aldysadiAvatar border
TS
aldysadi 
[EVENT SEJARAH] Benteng Kuto Besak Palembang



Pendahuluan

Bagi masyarakat di luar pulau sumatera, tentunya tidak asing lagi dengan jembatan Ampera yang memang sudah sangat dikenal sebagai ikon kota Palembang. Namun, ada bangunan yang tidak kalah menarik dan bersejarah selain jembatan Ampera yaitu, Benteng Kuto Besak yang lokasinya saling berdekatan dengan jembatan Ampera.

Pada masyarakat prasejarah, benteng didirikan untuk melindungi diri dari serangan musuh atau binatang buas.

Pada masa sekarang, benteng lebih diasosiasikan dengan kegiatan pertahanan militer. Dalam Ensiklopedia Indonesia, benteng didefinisikan sebagai lokasi militer atau bangunan yang didirikan secara khusus diperkuat dan tertutup yang dipergunakan untuk melindungi sebuah instalasi, daerah atau sepasukan tentara dari serangan musuh atau untuk menguasai suatu daerah (1950: 198).

Benteng Kuto Besak didirikan pada tahun 1780 yang berasal dari masa Kesultanan Palembang Darussalam. Benteng ini merupakan tempat tinggal Kesultanan Palembang Darussalam.

Benteng Kuto Besak awalnya Keraton Kesultanan Palembang

Benteng Kuto Besak awalnya merupakan keraton. Ada 4 keraton pada masa Kesultanan Palembang, yaitu Keraton Kuto Gawang, Keraton Beringin Janggut, Keraton Kuto Batu, dan keraton ke-4 yang sampai sekarang dikenal dengan nama Benteng Kuto Besak (Utomo dan Hanafiah 1993: B3-1 –B3-12).

Benteng Kuto Besak Pada Masa Kesultanan Palembang Darussalam

Denah Benteng Kuto Besak


Denah situasi Keraton Kuto Besak tahun 1811 yang dibuat oleh Mayor William Thorn (Sumber: Cultureel Indie 1939).


Secara keseluruhan Benteng Kuto Besak berdenah persegi panjang dan berukuran 288,75 m x 183,75 m. Benteng Kuto Besak menghadap ke arah tenggara tepat di tepi Sungai Musi. Di tiap-tiap sudut benteng terdapat bastion. Tiga bastion di sudut utara, timur, dan selatan berbentuk trapesium, sedangkan bastion sudut barat berbentuk segilima. Benteng Kuto Besak memiliki 3 pintu gerbang, yaitu di sisi timur laut, barat laut, dan pintu gerbang utama di sisi tenggara. Pada dinding benteng terdapat celah intai yang berbentuk semakin ke dalam semakin mengecil (Novita 2001: 1).

Di bagian depan benteng terdapat dermaga yang disebut ‘tangga dalem’ yang merupakan jalan sultan menuju Sungai Musi. Di bagian ujung tangga dalem terdapat sebuah gerbang
beratap limas yang disebut ‘tangga raja’. Di bagian depan benteng juga terdapat alun-alun yang disebut ‘meidan’. Di dekat gerbang utama terdapat meriam yang diletakkan berjajar. Di sebelah kanan pintu gerbang terdapat bangunan ‘pasebahan’ dan ‘pamarakan’. Bangunan-bangunan tersebut berdenah persegi panjang yang terbuat dari kayu, beratap sirap, dan tidak berdinding. Bangunan pasebahan merupakan tempat penyampaian ‘seba’ (Hanafiah 1989:13). Pada bangunan pamarakan terdapat ‘balai bandung’ atau ‘balai seri’ yang merupakan tempat duduk sultan. Pada saat upacara kebesaran balai bandung dilengkapi dengan regalia kesultanan (Hanafiah 1989: 14).


Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pintu gerbang Benteng Kuto Besak terdapat 3 buah. Pintu gerbang utama yang terletak di bagian tenggara disebut ‘lawang loteng’ atau ‘lawang kuto’, sedangkan pintu gerbang yang terletak di bagian timur laut dan barat laut disebut ‘lawang buritan’. Kedua pintu gerbang tersebut berukuran lebih kecil daripada pintu gerbang utama (Hanafiah 1989: 14).



Di bagian dalam benteng terdapat tempat tinggal sultan yang disebut ‘dalem’ atau ‘rumah sirah’. Dalem tersebut terdiri dari beberapa bangunan dan dikelilingi oleh tembok yang terdiri dari 2 lapis. Salah satu bangunan dalem yang menghadap ke Sungai Musi berfungsi sebagai ‘pamarakan’ dimana sultan dapat memandang luas keraton dan Sungai Musi. Di bagian belakang dalem terdapat ‘keputren’. Bangunan ini dilengkapi dengan sebuah kolam pemandian yang berbentuk segiempat (Hanafiah 1989: 14).

