dafitzuhendraAvatar border
TS
dafitzuhendra
Batu Bara Masih Jadi Primadona Penyokong Sumber Energi Listrik


Ketika kita berbicara batu bara, mungkin istilah "the next generation" bagi kebanyakan orang bukanlah hal pertama yang terlintas dalam pikiran mereka. Perlu diketahui, sebenarnya banyak hal yang bisa digali dari batuan sedimen hitam ini yang mungkin sebagian orang tidak penting untuk dibicarakan.

Bahkan mungkin, tidak banyak orang tahu jika pembangkit listrik Rheinhafen-Dampfkraftwerk di Karlsruhe, Jerman, yang menggunakan teknologi General Electric (GE), mencetak rekor dunia. Hal ini tidak terlepas dari capaian efisiensi termal bersih 47,5 persen dan menghasilkan 912 megawatt listrik. Dimana Pembangkit yang dihubungkan dengan sistem pemanas di Karlsruhe rupanya mampu meningkatkan pemanfaatan bahan bakar untuk tingkat di atas 60 persen.


Bahkan, Olivier Le Galudec, seorang insinyur yang juga merupakan kepala dari perhitungan kinerja dan pengujian di GE Steam Power Systems seperti dilansir Brilio.net (23/12/2016), tidak menyadari pembangkit listrik yang diuji bernama RDK8 mampu menembus rekor tersebut.

Lantas kemudian yang akan pertanyakan adalah, selain gas alam dan energi terbarukan, apakah batubara bisa menjadi salah satu sumber energi baru? Nah, mari kita kupas lebih mendalam mengapa batubara justru bisa menjadi primadona baru sebagai sumber energi listrik masa depan.



Pertama. Dibanyak negara, meskipun ada banyak sumber energi lain, yakni gas alam dan energi terbarukan. Namun, batu bara akan tetap menjadi satu sumber utama. Sebagai contoh, di Asia Tenggara kebutuhan energi diproyeksikan hingga 80 persen, batubara akan menjadi sumber energi tunggal terbesar dalam bauran energi di kawasan ini, karena jumlahnya yang melimpah dan terjangkau.

Menurut Le Galudec, Kita tidak bisa menutup mata dan mengabaikan begitu saja tentang batubara. Mengapa demikian, karena kita masih akan membutuhkannya karena batubara adalah sumber energi dalam kehidupan. Namun yang perlu dilakukan adalah mencapai target emisi, dan perlu membentuk generasi berbasis batubara modern, yang nantinya akan bertanggung jawab membuat kemungkinan penggunaan maksimum dari semua panas bahan bakar.



Indonesia sendiri, saat ini sebagian PLTU yang sudah beroperasi sekarang telah menggunakan Clean Coal Technology (CCT) alias teknologi batu bara bersih yang menjadi masa depan kelistrikan Indonesia. Meski CCT tidak sepenuhnya menghilangkan emisi menjadi nol atau mendekati nol, namun yang jelas emisi yang dihasilkan lebih sedikit. Jadi sudah jelas, dengan adanya teknologi tersebut maka emisi yang dihasilkan sangat rendah. Apalagi, jika semua PLTU sudah beralih ke teknologi yang super critical atau ultra super critical sepeti halnya Cirebon Power, maka sudah jelas kekhawatiran atas PLTU bisa ditekan.

Kedua. Sejak dulu, batu bara sudah diakui mampu menjadi salah satu sumber energi listrik terkuat. Mungkin masih ada yang mengingat, bagaimana pada tahun 1982, Thomas Edison membangun pembangkit listrik pertama di dunia yaitu pembangkit uap turbin. Pembangkit ini mulai beroperasi hanya dua tahun setelah Pearl Street Station berdiri dan hanya mengubah 1,6 persen dari panas batubara yang menjadi listrik. Kinerja tersebut telah meningkat dari waktu ke waktu, dan mencapai 20 persen lalu kemudian efisiensinya mencapai 30 persen.
Seperti yang ditulis para peneliti yang tercantum di laporan Badan Energi Internasional pada pengukuran kinerja PLTU. "Efisiensi konversi batubara menjadi hal baru yang perlu diteliti. Pembangkit listrik akan lebih efisien bila menggunakan lebih sedikit bahan bakar dan memancarkan karbon dioksida yang lebih sedikit, sehingga tak merusak iklim,"

Ketiga. Batubara merupakan salah satu sumber energi yang paling efisien. Dimana saat ini, tingkat efisiensi global rata-rata pembangkit listrik tenaga batubara naik dari 33 persen menjadi 40 persen dengan mengerahkan teknologi yang lebih canggih yang bisa mengurangi karbon dioksida (CO2) setiap tahun hingga 2 gigaton, setara dengan emisi CO2 tahunan di India.

Kebanyakan ilmuwan percaya bahwa gas rumah kaca seperti CO2 berkontribusi terhadap perubahan iklim. Baru saja kemarin, NASA dan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) melaporkan bahwa 2015 adalah tahun terpanas sejak tahun 1880, sesuai dengan data yang mereka dapatkan.

Keempat. Pembangkit listrik Rheinhafen-Dampfkraftwerk (RDK 8) melampaui pemegang rekor sebelumnya yakni pembangkit listrik di Nordjylland, Denmark, yang mencapai efisiensi 47,1 persen. RDK mencapai efisiensi penuh 10 persen lebih baik dari rata-rata semua pembangkit listrik batubara saat ini yang beroperasi Jerman.

Kelima. Efisiensi yang lebih tinggi berarti menghasilkan lebih sedikit CO2. Dimana pembangkit listrik tersebut menghasilkan lebih sedikit CO2 dengan menggunakan sedikit batubara untuk menghasilkan jumlah yang sama dengan pembangkit listrik lainnya. Salah satu unit yang dioeprasikan RDK 8, yakni EnBW, mengurangi emisi CO2 tertentu dengan 40 persen dibandingkan dengan unit pembangkit listrik tenaga batubara konvensional lainnya yang ada di dunia.

Pembangkit ini telah mencapai efisiensi yang lebih baik dibanding sebelumnya. Hal ini bergantung pada sesuatu yang disebut ultra-supercritical steam untuk kinerja yang lebih baik. Le Galudec menilai, dengan sistem seperti RDK 8, kita jauh di dalam wilayah fluida superkritis, dimana kuantitas dan kualitas energi memungkinkan kita untuk mengambil lebih banyak energi dari uap untuk diubah menjadi listrik. Dan ini merupakan penyumbang utama untuk sistem efisiensi tinggi. (Artikel ini disadur dari Brilio.net)
Diubah oleh dafitzuhendra 10-08-2017 11:55
0
6.9K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan