indiralarAvatar border
TS
indiralar
The moment they whistle
1

San, gue mau cerita. Banyak. Jadi tolong dipasang kedua telinga lo, it's about damn time for you buat tahu siapa gue dan yang 'lainnya'.

San, Gue tahu kalau gue ini bernapas, tapi disisi lain gue sadar betul bahwa gue tenggelam. Terkadang ketika gue sedang depresi dan nggak tahu mau apa, gue mencoba menyalakan rokok marlboro yang udah expired delapan tahun dan mencoba menghisapnya. Tapi emang pada dasarnya Marlboro itu terlalu keras, gue cuma ngumpulin asap didalam mulut, merasakan pahitnya, lalu menghembuskan asap ke udara. Dari situ, gue akhirnya menunggu waktu berlalu sembari sesekali menjentikan abu rokok yang nggak gue hisap sama sekali. Perlu dicatat, gue seorang perokok pasif, jadi tindakan sok 'sebat' ini amat sangat tidak wajar bagi gue. Tapi apa sih yang 'wajar' di zaman sekarang? Nggak ada, San, nggak ada.

Kadang ya, San. Gue sampai bingung sendiri ketika gue menghilang dari peredaran manusia, melingkupi diri sendiri dengan keinginan bundir, dan mendengar suara-suara familiar yang nggak ada wujudnya di kepala. Gue bahkan sudah pada fase dimana gue menyilet tangan sendiri dan mempelajari rasa sakitnya, buat catatan dikemudian hari kalau gue butuh. Terus, San, disaat-saat gue udah nggak kuat jadi manusia, bisa dibilang seseorang menahan beban gue dengan menggantikan jiwa gue dengan jiwa dia. Dan, jangan ketawa lo njing, Gue juga nggak percaya mistis. Tapi rasanya tuh kayak gitu. Kayak, gue tahu ini tuh gue, tapi bukan gue. Get it?

Dan San, rasanya gue mau nangis pas pada akhirnya gue dateng ke Soeharto Heerdjan. Semua orang ngelihat ke gue dan gue nggak berani natap balik mereka. Bibir gue ampe gemeter, dan stress sendiri di ruang tunggu. Rumah sakit itu paling nggak profesional kalau kata gue. Psikiaternya sih masih oke ya, lulusan FKUI, pengalaman udah puluhan tahun, tapi administrasinya itu bener-bener kacau. Gue sampai pengen balik lagi aja ke kostan, dan cari antidepressant generik di tokopedia. Tapi gue teguh, San. Gue setidaknya mencoba untuk menjadi teguh. Gue hadapin semua itu, dan berharap bahwa pengobatan gue senggaknya bisa mengurangi suara-suara yang dikepala San.

Tapi San, gue curiga. Ada satu kamar di gedung kostan gue yang kayaknya nggak pernah ditinggalin lama lebih dari tiga bulan. Tiap malam kalau gue lembur di kantor, jam sepuluh lewat semenit aja, gue udah bisa denger orang ngobrol seru, tapi selalu dari kamar itu. Kamar itu, nggak ada sejarah yang aneh-aneh setahu gue. Tapi bisa jadi orang lama yang tinggal disini udah pada sepakat nggak ada yang mau cerita ke orang baru, biar nggak pada kabur kali ya? Cuma gue takut sendirian disini. Gue nggak pada dalam kondisi yang bisa nerima hal-hal ganjil dengan logika. Udah lagi, itu kamar beda tiga pintu dari gue. Kalau gue nggak tidur, udah tuh, makin jadi suara berisiknya. Gue takut, tapi duit gue udah kepake buat nebus antidepressant. Gue nggak bisa lari.

Jadi tolong gue, San. Gue nggak ada lagi temen yang bisa diminta tolong, dan gue yakin cuman elo yang bisa ngehandle urusan kayak begini.

Tolong jadi diri gue sebentar sampai lo hilang untuk selamanya.

*
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.9K
17
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan