c4punk1950...Avatar border
TS
c4punk1950...
Sepakbola Hindia Belanda ditubuh PSSI
Kita selalu berbangga diri dengan kejayaan masa lalu tapi kita tidak mau belajar dari kejayaan masa lalu itu.

1938 Hindia Belanda Piala Dunia di Perancis menjadi memory indah insan sepakbola tanah air.



Sejarah singkat Hindia Belanda


Hindia Belanda (Bahasa belanda: Nederlands(ch)-Indië) adalah sebuah wilayah koloni Belanda yang diakui secara de jure dan de facto Kepala negara Hindia Belanda adalah Ratu atau Raja Belanda dengan seorang Gubernur-Jendral sebagai perwakilannya yang berkuasa penuh.

Hindia Belanda juga merupakan wilayah yang tertulis dalam Undang-undang Kerajaan Belanda tahun 1814 sebagai wilayah berdaulat Kerajaan Belanda, diamandemen tahun 1848,1872, dan 1922 menurut perkembangan wilayah Hindia Belanda.

Hindia Belanda dahulu kala adalah sebuah jajahan belanda, sekarang disebut Indonesia. Jajahan Belanda ini bermula dari properti Vereenigde Oostindische Compagnie (atau VOC) yang antara lain memiliki Jawa dan Maluku serta beberapa daerah lain semenjak abad ke-17. Setelah VOC dibubarkan pada tahun 1798, semua properti VOC menjadi milik pemerintah Republik Batavia .

Pada abad ke-19 hanya pulau jawa yang secara keseluruhan milik Belanda. Lalu pada tahun-tahun selanjutnya semua daerah lain di Nusantara ditaklukkan atau “dipasifikasikan” (didamaikan). Hindia Belanda adalah salah satu koloni Eropa yang paling berharga yang termasuk dalam kekuasaan Imperium Belanda.

Penguasaan atas koloni ini turut menyumbang kepada semakin kuatnya pengaruh ekonomi global Belanda, terutama dalam perdagangan rempah dan komoditas perkebunan lainnya, dalam abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Pada puncaknya pada tahun 1942, Hindia Belanda meliputi semua daerah Indonesia saat ini. Selain itu, kota Melaka, Taiwan, Sri lanka pernah dimiliki VOC dan pemerintah Belanda.

Perbatasan Hindia Belanda dengan negara tetangganya ditentukan dengan perjanjian-perjanjian legal antara Kerajaan Belanda dengan kerajaan serawak(protektorat inggris di bawah dinasti Brooke "the White Rajah"), borneo utara britania (sabah), kerajaan portugis(timor portugis), kekaisaran jerman (papua nugini Utara), kerajaan inggris (Papua Nugini Selatan).
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 agustus 1945.Belanda menentang dan memerangi para pejuang kemerdekaan.Baru pada 27 desember 1949, kedaulatan Indonesia diakui.papua bagian barat (Irian Jaya) masih dikuasai Belanda sampai tahun 1961

Masa indah sepakbola nusantara

Dikutip dari BBC indonesia.

Timnas berlatih di Belanda

Tim Hindia Belanda adalah negara Asia pertama yang tampil di Piala Dunia 1938 di Perancis, tetapi gaya permainan serta seluk-beluk tim sepak bola ini tidak banyak tercatat dalam sejarah.

“Gaya menggiring bola pemain depan Tim Hindia Belanda, sungguh brilian…,” begitulah laporan koran Perancis L’Equipe, edisi 6 Juni 1938, “tapi pertahanannya amburadul, karena tak ada penjagaan ketat..”

Hasilnya, seperti tercatat dalam sejarah, tim sepakbola Hindia Belanda (sekarang adalah Indonesia) dicukur 6-0 (4-0) oleh tim Hungaria – sekali bertanding dan kalah.

Kejadian ini terjadi pada Piala Dunia 1938 di Perancis, yang saat itu memang menggunakan sistem gugur. Artinya, tim Hindia Belanda harus angkat kopor lebih awal.

Saya tidak membaca langsung berita itu. Laporan pandangan mata itu disadur sebuah buku sejarah Piala Dunia, terbitan London, Inggris, sekian tahun lalu. Editor buku ini memperoleh datanya sebagian besar dari surat kabar The Times, serta koran lainnya – termasuk L’Equipe.

Tapi, apa istimewanya berita itu? Menurut saya, berita itu mengandung informasi yang relatif baru.

Apa pasal? Karena informasi tentang "gaya permainan tim Hindia Belanda" itu belum pernah dipublikasikan oleh media-media yang terbit di Indonesia, setahu saya.

Sejauh ini nyaris tidak ada catatan tertulis seperti apa isi pertandingan yang digelar di Stadion Reims, Perancis, 5 Juni 1938, kecuali laporan-laporan yang hanya menyoroti nama-nama pemain -- yang terdiri dari suku Jawa, Maluku, Tionghoa, Indo-Belanda, serta pelatihnya yang asal Belanda, Johannes Christoffel van Mastenbroek.

Laporan-laporan media di Indonesia juga semata menyebutkan bahwa keberangkatan tim ini didukung NIVU, Nederlandcshe Indische Voetbal Unie – organisasi sepakbola di bawah naungan pemerintah kolonial Belanda, tetapi tidak "direstui" PSSI.

PSSI yang didirikan 8 tahun sebelumnya (1930), dilaporkan tidak mengirimkan para pemainnya. FIFA sendiri lebih mengakui NIVU ketimbang PSSI.

Walaupun akhirnya mengatasnamakan NIVU, toh kehadiran Tim Hindia Belanda pada ajang Piala Dunia 1938, akhirnya dicatat sebagai kehadiran pertama kalinya wakil dari benua Asia.

Semula Jepang yang ditunjuk, namun karena kendala transportasi, negara itu mengundurkan diri. Hindia Belanda akhirnya menggantikannya – tanpa melalui ajang kualifikasi piala dunia, yang seperti dipraktekkan sekarang.
Kapten tim seorang dokter
Dalam buku sejarah piala dunia terbitan London itu, disebutkan bahwa para pemain Hindia Belanda, didominasi para pelajar.

“Kapten timnya adalah seorang dokter, yang menggunakan kacamata,” ujar wartawan The Times, saat meliput pertandingan itu.

pemain hindia belanda dengan seragam oranye dan celana putih.

Informasi ini berbeda dengan laporan yang sudah lama sebelumnya, yang menyebutkan mereka adalah para pegawai yang bekerja untuk pemerintah kolonial.

Disebutkan pula, sebagian besar para pemain berukuran tubuh pendek (“Bien trop petits,” kata reporter koran Perancis, yang dikutip The Times). Meski tergolong pendek, imbuhnya, para pemain depan Hindia jago menggocek bola.

"Gaya menggiring bola pemain depan Tim Hindia Belanda, sungguh brilian…,” begitulah laporan koran Perancis L’Equipe, edisi 6 Juni 1938.

“Tapi pemain belakangnya, lemah dalam penjagaan, serta sering terlambat menjegal lawannya.”

Setelah mengalahkan tim Hindia Belanda, Tim Hungaria akhirnya melaju sampai babak final, sebelum ditundukkan tim Italia 2-4 dan tampil kembali sebagai juara dunia dibawah asuhan pelatih legendaris Victorio Pozzo.

Tim Hungaria kala itu diperkuat bintang-bintang pada zamannya, seperti Gyorgy Sarosi, Gyula Zsengeller. Dua orang itu kemudian masuk daftar 3 besar pencetak gol tersubur dalam piala dunia 1938.

Laga tim Hindia Belanda-Hungaria digelar 5 Juni 1938, pukul 5 sore waktu setempat, di Stadion Velodorme, di kota Reims, Perancis – sekarang stadion itu diubah menjadi Stadion Auguste Delaune.

Pertandingan ini dipimpin wasit asal Perancis, Roger Conrie, serta dua orang hakim garis Carl Weingartner (Jerman) dan Charles Adolphe Delasalle (Perancis).

Disaksikan sekitar 9,000 orang penonton (menurut catatan resmi FIFA), tim Hungaria menggunakan kostim serba putih, sementara lawannya menggunakan kaos oranye, celana pendek putih dan kaus kaki biru muda.
Bermain terbuka
Menghadapi tim sekuat Hungaria, apakah tim Hindia Belanda memilih bermain bertahan? Pertanyaan ini mungkin ada di benak Anda dan barangkali tidak banyak yang tahu apa jawabannya.

Namun menurut wartawan olah raga Belanda, CJ Goorhoff, yang meliput langsung laga di Stadion Rheims, di babak pertama, Achmad Nawir dan kawan-kawan kurang bisa mengembangkan permainan.

pemain Hindia Belanda di Den haag.

Sehingga, "laga berjalan agak timpang," tulisnya yang dikutip situs geschiedenis24.nl.

"Namun di babak kedua," demikian laporan Goorhoff, "permainan tim Hindia Belanda jauh lebih baik. Mereka bermain terbuka dan berani menyerang."
Usai laga, masih menurut Goorhoff, pemain timnas Hungaria sekaligus salah-satu bintangnya, Gyorgy Sarosi (yang mencetak gol dalam laga ini) mengaku "pertandingan melawan Hindia Belanda, agak berat."

"Dia mengaku tidak menyangka mendapat perlawanan dari tim Hindia Belanda. Banyak kejutan," ungkap Goorhof, mengutip keterangan Sarosi.
"Sarosi juga mengakui bahwa sebagian pemain Hindia Belanda tampil menyulitkan mereka."

Kemudian, Sarosi menyebut sejumlah pemain Hindia Belanda yang disebutnya bermain bagus, yaitu Sutan Anwar, Hans Taihuttu, Tjaak Pattiwael, serta Suwarte Soedarmadjie.

"Kemampuan mereka menyundul bola, beberapa kali mementahkan umpan ke Sarosi dan Toldi, dua pemain depan Hungaria," ungkap Goorhoff.
Kiper Hindia Belanda, Mo Heng Tan, yang kelahiran 28 February 1913, menurut Goorhoff, awalnya tampil kurang percaya diri. "Tapi selanjutnya dia bermain bagus, dan beberapa kali berhasil menyelamatkan gawangnya dari kebobolan."

Mirip kurcaci

Dalam laporannya, Goorhooff menyebutkan pula bahwa tim Hungaria banyak memainkan bola-bola atas, karena rata-rata pemain Indonesia bertubuh pendek.

"Rata-rata tinggi mereka sekitar 160 cm, sementara pemain Hungaria berperawakan tinggi besar," lapornya.
Sejumlah laporan juga menyebutkan, lantaran perbedaan postur tubuh antara kedua tim yang begitu mencolok, Walikota Reims menjuluki Tim Hindia Belanda "mirip kurcaci".

ahcmad nawir dan pemain Belanda.

"Saya seperti melihat 22 pesepakbola Hungaria dikerubuti 11 kurcaci," katanya berkelakar.

Sejumlah catatan menunjukkan, para pemain Hindia Belanda, sebagian besar berusia sekitar 25 tahun. Mereka kelahiran antara tahun 1912 dan 1916. Hanya seorang yang kelahiran 1909, yaitu Hans Taihuttu (pemain depan asal klub VIOS Batavia).

Adapun berat badan mereka berkisar antara 65 kilogram sampai 70 kilogram, sedang pemain tertinggi tercatat 178 sentimeter yaitu pemain tengah Frans Meeng (klub VIOS Batavia).

Walaupun demikian, menurut Goorhooff, kehadiran tim Hindia Belanda di Stadion Velodorme, di kota Reims, Perancis, telah menarik perhatian sekitar 9,000 penonton.

"Mereka menarik perhatian dan simpati penonton, karena pemain Hindia Belanda begitu sopan, seperti memberi hormat kepada penonton," ungkapnya.
Selayaknya laga internasional, pemain Hindia Belanda menyanyikan lagu kebangsaan Belanda, yaitu "Het Wilhelmus".

Menurut catatan resmi FIFA, para pemain Hindia Belanda sebagian besar berusia sekitar 25 tahun. Mereka kelahiran antara tahun 1912 dan 1916. Hanya seorang yang kelahiran 1909, yaitu Hans Taihuttu (pemain depan asal klub VIOS Batavia).

Adapun berat badannya berkisar antara 65 kilogram sampai 70 kilogram, sedang pemain tertinggi tercatat 178 sentimeter yaitu pemain tengah Frans Meeng (klub VIOS Batavia). Selain didominasi pemain Batavia (Jakarta), lainnya dari klub Tionghoa Surabaya, SVV Semarang, serta HCTNH Malang.

Di mana mereka?

Sebelum berlaga di ajang Piala Dunia 1938 di Perancis, tim Hindia Belanda berangkat menggunakan kapal laut 'Baluran'.

Mereka meninggalkan Pelabuhan Tanjung Priok pada 27 April 1938, dan tiba di pelabuhan Genoa di Italia, sebulan kemudian, demikian laporan surat kabar mingguan yang terbit di Batavia (Jakarta), Java Bode.

Dikutip situs Java Post, rombongan Achmad Nawir dan kawan-kawan ini kemudian menuju Belanda dengan mengendarai kereta api.

"Disambut hujan gerimis serta ratusan penggemarnya, mereka tiba di stasiun Den Haag pada18 Mei," tulis situs tersebut. Beberapa ratus orang penggemar disebutkan menyambut kedatangan mereka dengan teriakan yel-yel.

Menginap selama sekitar satu bulan di Hotel Duinoord, di Kota Wassenaar, tim Hindia Belanda menggelar sejumlah laga persahabatan antara lain melawan klub asal Den Haag (skor akhir 2-2) dan klub Haarlem (5-3).

Di awal Juni, rombongan ini berangkat ke Perancis, empat hari menjelang pertandingan hidup-mati melawan tim kuat Hungaria.

Usai dikalahkan Hungaria, mereka kembali ke Belanda, dan menggelar laga persahabatan dengan timnas Belanda di Stadion Olimpiade, Amsterdam, pada 26 Juni 1938. Hasil akhirnya? Jangan kaget, 9-2 untuk timnas Belanda!
Akhirnya, setelah tiga bulan berada di Eropa, mereka melakukan perjalanan pulang pada 1 Juli, dalam perjalanan selama tiga pekan, sebelum akhirnya berlabuh kembali di Tanjung Priok.

Setelah 'pesta' Piala Dunia 1938 berakhir, kemana pergi para pemain itu? Tidak ada catatan yang menunjukkan kiprah mereka selanjutnya, utamanya ketika Belanda harus angkat kaki ketika Indonesia merdeka.

"Tidak jelas kemana mereka," demikian laporan situs yang dikelola di Belanda, Java Post, dalam artikel berjudul Een historische voetbalreis, yang diunggah 23 Maret 2012 lalu.

Hanya saja, demikian situs ini menyebutkan, kiper Mo Heng Tan sempat lulus seleksi untuk memperkuat tim Indonesia dalam laga persahabatan melawan klub dari Singapura pada 1951.

Kisah tragis dialami pemain tengah Frans Alfred Meeng. Menurut situs Java Post, pemain kelahiran 1910 ini ikut tenggelam bersama kapal Jepang Junyo Maru yang ditenggelamkan oleh kapal selam Inggris pada 18 September 1944.

Kapal kargo yang mengangkut para romusha dan tawanan tenggelam di perairan Sumatera.

Sepakbola dan Politik.

Di suratkabar De Sumatra Post edisi 15 November 1917, saya menemukan sepucuk berita berjudul "Deli, de Volksraad en de Voetbal" (Deli, Dewan Perwakilan Rakyat dan Sepakbola). Kendati eksemplar De Sumatra Post yang saya temukan itu sudah buram dan di sana-sini tak terbaca, khusus berita berjudul "Deli, de Volksraad en de Voetbal" itu masih relatif jelas terbaca.

Dan di situ saya menemukan bagaimana sebuah klub sepakbola menawarkan dirinya menjadi bagian dari kampanye pemilihan anggota Volksraad. Nama klub itu adalah "Boeih Merdeka". Beberapa kandidat anggota Volksraad yang disebut dalam berita itu adalah Mr. Baradja, T. Moesa dan Dr. Abdul Rasjid. Nama yang terakhir itu akhirnya berhasil menjadi anggota Volksraad mewakili Sumatera Utara dan karier politiknya terus bertahan sampai kedatangan Jepang.

Sebenarnya tidak mengherankan jika Abdul Rasjid memanfaatkan sepakbola sebagai bagian penting kampanyenya. Saat masih bersekolah di STOVIA (sekolah kedokteran di masa kolonial), dia aktif bermain sepakbola bersama rekan-rekan di sekolahnya. Tak hanya main bola, dia juga menjadi pengurus klub sepakbola STOVIA.


STOVIA adalah klub yang diperkuat para pemain bumiputera pertama yang ikut kompetisi pertama yang pernah digelar di Jawa pada 1904.

Di suratkabar Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indie edisi 30 Agustus 1907, ada berita mengenai struktur kepengurusan klub sepakbola STOVIA. Dalam berita itu terlihat Abdul Rasjid menjadi Commissarissen van Materiaal (yang mengurus segala alat-alat dan perlengkapan). Selain Abdul Rasjid, nama lain yang menjadi Commissarissen van Material di klub STOVIA adalah Sam Ratulangi, orang Minahasa yang kelak menjadi tokoh penting dalam sejarah Indonesia.

Di Volksraad, Abdul Rasjid dikenal sebagai anggota Fraksi Nasional yang gigih mengkampanyekan penggunaan bahasa Indonesia dalam sidang-sidang di Volksraad. Pada periode 1938-1939, ada 7 anggota Volksraad yang menggunakan bahasa Indonesia yaitu Soangkupon, Suroso, Wirjopranoto, Jahja Datoek Kajo, Abdul Rasjid, MH Thamrin, dan Otto Iskandar Dinata [lihat buku Jahja Datoek Kajo: Pidato Otokritik di Volksraad 1927-1929, hal. 35].

Dan tahukah Anda, 2 nama terakhir setelah Abdul Rasjid yang saya sebutkan di atas (MH Thamrin dan Otto Iskandar Dinata) adalah para politisi yang sangat aktif mengurusi sepakbola, bahkan jauh lebih aktif daripada Abdul Rasjid.

MH Thamrin tak mungkin dipisahkan dari VIJ (cikal bakal Persija kelak). Dia bukan hanya secara rutin menonton pertandingan VIJ, tapi juga mengurusi banyak hal yang menjadi keperluan Persija, tak terkecuali lapangan sepakbola.

Disebut-sebut, Thamrin merogoh koceknya sendiri untuk menyediakan lapangan bagi VIJ di daerah Petojo pada 1932 (penelusuran saya menyebutkan lapangan VIJ itu bukan 1932, tapi 1936. Lihat surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad edisi 16 Maret 1936).



Kesukaan Thamrin pada sepakbola pula yang membuatnya peduli dengan "kericuhan" menyusul tindakan rasis panitia kompetisi sepakboola NIVB di Surabaya yang pada 1932 melarang wartawan bukan kulit putih datang meliput. Larangan itu memicu gelombang protes, terutama dari surat kabar Sin Tit Po yang menyerukan boikot. Liem Koen Hian, hoodredacture/pemred Sin Tit Po, ditangkap atas dugaan memprovokasi kericuhan. Thamrin datang menyelidiki persoalan ini, terutama untuk memastikan agar Liem Koen Hian tidak diperlakukan semena-mena. Thamrin sampai mengajukan beberapa pertanyaan tertulis kepada aparat kepolisian saat itu.

Thamrin pula yang memimpin kesebelasan bentukan PSSI saat berkunjung ke Jepang pada 1939 --kunjungan yang sedikit banyak menjadi jawaban atas "kegagalan" PSSI terlibat dalam pengiriman tim Hindia Belanda ke Piala Dunia 1938 di Paris. Saat itu, Thamrin memimpin delegasi yang terdiri para siswa, dokter, dan beberapa kalangan lainnya. Ini adalah bagian dari kecenderungan politik Thamrin (dan beberapa aktivis pergerakan lainnya) yang mulai terkagum-kagum dengan Jepang (lihat Soerabaiash-Handelsblad edisi 1 Agustus 1936).



Jika Thamrin adalah politisi Betawi yang sangat peduli dengan VIJ, maka di tanah Parahyangan muncul Otto Iskandar Dinata. Sosok yang nama julukannya, Si Jalak Harupat, itu diabadikan menjadi stadion sepakbola di Soreang ini sangat peduli dengan Persib Bandung (berbeda dengan Persija yang bertahun-tahun lamanya masih menggunakan nama VIJ, sejak berdiri Persib sudah menggunakan nama persib ).


Kenapa BIVB bukan persib ??



Sebelum bernama Persib Bandung, di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB) pada sekitar tahun 1923. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah Mr. Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi Sartika, yakni R. Atot.

Atot pulalah yang tercatat sebagai Komisaris Daerah Jawa Barat yang pertama. BIVB memanfaatkan lapangan Tegallega di depan tribun pacuan kuda.

Pada tanggal 19 April 1930, BIVB bersama dengan VIJ Jakarta, SIVB (sekarang Persebaya), MIVB (PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), dan PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran PSSI dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. BIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh Mr. Syamsuddin. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. BIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1933.

BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai Ketua Umum. Klub-klub yang bergabung ke dalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi

Banyak sekali laman atau artikel di internet yang menyebut-nyebut Otto sebagai Ketua Umum Persib Bandung. Itu sebenarnya keliru. Otto memang tak pernah melepaskan kepeduliannya pada Persib, tapi sesungguhnya dia tak pernah jadi Ketum Persib. Dia hanya pernah jadi Ketua Panitia Kongres PSSI di Bandung pada 1936 (lihat buku "Otto Iskandar Dinata: the Untold Stories" karya Iip D. Yahya).

Dia selalu terlibat dalam setiap acara yang melibatkan Persib, termasuk menjadi salah seorang offisial tim saat Persib untuk pertama kalinya menjadi juara Kejurnas PSSI pada 1937 di Solo. Surat kabar berbahasa Sunda yang dipimpinnya, Sipatahoenan, tak ubahnya seperti Pikiran Rakyat di masa pasca kemerdekaan: menjadi corong utama pemberitaan pemberitaan Persib Bandung.

Andaikata logo persib fussion dengan BIVB ...





emoticon-I Love Indonesia

Next PSSI
Diubah oleh c4punk1950... 12-04-2017 13:55
0
6K
22
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan