rafiiaxxel
TS
rafiiaxxel
Kritik, Kawan yang Menjadi Lawan
Welcome
Ladies and Gentlemen


Di thread ini, ane mau ngungkapin renungan ane barusan. Daripada lupa dan hilang, mending diketik. Iya kan?
Ide itu murah harganya, yang mahal itu memori kita. emoticon-2 Jempol

Ga pake bas bis bus basa basi busuk, langsung aja gan...




Kritik adalah pandangan kita terhadap sesuatu. Kritik berasal dari pemikiran kita yang terpengaruh oleh sekitar kita. Kritik terkadang memang tajam tetapi itulah yang membuat kemampuan manusia menjadi bertambah kuat dan besar.
Kritik ibarat sebuah alarm yang mengingatkan kita bahwa ada lubang yang tersisa ketika kita membuat sebuah bangunan. Kritik juga bisa diibaratkan sebagai kepala yang menghantam ranting pohon dengan keras ketika kita sedang berjalan. Sakit? Memang. Tetapi bila ada tebing di depannya, apakah kita akan mengeluhkan perbuatan pohon itu? Yang jelas, itu perbuatan kita bukan?
Kritik memang seperti itu. Terkadang keras, tajam, tak kenal kasihan, menyayat hati, menjatuhkan martabat dan harga diri. Tetapi bila tanpa kritik, kita akan jadi apa? Aku yakin manusia tak akan berkembang hingga pada masanya.

Aku rasa, tidak ada kritik yang menunjukkan bahwa kita menjalankan sesuatu dengan benar. 100% tepat? Tidak ada. Bila ada, bukan lagi kritik namanya, itu sudah termasuk kategori pujian kemudian kritik dan pujian itu saling bertolak belakang. Kritik itu membuat sakit hati namun membuat kita selalu belajar dari kesalahan. Lalu, pujian itu membuat kita gembira dan terlena namun membuat kita tidak tahu diri (aku berterus terang saja). Memang baik untuk memuji seseorang sebagai bentuk apresiasi kerja kerasnya. Hanya saja, bila terlalu banyak, kerja keras yang telah ia raih akan hilang dengan sia-sia karena pujian itu. Bila seseorang telah menerima pujian dengan porsi melebihi maksimal, orang itu menjadi sombong dan malas. Terlebih lagi keyakinannya merasa cukup ‘puas’ dan berhenti bekerja keras, itulah yang terburuk. Bagaimana bisa seseorang yakin untuk mengerjakan dua hal yang berbeda namun memiliki hasil yang sama? Bagaimana bisa seseorang yakin untuk menang lomba catur kemudian besoknya memenangkan balap kuda? Bagaimana bisa seseorang bisa menang sekarang dan besok harinya menang lagi?




Jawabannya, tentu bisa dengan kemungkinan beberapa persen saja. Mungkin tak sampai 10%. Aku mengacu pada pengalaman Thomas Alfa Edison setelah ia menemukan lampu pijar, pasti dibutuhkan ratusan hingga ribuan eksperimen untuk menemukan teknologi baru lagi. Tidak mungkin bila ia sekarang menemukan lampu pijar, esoknya menemukan hal lain lagi. Itulah pentingnya kerja keras dan pujian itu memang membahayakan bagi para pekerja keras tentunya.

Kritik hampir dikategorikan atau disejajarkan sebagai umpatan, sumpah serapah, dan kata-kata yang membuat kita sakit hati. Memang, karena kritik itu selalu berperan sebagai antagonis. Kritik tidak pernah mengucapkan hal-hal yang membuat kita senang. Kritik selalu mengucapkan hal-hal yang berkaitan dengan kekurangan kita. Siapapun pasti tidak ingin dibiarkan mengenai kekurangannya. Siapa sih yang tidak mengkritik tentang jerawat di muka seseorang bila faktanya ia memang tak pernah mandi? Siapa yang tidak mengkritik seorang demonstran bila tuntutan mereka sudah terpenuhi? Memang peran kritik selalu mengucapkan segala tentang kekurangan yang kita miliki. Tetapi, contoh sebelumnya bisa menegaskan kembali bahwa kritik itu membangun dan menyadarkan kita bahwa kita memang ‘kurang’ dalam segala hal. Tanpa kritik, orang akan terus menjalankan kebiasaan yang memang sebenarnya kurang bermanfaat bagi kita. Tanpa kritik, orang jerawatan tadi pasti tidak akan mandi. Itu simpelnya.



Peranan kritik selalu menuntut kita untuk 100% benar, tepat, cermat, dan bersahaja. Tapi kita manusia dan tidak ada manusia yang sempurna. Lalu, kata sempurna juga berbeda bagi siapapun. Seseorang akan menganggap sebuah gambar lingkaran itu penuh dan besar bila ia melihatnya dekat. Tapi itu tidak berlaku bagi seseorang yang memandangnya dari jauh. Tergantung dari pandangan masing-masing. Manusia seharusnya tidak pernah puas dan memang tidak akan puas. Kita akan selalu mencari cara bagaimana agar kita selalu terlihat sempurna. Entah itu di penampilan atau usaha kerja kita. Kesadaran itulah yang menyebabkan kita sadar akan kemampuan kita. Lalu, kita memperbaiki kemampuan itu agar lebih kuat daripada sebelumnya.

Ibarat seseorang hanya mampu membawa benda seberat 10 kg sepanjang satu kilometer, setelah ia dikritik untuk memperkuat tubuhnya, ia bisa membawa 15 kg dalam 1 kilometer. Berlaku juga dalam bidang apapun. Dengan catatan, kita juga perlu mengetahui batas kita. Tidak mungkin juga bila kita ingin menguasai semuanya dan kita perlu orang lain untuk mencapai tujuan kita. Hidup juga tidak sendirian kan? Bila seseorang terbawa suasana menuju kesempurnaan, ia akan menjadi lupa diri dan egois yang tidak kenal ampun.

Tidak semua orang bisa menerima kritik secara cuma-cuma. Aku mengaku bahwa untuk menerima kritik yang tajam atau tidak secara lapang dada, itu membutuhkan kekuatan mental untuk menerima apapun yang terjadi selanjutnya. Catatan, menerima di sisi bukanlah pasrah. Menerima di sini adalah kita mendapatkan sesuatu yang berarti kritikan di sini, dan menggunakannya dengan baik. Sedangkan pasrah itu menerima sesuatu tetapi kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Terkadang seseorang bisa jatuh karena kritikan. Ia tak kuat menerima kritikan secara lapang dada atau dengan mudahnya tanpa golakan yang ada di dalam hati. Ada satu hal yang perlu diperhatikan ketika kita menerima kritikan yaitu setiap kita terjatuh kita akan bangkit lagi dan yakin tidak akan jatuh di lubang yang sama.



Betul kan? Ketika kita menerima kritik, bila memang kita harus kuat maka kuatkanlah diri dan hati. Bila kita memang tidak kuat jangan tanggung-tanggung untuk jatuh. Untuk apa kita bermuka dua dan berbohong pada diri kita kalau kita pura-pura kuat. Padahal sebenarnya tidak. Justru akhirnya akan terkesan membunuhmu karena “selama kita tidak jatuh, kita tidak akan tahu seberapa tinggi langit itu”. Jadi, bagaimana kita terbiasa dengan kritik? Ya kita cukup sering mendapat kritikan dari orang lain. Cara itulah yang bisa membuat mental kita menjadi semakin kuat dalam menerima kritik.

Kritik menyadari kita tentang kekurangan kita. Kritik yang terus menerus membuat kita sadar bahwa kita harus belajar terus menerus karena senjatanya umat manusia untuk hidup di bumi yang ganas ini adalah belajar. Bisa karena terus belajar lalu belajar karena terus dikritik. Kalau terlalu banyak dikritik di hal yang sama, berarti tidak peka terhadap dirinya sendiri. Kritik tidak harus dari orang lain, bisa juga dari diri sendiri. Kritik dari diri sendiri mendorong kita untuk menjadi manusia yang peka terhadap diri sendiri. Kepekaan itu akan meluas sehingga kita bisa peka terhadap orang lain dan dunia luar. Akhirnya, kita bisa bermanfaat bagi sesama manusia karena saling mengingatkan kekurangannya masing-masing. Bukankah indah bila kita bisa membantu orang lain dengan setulus hati?

Cukup sekian tulisan dari ane. Semoga bermafaat ya. Maaf bila terlihat berantakan tetapi menurut ane lebih penting pesannya agar bisa diambil hikmahnya dan menjadi penggugah kesadaran. Mohon maaf bila ada kesalahan. Terima Kasih atas perhatiannya emoticon-Jempol

Repost? Enggak mungkin lah
Sumber? Opini dan renungan pribadi ane
Sumber gambar? Ya mbah gugel. Terbaeek emangemoticon-Jempol emoticon-Ngakak

BONUS!!!

Diubah oleh rafiiaxxel 23-05-2017 11:01
0
18.9K
131
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan