BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Chanee Kalaweit, menjadi Indonesia karena owa

Aurelie "Chanee" Brunee, berpose di hadapan kamera di area konservasi Kalaweit, Pararawen, Barito Utara, Kalteng.
© Wisnu Agung Prasetyo /Beritagar.id


Chanee menginjakkan kaki di Indonesia sejak usia 18. Ia mengaku sedang menjalani mimpi masa kecilnya yaitu melestarikan owa di pedalaman Borneo.


--------


Pria itu punya ciri fisik nan menonjol di tengah kerumunan, dengan tubuh jangkung, kulit putih, dan rambut pirang. Ciri fisiknya juga berbalut setelan andalan: sepatu bot, celana jin, dan kemeja hijau yang kancingnya dibiarkan terbuka sekaligus menampakkan kaos dalam berwarna hitam berilustrasi wajah primata serta tulisan "Kalaweit.org".

Sepintas penampilannya khas bule. Namun, citra itu bergeser ketika mendengarnya bertutur. Ia fasih berbahasa Indonesia, bahkan piawai menggunakan aksen pasar Jakarta dan Palangka Raya.

Pria berusia 38 itu memang berasal dari Prancis, tetapi telah bersalin menjadi warga negara Indonesia. Namanya Aurelien Brule atau karib disapa Chanee.

Ia dikenal sebagai aktivis lingkungan sekaligus pendiri Yayasan Kalaweit, organisasi nonprofit yang fokus pada upaya pelestarian satwa liar--terutama owa, jenis primata yang bisa ditemukan di Kalimantan, Sumatra, dan Jawa.

Chanee menyapa Muammar Fikrie dan fotografer Wisnu Agung Prasetyo di lobi Hotel Amaris, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Kamis pagi (10/8). "Kita langsung berangkat," katanya, selepas perkenalan singkat.

Jauh hari sebelumnya, kami mengatur janji bertemu di Palangka Raya guna berkunjung ke kawasan konservasi Kalaweit, di Pararawen, Barito Utara, Kalteng.

Pada hari yang dijanjikan, Chanee berbaik hati menjadi sopir kami. Ia mengemudikan mobil kabin ganda sejauh lebih kurang 350 kilometer (6-7 jam) dari Palangka Raya menuju Muara Teweh, Barito Utara.

Di Muara Teweh, sudah menunggu dua staf Kalaweit di atas klotok (perahu), yang akan membawa kami menyusuri Sungai Barito menuju kawasan konservasi Kalaweit--kira-kira satu jam perjalanan.

Selama perjalanan, Chanee nyaris tak henti berkisah ihwal pengalamannya sebagai aktivis lingkungan. Tiba di kawasan konservasi Kalaweit, ia juga hanya butuh istirahat satu jam sebelum menjalani sesi wawancara bersama kami.

Besoknya (11/8), tokoh kelahiran Fayence, Distrik Var, Prancis Selatan itu seperti tak kehilangan energi untuk mendampingi kami berturne di area konservasi Kalaweit.

Kawasan itu berseberangan dengan Cagar Alam Pararawen. Di sana ada satu pos jaga, satu lanting (rumah terapung) sekaligus tempat sandar klotok, dua kamp tempat tinggal staf Kalaweit, empat baris kandang kuda serta sapi, pondok kecil milik Chanee yang disebutnya "apartemen", kawasan konservasi seluas 190 hektare, dan ratusan satwa liar.



Sebermula penasaran

Pengalaman pertama Chanee bersemuka primata terjadi pada usia 12, tatkala berkesempatan mengunjungi sebuah kebun binatang yang berjarak sekitar 30 kilometer dari rumahnya.

Dari sekian banyak primata di kebun binatang, Chanee menaruh atensi pada owa. "Owa itu terlihat sedih. Saya penasaran, ingin tahu masalahnya," katanya. Lantaran penasaran, ia menghadap otoritas kebun binatang guna meminta izin berkunjung tiap Rabu--hari libur sekolah di Prancis.

Alhasil, saban Rabu, Chanee menghabiskan delapan jam guna mengamati owa. Beriring waktu, Chanee memahami bahwa owa bersedih lantaran ketiadaan pasangan. Pasalnya, owa adalah satwa monogami yang "hidup berdua dan setia seumur hidup".

Sejak itu, ia bekerja di kebun binatang terutama untuk menjodohkan owa. "Misal, betina di Prancis Selatan dipasangkan dengan jantan dari Prancis Utara. Tidak banyak orang yang paham tentang Owa, jadi kebun bintang cenderung sepakat," ujarnya sembari tergelak.

Rutinitas Chanee mengamati owa di kebun binatang berlangsung selama lima tahun. Pengalaman itu dituliskannya dalam buku Le Gibbon a Mains Blanches (Owa Tangan Putih).

Bukunya berhasil mencuri atensi media Prancis. Para pewarta, kenang Chanee, tertarik dengan profil remaja berusia 16 yang bekerja mengamati primata, tatkala teman-teman sebayanya lebih suka bermain sepak bola.

Pemberitaan media membuatnya bisa berkenalan dengan Muriel Robin, seorang aktris beken di Prancis. Robin terkesan usai membaca artikel tentang Chanee. Bintang komedi itu menawarkan suntikan dana agar Chanee bisa melihat owa di alam.

Demi mendengar tawaran Robin, Chanee langsung berpikir untuk bergerak ke Thailand--tempat paling mudah untuk melihat owa di alam.

Chanee, kala itu berusia 17, akhirnya bepergian ke Thailand pada 1997. Di negara tersebut, ia beroleh nama "Chanee", yang dalam bahasa setempat berarti owa. "Orang Thailand kesulitan memanggil saya. Mereka hanya tahu kalau saya cari owa, jadi dipanggil: Chanee."

Membangun Kalaweit di Indonesia

Pengujung 1997, setelah tiga bulan di Thailand, Chanee kembali ke Prancis. Dalam pesawat menuju Prancis, mata birunya tertuju pada satu judul artikel di surat kabar, "Kebakaran Hebat di Indonesia, Kita Kehilangan Dua juta Hektare."

Sejak itu, Chanee ingin menginjakkan kaki di Indonesia. "Dengan masalahnya (misal: kebakaran hutan), Indonesia adalah negara yang tepat untuk berbuat sesuatu bagi owa," ujarnya. Tiada berlebihan, sebab Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan jenis owa terbanyak--habitat bagi tujuh dari 17 jenis owa di dunia.

Jelang usia 19, Chanee menginjakkan kaki di Indonesia dengan sokongan dana Robin. Momen itu bertepatan dengan gelombang reformasi pada Mei 1998.

Ia pun hanya menghabiskan waktu sebentar di Jakarta, dan langsung bergerak ke Kalimantan, yang dikenal sebagai habitat owa.

Tiga bulan pertama di Kalimantan, Chanee menggelar survei di kampung-kampung. Hasil survei menyimpulkan bahwa banyak owa yang jadi hewan peliharaan. Primata itu juga jadi satu komoditas dalam perdagangan satwa ilegal.

"Owa adalah satwa liar, bukan peliharaan. Umumnya, owa yang dipelihara adalah korban pembukaan lahan yang bikin habitatnya hancur," ujarnya, dengan mata memicing. "Ketika itu masa illegal logging. Sekarang juga sama, owa jadi korban pembukaan lahan sawit."

Menimbang hasil survei itu, Chanee tergerak "memberi kesempatan kedua" kepada owa. Ia memancang tekad untuk melestarikan owa, mengembalikan ke habitatnya, atau paling tidak menjamin kesejahteraannya--bila tak bisa kembali ke alam.

Chanee pun mengambil langkah taktis dengan mendirikan Yayasan Kalaweit yang berbasis di Kalteng. Kalaweit, juga berarti owa, diambil dari bahasa Dayak Ngaju--suku terbesar di Kalteng.

Pada waktu yang sama, Chanee mengajukan izin kerja sama dengan Kementerian Kehutanan di Jakarta. Izin diperlukan sebagai tanda pas untuk mengurusi owa dan mengelola kawasan konservasi.

Pengurusan izin itu memakan waktu nyaris setahun. "Saya belum fasih bahasa Inggris atau Indonesia. Waktu itu sedang transisi kekuasaan, pejabat kementerian sering ganti. Jadi mengurus izin cukup sulit," katanya.

Pengurusan izin yang molor berimbas pada keuangan. Kala dompetnya mulai menipis, satu keluarga Betawi bersedia menampung Chanee di rumah mereka, Jalan Haji Samali, Jakarta Selatan.

"Saya tinggal bersama mereka. Tidur di satu ruangan empat kali lima meter, yang diisi tujuh orang. Dari mereka juga saya belajar Bahasa Indonesia," kenangnya.



September 1999, izin berhasil dikantongi. Chanee pun mulai membangun kawasan konservasi di Taman Nasional Bukit Raya Bukit Baka, Kalteng--Hulu Sungai Katingan.

Konon, area itu sesuai dengan mimpinya. "Waktu kecil, saya suka lihat peta Kalimantan, dan menandai titik yang bakal jadi kamp saya di tengah hutan. Akhirnya saya bisa bangun kamp persis di lokasi itu," katanya.

Namun, lokasi itu terlampau jauh. Alhasil, ketika jumlah owa mencapai 30 individu, Chanee mengambil pilihan untuk pindah ke Hampapak, Palangka Raya--sebuah pulau di tengah danau. Belakangan, kawasan itu juga harus lepas dari Kalaweit lantaran izin yang tak diperpanjang pemerintah setempat--kini beralih fungsi menjadi lahan sawit.

Menimbang pengalaman itu, Chanee dan Kalaweit merancang program pembelian lahan untuk keperluan konservasi. Program ini bergulir sejak 2011, di Pararawen, Barito Utara, Kalteng dan Hutan Sepayang, Solok, Sumatra Barat.

Kini, Kalaweit mengelola 500 hektare kawasan konservasi di kedua lokasi tersebut. Mereka juga mengurus lebih dari 300 owa dan ratusan satwa lain. Pun, ada sekitar 50-an owa yang sudah dilepasliarkan. Kalaweit juga mempekerjakan 67 orang, mulai dari petugas patroli sampai dokter hewan.

Upaya konservasi juga ditopang kerja kampanye, terutama lewat Radio Kalaweit (99,1 FM) di Palangka Raya. Lewat Radio Kalaweit, nyanyian sendu Raisa mengudara beriring kampanye pelestarian satwa, atau musik marah Green Day bergema sejalan kritik atas perusakan lingkungan.

"Sekitar 70 persen satwa di Kalaweit berasal dari masyarakat yang menghubungi kami, terutama lewat radio. Anak muda juga membantu kampanye, dengan membicarakan program Kalaweit yang mereka dengar," kata Chanee.

Menjadi Indonesia

Pada 2002, Chanee mempersunting perempuan asli Kalteng, Nurpradawati. Kini, keluarga mereka kian semarak dengan kehadiran dua anak lelaki, Andrew Ananda Brule (13) dan Enzo Gandola Brule (7).

Keluarga, kata Channee, merupakan salah satu faktor yang mendorongnya mengangkat sumpah setia di bawah merah putih, pada 2012.

Ia juga menceritakan satu momen personal yang menguatkan tekadnya beralih warga negara. Momen itu terjadi pada Desember 2009, ketika anak kembarnya lahir. Si bungsu, Enzo selamat dalam persalinan, tetapi tak lama berselang kembarannya meninggal dunia.

Chanee memakamkan mendiang anaknya di Kalteng. Ia pun mengaku tak ingin terpisah dari mendiang anaknya. "Saya tidak bisa membayangkan bila terusir dari Kalimantan, tempat saya mengubur anak sendiri. Sejak itu, saya makin berusaha menjadi WNI," katanya.

Pun, Chanee mengaku telanjur cinta dengan Kalimantan dan Indonesia. "Enggak mungkin saya membangun Kalaweit dan memperjuangkan konservasi di tanah yang tidak saya cintai. Saya di sini karena cinta. Kalimantan adalah rumah saya."



Quote:


Simak berita lainnya dari kanal Bahadurberikut ini:

Carlos Ferrandiz, menemukan cinta di Hu'u

Hiroaki Kato, cinta Indonesia lewat musik

Marc Peeters, orang Belgia yang paham seluk-beluk keris


anasabilaAvatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan anasabila memberi reputasi
2
31.6K
110
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan