ryan.manullangAvatar border
TS
ryan.manullang
Mengenal Soe Hok Gie "aktivis Sesepuh MAPALA"


Soe Hok Gie, itulah nama seorang aktivis mahasiswa, seorang demostran, seorang penulis yang berani melawan kediktatoran pemerintah orde lama dan orde baru. Soe Hok Gie atau yang kerap disapa Gie ini merupakan keturunan Tionghoa yang lahir pada tanggal 17 Desember 1942 di Jakarta dan meninggal tanggal 16 Desember 1969 tepat kurang satu hari sebelum hari lahirnya yang ke 27 tahun.

Gie adalah seorang mahasiswa Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Meskipun ia meninggal dalam usia muda, namanya sangat dikenal di kalangan aktivis karena tulisan-tulisannya yang sangat fenomenal pada waktu itu.

Soe Hok Gie merupakan anak ke empat dari lima saudara keluarga Soe Lie Piet. Ia lahir dikeluarga penulis, yang mana ayah Gie sendiri adalah seorang novelis. Sehingga tak heran jika ia sangat dekat dengan dunia sastra. Seorang peneliti menyebutkan bahwa, sejak Sekolah Dasar (SD), Gie sering mengunjungi perpustakaan umum dan taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta bersama kakaknya, Soe Hok Djin, bahkan saat itu, Gie sudah membaca karya-karya sastra yang terkenal, seperti karangan Pramoedya Ananta Toer.

Gie menamatkan pendidikan SMAnya di Kolese Kanisius jurusan sastra. Selama pendidikan disitulah Gie semakin intim dengan dunia sastra, dan ia juga mulai tertarik pada ilmu sejarah. Dari situlah Gie mulai tertarik terhadap tulisan yang berbau politik. Tulisan-tulisannya menjadi tajam dan penuh kritik. Seusai SMA, Gie melanjutkan pendidikannya di Universitas Indonesia Jurusan Sejarah Fakultas Sastra dari tahun 1962 - 1969. Sewaktu masa kuliah, Gie menjadi seorang aktivis mahasiswa yang menentang kediktatoran pemerintah pada saat itu. Bahkan banyak yang meyakini bahwa gerakan Gie berpengaruh besar terhadap tumbangnya Soekarno dan termasuk orang pertama yang berani mengkritik tajam rezim Orde Baru. Saat kuliah itu juga, Gie semakin menjadi seorang penulis yang handal dan berani mengkritik tajam pemerintah. Bahkan tulisannya telah dimuat di Koran-koran seperti Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia dan Indonesia Raya.

Pada saat kuliah itu juga ia tertarik dengan alam. Soe seperti dikutip Walt Whitman dalam buku hariannya : "Sekarang aku melihat rahasia pembuatan orang terbaik itu adalah untuk tumbuh di udara terbuka dan untuk makan dan tidur dengan bumi". Pada tahun 1965, Soe Hok Gie ikut mendirikan kelompok mahasiswa pecinta alam (mapala) di Universitas Indonesia (UI). Sewaktu masih hidup, ia pernah naik gunung ke Pangrango, Merapi, dan Slamet. Banyak teman-teman mahasiswanya yang tergabung kedalam kelompok-kelompok kepentingan mahasiswa. Tetapi tidak dengan Gie, ia lebih memilih mapala dan tidak ingin terjun ke dalam politik, sebagaimana kutipan yang ditulis dalam catatan hariannya “Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.” beda dengan teman-teman seperjuangannya yang tergabung dalam kelompok kepentingan mahasiswa yang mana ketika mereka lulus, mereka menarik diri ke dalam dunia politik dengan melupakan visi-visi yang mereka sepakati sewaktu kuliah dahulu.

Setelah menyelesaikan studi di universitas, ia menjadi dosen di almamaternya yakni Universitas Indonesia. Pada tanggal 8 Desember 1969, Gie bersama rekan Mapala UI memulai pendakian Gunung Semeru. Sebelum berangkat, Gie sempat menuliskan catatannya: "Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin mengobrol-ngobrol pamit sebelum ke Semeru. Dengan Maria, Rina dan juga ingin membuat acara yang intim dengan Sunarti. Saya kira ini adalah pengaruh atas kematian Kian Fong yang begitu aneh dan begitu cepat". Beberapa saat sebelum Gie naik ke Semeru, ia juga pernah berkata "Kehidupan sekarang benar - benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras…diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil…orang - orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.”
Gunung Semeru telah memberikan yang diimpikan Gie pada saat itu. Pada tanggal 16 Desember 1969,tepat sehari sebelum hari lahir Gie, mereka telah menaklukan Semeru. Tapi pada saat itu, cuaca kurang bersahabat dengan mereka, sehingga mereka harus segera turun dari puncak. Soe Hok Gie dan Idhan Dhavantari Lubis turun belakangan. Entah apa yang membuat mereka menunda untuk turun. Beberapa saat kemudian, rombongan Gie yang sudah mulai turun didapati kabar bahwa Gie dan Idhan Lubis mengalami kecelakaan, sehingga mereka harus naik ke puncak lagi. Dan akhirnya, Gie dan Idhan Lubis pun meninggal di Puncak Abadi Para Dewa.

Gie pun pernah mencatat “Seorang filsuf Yunani pernah menulis… nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.” Dan ternyata, coretan yang dicatat dalam catatan harian Gie dialami oleh ia sendiri.


sumber
Diubah oleh ryan.manullang 14-11-2018 00:42
0
30.8K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan