Bukan hanya persaingan tarif murah dan promo untuk penumpang, kini juga ramai pembicaraan mengenai kebijakan perusahaan untuk para driver. Beberapa akun sosial media milik driver Grab dan Uber misalnya, mengeluhkan bahwa performanya dianggap kurang memuaskan meskipun mereka sudah melakukan sekuat tenaga mereka, seakan target yang diberikan perusahaan mustahil dicapai, sehingga mereka sulit mendapatkan bonus.


Driver Grab kecewa karena performanya tidak dianggap baik untuk mencapai bonus.

Grab sadis, menurut driver-nya. Karena menurutnya, ia tidak melakukan pelanggaran atau bahkan membatalkan pemesanan penumpang, tapi tiba-tiba ia tidak bisa membuka akunnya (di-suspend). Bagaimana pekerja tidak merasa kesal, jika performanya yang baik, tapi perusahaan tidak menghargai dengan sepantasnya.


Driver melakukan pekerjaannya dengan baik, namun akun tiba-tiba tidak bisa digunakan.

Driver Uber pun juga mengeluh, karena kebijakan perusahaan menaikan tarif penumpang ternyata tidak membuat pendapatan driver ikut bertambah, karena ternyata perusahaan juga menaikkan potongan hasil pendapatan driver-nya. Jadi kenaikan tarif tidak menguntungkan driver, melainkan untuk menguntungkan perusahaan saja. Driver merasa menjadi sapi perah perusahaan.

Driver Uber mengeluh, kenaikan tarif penumpang tidak menguntungkan driver.

Beda halnya dengan testimoni dari driver Go-Jek yang merasa puas dengan kebijakan perusahaannya, bahkan beberapa dari driver Go-Jek yang mantan driver Grab membandingkan perusahaan ojek online tersebut. “Grab bikin sengsara driver!“.


Driver Go-Jek merasa puas.

Sebelumnya, berita mengenai perilaku kurang ajar driver Grab terhadap penumpang sempat viral beberapa waktu lalu. Apakah kebijakan perusahaan yang tidak adil ini salah satu penyebab driver bersikap kurang ajar terhadap penumpang? Karena buktinya, sedikit sekali berita negatif muncul dari penumpang Go-Jek mengenai perilaku driver-nya. Bagaimana menurut para pembaca?

(tow)

Sumber