nonasaiofAvatar border
TS
nonasaiof
Puasa Ramadan itu sulit banget!
Bagi sebagian orang, mungkin berpuasa itu gampang. Bagi saya, puasa itu sulit banget, dan tingkat kesulitannya itu berbeda-beda dalam fase anak-anak, remaja, dan hingga kini memasuki usia dewasa.

Spoiler for Sejarah Latihan:


Yang paling saya ingat adalah saat kelas 1 SD, saat itu saya harus puasa full 1 hari. Tantangannya: haus, lapar, dan ngantuk banget saat sahur. Apa yang terjadi? Injury timenya itu banyak banget, saya biasanya tanya ke mama saya,
Spoiler for Tunggu waktu:

“Ma, berapa jam lagi puasanya?” Jawabannya pasti seperti ini : dielus, dicium , baru deh dibilang berapa jam lagi. Kalau saya sudah merengek dan mau nangis karena lapar dan haus banget, yang terjadi adalah:
Spoiler for Gendong:

saya digendong, dan disemangatin supaya bisa tahan sampai buka puasa. Padahal saya sudah berharap mama bilang, “Yaudah gih, batalin puasanya”. Yang paling bikin semangat saat injury time menjelang buka puasa adalah, wanginya sirop Coco Pandan. Tapi nanya tetep: “Ma, berapa menit lagi?” jawabannya paasti, “Sebentar lagi”. Kalau sudah sudah ada doa-doa pembuka di RRI, itu rasanya “ Sebentar lagi 😊” apalagi kalau sudah ada suara bapak-bapak ngucapin, “Allahumma Lakasumtu...”
Spoiler for Adzan Maghrib:

Wah itu perasaannya bahagia banget sumpah. Yang paling males banget itu pas waktu sahur, pengennya tuh skip aja. Sampe saya tuh sering banget pura-pura tidur saat lagi disuapin, meskipun sudah bangunin dan disemangatin “ayo sesuap lagi, biar kuat puasanya”. Momen bahagianya, pas sudah selesai makan dan bisa tidur lagi.

Sekitar kelas 4/5 SD, beda lagi tantangannya. Karena sekolah saya jauh banget dan jarang ada angkot yang lewat, jadi pulang pergi harus jalan kaki sekitar satu setengah kilo sekali jalan. FYI panasnya jam 9 Sorong itu serasa panas jam 12 Jakarta. Kebayang dong hausnya setelah jalan kaki pulang di bulan puasa di tengah terik panas matahari kota minyak Sorong? Saat injury time begini, biasanya saya ngebatalin puasa dengan alasan ke kamar mandi ortu yang ada air hujannya. Di sana saya meneguk sekali bahkan sampai tiga kali kalau lagi haus banget, setelah itu lanjut tahan lapar dan haus sampai adzan Maghrib.
Spoiler for Sejuknya Air:

Air hujan yang tidak terpapar sinar matahari langsung itu dingin banget. Top deh pokoknya. Suatu hari, saat saya ke kamar mandi, eh ada abang saya yang juga ternyata melakukan hal yang sama dan dalam diam kita setuju untuk jaga rahasia minum air hujan di kamar mandi sampai akhirnya terbongkar saat tulisan ini kalian baca. Untungnya pada suatu hari di TVRI ada ibu-ibu yang tanya di talkshow tentang masalah PDAM. Pertanyaan ibu itu bukan masalah pipa air, tetapi “Bapak yang kebetulan ahli air, saya tahu pertanyaan saya tidak sesuai tema. Pertanyaan saya, kenapa ya anak saya itu kalau puasa sering banget kehausan padahal masih pagi...” Jawaban bapaknya menurut saya tokcer banget, “Ibu, anaknya setelah habis sahur dikasih minum minimal seliter. Karena tubuh manusia memerlukan dua setengah liter air bu.” Dari saat itu, saat sahur saya dan abang saya minum air di gelas gede yang ukuran seliter. Lumayan sih nahan haus, tapi pas sekitar jam 4 sore mulailah injury time hausnya.

Spoiler for Marah:

Saat di SMP dan SMA, tantangan yang saya dapatkan selama bulan puasa bukan lagi lapar dan hausnya, tetapi bagaimana menahan amarah. Ini susah banget karena pada masa itu saya sering banget mudah marah kalau kata orang masa kini; sumbu pendek. Pernah loh pas pulang sekolah, ada yang ngelempar jambu ke telinga saya, dan saat itu yang saya lakukan hanya menatap 2 orang tersebut dengan amarah.
Spoiler for Haus?:

Terus apa kabar dengan haus? Saat itu trik baru yang saya temukan adalah minum cendol saat menutup sahur. Cendolnya terdiri dari: potongan dadu agar-agar, sagu mutiara, sirop Coco Pandan, dan susu kental manis.

Saat kuliah, tantangannya masih sama menahan amarah, belajar sabar, dan lapar. Kok lapar ada lagi? Iya karena kebetulan waktu itu puasanya pas musim panas yang Maghribnya aja baru jam setengan sembilan malam. Pernah saat lagi kerja, bos saya yang baru saja datang langsung berhenti depan meja kerja saya, katanya,”Rin, kamu puasa gak hari ini?” “Iya Matt, kenapa?” “Boleh gak kamu ke Regent Center ketemu si X di kantornya, ada masalah sama PCnya” FYI si Mr. X ini kalau komplain pasti bikin nangis darah, apalagi kalau berhadapan langsung musti tahan hati banget. Saat itu, sepertinya bos saya menyerahkan tugas tersebut karena tahu saya sedang “tidak boleh marah”.
Spoiler for Peta Kantor ke Regent Center:

Hari itu cobaanya adalah menahan rasa kesal kepada bos, menahan amarah ketemu customer dan naik sepeda turun naik bukit di siang bolongnya musim panas midwest.

Saat ini tantangan terberatnya adalah: menghindari pemikiran negatif kepada diri sendiri dan orang lain, menghidari dirty jokes, dan menghindari mendoakan yang buruk kepada orang atau kelompok yang saya tidak suka. Sebelum bulan Ramadan, banyak sekali hal yang terjadi di Indonesia dan dunia yang terbawa sampai saat ini. Masih banyak oknum yang secara terang-terangan ataupun menggunakan media sosial untuk menebar kebencian.
Spoiler for Curiga:

Saat membaca komen atau berhadapan dengan oknum-oknum tersebut, sangat susah bagi saya untuk berpikir positif tentang mereka. Lebih susah bagi saya untuk tidak mengatakan,”sukurin, biar tahu rasa” kepada oknum penebar kebencian yang terjerat kasus hukum.

Spoiler for Harapan Saya:

0
724
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan