DALAM dokumen Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2018, terdapat delapan badan usaha milik daerah (BUMD) DKI Jakarta bakal mendapat penyertaan modal perusahaan (PMP). Enam di antara BUMD tersebut merupakan perusahaan daerah yang berorientasi pasar alias mencari untung.



Hal tersebut disesalkan pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Riant Nugroho. Menurutnya, perusahaan daerah yang tidak berbasis pelayanan publik tidak disuntik PMP. Mereka seharusnya yang menyuntik APBD atau yang memberi masukan dana.



"Kalau BUMD sifatnya tidak berorientasi pelayanan publik alias berorientasi pada pasar (market oriented) seharusnya tidak mendapat PMP," kata Riant Nugraha kepada Media Indonesia, kemarin (Kamis, 6/7).



Menurut Riant, BUMD yang berorientasi pasar kebanyakan terdiri atas BUMD di sektor keuangan, misalnya Bank DKI, PT Penjamin Kredit Daerah (Jamkrida), dan PT Asuransi Bangun Daerah (Askrida). Selain itu, 23 BUMD DKI yang tidak berorientasi layanan publik meliputi PT Jakarta Tourisindo (Jaktour), PT Pembangunan Sarana Jaya, dan PT Pembangunan Jaya Ancol.



PT Pembangunan Jaya Ancol dinilai tidak berorientasi layanan publik karena berada di sektor pariwisata. Kinerja mereka ditentukan banyaknya jumlah tiket pengunjung Ancol. Serupa, Bank DKI dinilai berorientasi pada pasar, kecuali jika melakukan aksi korporasi pinjaman uang ke sumber lain. Sementara itu, BUMD sektor layanan transportasi termasuk berorientasi layanan publik.



"BUMD yang boleh mendapat PMP adalah BUMD yang berorientasi publik. Kecuali, BUMD tersebut mendapat penugasan khusus dari pemerintah. Mereka punya misi yang tidak dikerjakan di tahun sebelumnya sehingga otomatis membutuhkan modal baru," tukas Riant.



Penugasan khusus

Salah satu BUMD yang mendapat penugasan khusus adalah PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Jakpro ditugaskan membangun beragam fasilitas Asian Games yang digelar 2018 mendatang berupa landasan pacuan kuda, renovasi velodrom, dan pembangunan light rail transit (LRT) yang akan mengangkut penumpang menuju arena pertandingan. Untuk itu, pada 2018, Pemprov DKI mengusulkan PMP senilai Rp3,38 triliun dari PMP 2017 senilai Rp1,2 triliun.



PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta yang bergerak di sektor transportasi diusulkan disuntik PMP senilai Rp3,90 triliun dari PMP Rp4,44 triliun di 2017.



"Prinsip dasar permodalan BUMD sebenarnya PMP hanya diberikan sekali saat didirikan. Kedua, BUMD yang tugasnya pelayanan publik bukan profit, dia senantiasa berhak mendapat PMP," tutur Riant.



Ketentuan mengenai BUMD tersebut tercantum dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Pembentukan BUMD yang berisi alasan pendirian BUMD. Pilihan BUMD masuk kategori layanan publik atau berorientasi pasar juga ditentukan kriteria BUMD. Kedua hal itu dapat menjadi dasar apakah BUMD diberi PMP lanjutan atau tidak.



Kasubid Usaha Pariwisata Badan Pembinaan BUMD DKI Karel Tambunan mengatakan PMP dibutuhkan untuk delapan hotel milik Jaktour agar bersaing dengan hotel swasta yang kian menjamur.



"Pasalnya, sejak 2015 hampir semua hotel berdampak aturan Permenpan No 6 Tahun 2015 tentang Pedoman Pembatasan Pertemuan di Luar Kantor. 50% pengunjung hotel berkurang sejak itu," dalih Karel.



Kepala Badan Pembinaan BUMD Yurianto menyatakan usulan KUA-PPAS itu belum tentu akan diterima DPRD. Dari yang sudah-sudah, DPRD memiliki kriteria selektif dalam pemberian PMP itu.



"Pertama kami membahas, kemudian dilaporkan ke Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) lalu dibahas oleh tim investasi dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah, baru kemudian diserahkan ke DPRD melalui KUA-PPAS," kata Yuri.(J-3)

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/news/r...pmp/2017-07-07

---

Kumpulan Berita Terkait :

- Jual Psikotropika Bermodus Klinik

- Umumnya Warga Baru di Depok belum Lapor

- Ukur Sumber Daya, PT Timah Bagikan Kartu Tambang