Benteng Kuto Besak Pada Masa Kolonial




Salah Satu Bangunan Dalam Benteng Kuto Besak Tahun 1890 (dok. KITLV)


Setelah dihapuskannya Kesultanan Palembang Darussalam, wilayah ini dijadikan daerah administrasi Hindia-Belanda yang dipimpin oleh seorang residen. Pusat administrasi dilokasikan di sekitar Benteng Kuto Besak, yaitu bekas Keraton Kuto Lamo. Di lokasi ini didirikan sebuah bangunan baru sebagai kediaman residen dan sekarang digunakan menjadi Museum Sultan Badaruddin II. Pada masa ini, Benteng Kuto Besak dialihfungsikan menjadi instalasi militer dan tempat tinggal komisaris Hindia-Belanda, pejabat pemerintahan, dan perwira militer.

Pemukiman di dekat keraton yang dulunya merupakan tempat tinggal bangsawan Kesultanan pada masa ini ditempati oleh perwira-perwira dan pegawai Hindia-Belanda.



Sebagai instalasi militer, bangunan-bangunan yang terdapat di bagian dalam benteng diganti dengan bangunan baru dan dibagi berdasarkan fungsinya, yaitu kantor, hunian, dan bangunan pertemuan.

Secara umum bangunan hunian
dibagi menjadi dua jenis, yaitu rumah dan barak. Banguan rumah diperuntukan untuk perwira sedangkan bangunan barak untuk prajurit. Berdasarkan bentuk dan ukurannya, bangunan rumah juga terbagi lagi menjadi dua, yaitu rumah perwira tinggi yang terletak di bagian timur dan rumah perwira pertama dan menengah di bagian barat benteng (Novita 2001: 6-25).




Bangunan RS AK Gani saat ini (dok. pribadi TS)


Pada tahun 1930-an, bagian selatan benteng diubah menjadi rumah sakit yang sampai sekarang dikenal dengan nama RS AK Gani. Secara keseluruhan bangunan-bangunan yang terdapat di dalam benteng merupakan bangunan bergaya art deco yang berkembang pada awal abad XX M (Novita 2001:6-25).

Pembahasan

Bangunan arkeologi merupakan warisan budaya masa lalu maka sudah seharusnya dilindungi dan dijaga kelestariannya.

Warisan budaya masa lalu bernilai penting karena berkaitan dengan peristiwa-peristiwa penting dan tokoh-tokoh sejarah baik lokal maupun nasional; dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan pada disiplin ilmu-ilmu tertentu, seperti arkeologi, arsitektur, antropologi atau sosiologi; dapat menjadi pendukung keberadaan dan kelangsungan kebudayaan masyarakat setempat; dan akhirnya, warisan budaya masa lalu dapat dijadikan simbol kebanggaan daerah atau aset wisata yang dapat membantu perekonomian masyarakat setempat, pemerintah daerah, bahkan pemerintah pusat.

Pelestarian bangunan arkeologi pada dasarnya dilandasi dua
hal, yaitu nilai historis dan nilai estetis dari gaya arsitektur tertentu yang berkembang pada saat bangunan tersebut didirikan.

Beberapa bangunan arkeologi dari masa Kesultanan Palembang Darussalam dan Kolonial Hindia-Belanda masih dapat ditemukan di kawasan tersebut, yaitu Masjid Agung, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, Kantor Walikota Palembang, Hotel Musi, dan bangunan Societeit. Secara keseluruhan bangunan arkeologi di sekitar Benteng Kuto Besak dikelola oleh berbagai pihak, seperti Pemerintah Kota Palembang, KODAM II Sriwijaya, dan masyarakat umum.

Penutup

Dalam perjalanan sejarahnya, Benteng Kuto Besak selain berfungsi sebagai tempat tinggal Sultan Palembang Darussalam juga berfungsi sebagai bangunan pertahanan. Ketika Kesultanan Palembang Darussalam dihapuskan oleh pemerintah Hindia-Belanda, fungsi Benteng Kuto Besak lebih diutamakan menjadi instalasi militer. Meskipun demikian, di dalam benteng juga berfungsi sebagai tempat tinggal komisaris Hindia-Belanda, pejabat pemerintahan, dan perwira militer.

Pengembangan Benteng Kuto Besak dan peninggalan arkeologi di sekitarnya sebagai obyek wisata sangat erat kaitannya dalam upaya penyebaran informasi budaya kepada masyarakat luas karena selain berekreasi para wisatawan juga dapat mengetahui sejarah Kota Palembang.

Melihat beragamnya pengelola peninggalan bersejarah di sekitar Benteng Kuto Besak maka dibutuhkan komitmen para pengelola sehingga pariwisata di kawasan ini dapat berjalan
dengan baik.

Quote:


Spoiler for Sumber ::
Diubah oleh aldysadi 14-02-2018 20:24
swiitdebbyAvatar border
swiitdebby memberi reputasi
1
21.5K
84
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan