Jazz Gunung Award 2017 untuk ayahnya, Jack Lesmana, yang telah berkontribusi besar terhadap musik jazz Indonesia.



Sajian rutin Jazz Bromo lainnya Ring of Fire project yang dipunggawai Djaduk Ferianto, kali ini menggandeng Soimah. Penonton yang kedinginan pun larut dalam kehangatan canda tawa penampilan mereka. Ditambah guyon-guyon khas dua MC andalan asal Yogyakarta, Alit dan Gundhi, yang tidak pernah gagal mengundang gelak tawa.



Akhirnya Glenn Fredly menutup ajang yang berlangsung dua hari itu. Perayaan kemerdekaan kali ini juga memberikan kebebasan musik jazz, berkawan denan keindahan alam Bromo. “Tahun depan kami buat selama tiga hari pada Juli,” pungkas Sigit Pramono, bankir kenamaan Indonesia yang menjadi founder Jazz Gunung bersama dengan Djaduk Ferianto dan Butet Kertaradjasa. (M-4)

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/r...lam/2017-08-27

---

Kumpulan Berita Terkait :

- Jaga Diri

- Jagoan Skuat Futsal Putri

- Ganyang

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
437
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan