doddifirdausAvatar border
TS
doddifirdaus
Gocekan Gamawan Mudah Terbaca


Lanjutan persidangan Kasus E-KTP dalam mengungkap kebenaran baru terkait pihak-pihak yang diduga terlibat dan berperan dalam mengalirkan dana mega korupsi senilai 2,3 triliun. Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan delapan saksi dalam persidangan perkara dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012 di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, kemarin (16/3). Delapan saksi tersebut adalah Menteri Dalam Negeri 2009-2014 Gamawan Fauzi, bekas Menteri Keuangan Agus Martowardjo, bekas Sekjen Mendagri Diah Anggraeni, Elvius Dailami, Rasyid Saleh, Winata Cahyadi, bekas Ketua Komisi II DPR RI Chairuman Harahap dan Yuswandi Tumenggung.

Namun sangat disayangkan, Agus Martowardojo selaku Menteri Keuangan periode 2010-2013 yang kala itu meloloskan dan menyetujui pencairan anggaran dengan skema kontrak tahun jamak (multiyears) berhalangan hadir sebagai saksi dalam sidang dan mengajukan permohonan penjadwalan ulang pada 30 Maret 2017. Agus Marto diyakini mengetahui sejumlah rapat evaluasi proyek e-KTP di kantor Wakil Presiden Boediono dalam rentang 2010-2011. Untuk itu kesaksian Agus Marto sangat dibutuhkan untuk mengurai kasus sejak proyek ini diajukan. Dirinya diyakini mengetahui sejumlah rapat evaluasi proyek e-KTP di kantor Wakil Presiden Boediono dalam rentang 2010-2011.

Salah satu saksi kunci yang dihadirkan adalah Mantan Sekjen Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraeni. Dalam persidangan untuk terdakwa Irman dan Sugiharto, Diah Anggraeni mengaku dua kali menerima uang. Pertama, ia menerima uang dari Irman yang saat itu menjabat Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri sebanyak 300.000 dollar AS. Kemudian, dirinya menerima lagi uang sebesar 200.000 dollar AS dari Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku pelaksana yang ditunjuk langsung dalam proyek e-KTP. Meskipun Diah membantah uang yang diterimanya terkait dengan E-KTP, namun dia tidak bisa menjawab pertanyaan JPU kenapa pemberian tersebut tidak ditolaknya. Diah mengaku baru mengetahui uang tersebut berkaitan dengan proyek e-KTP setelah diperiksa di KPK pada 2015.

Yang juga menarik dari lanjutan sidang tersebut adalah kesaksian yang disampaikan Eks Mendagri Gamawan Fauzi. Gamawan mengakui bahwa proyek e-KTP tidak memenuhi target sebanyak 172 juta lembar yang dilaksanakan Konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang proyek E-KTP.

Dalam persidangan pertama terungkap ada puluhan anggota DPR periode 2009-2014, pejabat Kementerian Dalam Negeri, staf Kemendagri, auditor BPK, swasta hingga korporasi yang diduga menikmati aliran dana proyek e-KTP tersebut. "Kira-kira baru 145 juta perekaman waktu itu yang dilaporkan ke saya. Kalau tidak tercapai, uang bisa dikembalikan," ujar Gamawan kepada majelis hakim. Majelis hakim kemudian menanyakan apakah uang sisa proyek e-KTP benar-benar sudah dikembalikan kepada negara. Namun, Gamawan mengaku tidak mengetahui apakah pengembalian dilakukan. "Saya tidak tahu, itu kewenangan pengelola anggaran," kata Gamawan.

Majelis hakim kemudian merasa heran, mengapa Gamawan selaku Menteri dan penguasa anggaran tidak mengetahui ke mana aliran uang yang seharusnya dikembalikan kepada negara. "Tapi kan ini proyek besar, masa tidak ada pertanggungjawaban? Saudara sebagai Menteri tidak tahu, tidak ada pengawasan?" tanya anggota majelis hakim. Menurut Gamawan, dalam proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun itu, ia sudah meminta pengawasan dan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Kejaksaan Agung, Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, menurut Gamawan, tidak ada satu lembaga pun yang melaporkan adanya kejanggalan dan kerugian negara.

Kesaksian Palsu?

Pengakuan dan kesaksian dalam persidangan lanjutan kemarin nyaris menyibak fakta baru terkait sepak terjang Gamawan Fauzi dalam mengungkap tuntas kasus E-KTP. Meskipun berkelit dalam menjawab sejumlah pertanyaan kunci yang disampaikan majelis hakim, Eks Menteri era Susilo Bambang Yudhoyono itu tidak bisa menghindar dari peran pentingnya yang sangat menonjol dalam 'permainan', bahkan bukan tidak mungkin dialah penyusun skenario mengalirnya dana mega proyek yang dikorupsi secara berjamaah tersebut melalui Irman dan sekretarisnya Diah Anggraeni serta Andi Narogong.

Alasan-alasan yang disampaikannya dalam pengadilan penuh kejanggalan. Pasalnya, argumentasi yang dipakai sungguh sangat bertentangan dengan kronologi awal saat proyek tersebut masih dalam tahap usulan dan pembahasan. Sebagai Menteri, seluruh perkembangan proyek E-KTP dilaporkannya kepada Wakil Presiden kala itu, Boediono. Berharap jalannya lancar, proyek tersebut malah mendapat penolakan dari Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang saat itu dijabat Agus Rahardjo (Ketua KPK sekarang).

Beberapa kali rapat evaluasi proyek e-KTP dilakukan di kantor Wapres Boediono dalam rentang 2010-2011. Rapat itu terjadi karena Boediono ingin menengahi LKPP dan Kemendagri yang sama-sama bertentangan dan bersitegang di dalam proyek e-KTP. Dalam rapat tersebut, Gamawan menuding LKPP menghambat program e-KTP. Alih-alih mendukung, LKPP justru meminta tender e-KTP diulang. Pada rapat itu, Agus Rahardjo yang mewakili LKPP menyebut lelang tender e-KTP belum bisa dianggap clear. Akhirnya Agus Rahardjo menyatakan lembaganya mundur dari pendampingan. Alasannya, Kemendagri dianggap tidak mempedulikan saran LKPP. Misalnya, perlunya paket pekerjaan dipecah menjadi sembilan sehingga perusahaan yang menggarap paket dapat fokus pada bagiannya.

Sejumlah saran dan masukan LKPP mengenai garapan paket yang harusnya dipecah agar pelaksana proyek dapat fokus akhirnya terbukti. Konsorsium PNRI sebagai pemenang lelang proyek E-KTP tidak berhasil memenuhi target sebanyak 172 juta lembar dimana sisa anggaran tidak dikembalikan ke kas negara, melainkan digelapkan secara berjamaah. Itu artinya Gamawan memang sengaja merencanakan pengerjaan proyek dijadikan satu paket untuk melemahkan pengawasan antar lembaga. Selain itu Gamawan juga mengabaikan enam rekomendasi yang diberikan KPK pada tahun 2011.

Rekomendasi dikeluarkan mengingat lembaga anti rasuah menilai anggaran proyek E-KTP berpotensi diselewengkan. Enam rekomendasi tersebut diantaranya; penyempurnaan grand design, menyempurnakan aplikasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) dan mendorong penggunaan SIAK di seluruh wilayah Indonesia dengan melakukan percepatan migrasi non-SIAK ke SIAK, memastikan tersedianya jaringan pendukung komunikasi data online/semionline antara kabupaten/kota dan MDC di pusat agar proses konsolidasi dapat dilakukan secara efisien, melakukan pembersihan data kependudukan dan penggunaan biometrik sebagai media verifikasi untuk menghasilkan NIK yang tunggal, melaksanakan e-KTP setelah database kependudukan bersih/NIK tunggal. Saat itu KPK memberi peringatan keras agar proyek E-KTP harus dikawal ketat LKPP.

Dengan kata lain, kesaksian Gamawan Fauzi dalam persidangan kemarin yang menyatakan bahwa pemeriksaan dan pengawasan oleh BPK, Kejaksaan Agung, Polri, dan KPK yang dimintanya dalam proyek E-KTP penuh kepalsuan, omong kosong dan akal-akalan belaka. Ibarat sepak bola, Gamawan terlampau banyak diving dan memainkan gaya permainan yang sangat mudah terbaca. Dihadapan majelis hakim, dengan nada tinggi dia minta seluruh rakyat Indonesia mendoakannya agar dikutuk Allah SWT apabila terbukti berkhianat kepada bangsa dan menerima uang dari megaproyek senilai Rp 5,9 triliun itu.
0
4.5K
77
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan