dewaagniAvatar border
TS
dewaagni
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan: Secara Prinsip Hak Telah Terpenuhi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan: Secara Prinsip Hak Telah Terpenuhi

Sebagai masyarakat minoritas, penganut kepercayaan lokal masih mengalami diskriminasi dalam pemenuhan hak dasar berpendidikan. Kementerian Kebudayaan menyiapkan draf Permendikbud tentang layanan pendidikan bagi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai bentuk kehadiran negara dan pemerintah di masyarakat.

Memiliki kekayaan budaya dan kepercayaan, Indonesia punya segalanya untuk menjadi bangsa yang besar. Namun, keragaman itu rupanya belum bisa dijadikan sebagai alat pemersatu bangsa. Masih banyak warga penganut kepercayaan/tradisi lokal yang masih mendapat perlakuan diskriminatif. Baik hak-hak administratifnya maupun hak dasar sebagai warga negara seperti pendidikan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI selama ini menjadi lembaga negara satu-satunya yang berhubungan langsung dengan para penganut kepercayaan di Indonesia. Fokusnya kepada upaya pendataan dan pencatatan organisasi-organisasi penghayat aliran kepercayaan yang hingga kini masih bereksistensi. Langkah pencatatan organisasi ini penting, karena bisa membantu para penganut untuk mendapat hak-haknya sebagai warga negara. Semisal KTP, akta kelahiran, dan akta nikah.

Meski di tataran masyarakat masih ada perlakukan yang berbeda, negara berupaya menjamin pemenuhan hak-hak tersebut. Indikasinya, Pasal 29 UUD 1945 yang isinya menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya, tak pernah mengalami amandemen hingga saat ini. 'Pasal 29 merupakan salah satu pasal yang tidak tersentuh amandemen sehingga redaksinya bertahan sampai sekarang,' ungkap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Naswedan.

Kepada wartawan Gatra Andhika Dinata, Anies memberikan penjelasan melalui surat elektronik mengenai pentingnya menjamin kemerdekaan memeluk agama dan penjaminan hak-hak dasar warga negara tanpa memandang latar belakang. Berikut petikannya:

Di Indonesia, sebenarnya bagaimana kepercayaan terhadap Tuhan YME itu diatur?

Pengertian kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku ketakwaan dan peribadatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta pengamalan budi luhur yang ajarannya berasal dari kearifan lokal bangsa Indonesia.

Kepercayaan mengandung aturan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan lingkungan. Kepercayaan mengandung aturan creed, code, cult, dan community. Creed adalah adanya kepercayaan bagi Yang Serba Mutlak dan Maha Esa.

Penghayat mengajarkan tan keninging mageran liyan (tidak boleh menyekutukan Tuhan) dan Pangeran tan keninging kinoyo ngopo (Tuhan tidak boleh dipersamakan dengan makhluk). Code adalah pedoman amalan peribadatan dan tata laku. Penghayat memiliki kitab sebagai pedoman amalan. Cult adalah tata peribadatan. Community adalah penghayat yang meyakini Tuhan Yang Maha Esa.

Indonesia kaya akan ragam budaya masyarakatnya. Di antaranya pula banyak yang menganut kepercayaan lokal, seberapa jauh negara menjamin kebebasan penganut kepercayaan lokal?

Kebebasan penganut agama dan aliran kepercayaan diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam Bab XA, Hak Asasi Manusia, Pasal 28 E ayat (2), 'Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.' Bab XI Agama Pasal 29, ayat (1): 'Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan ayat (2): 'Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.' Pasal 29 merupakan salah satu pasal yang tidak tersentuh amandemen, sehingga redaksinya bertahan sampai sekarang.

Keragaman agama dan kepercayaan yang dianut seringkali menimbulkan gesekan. Apa saja persoalan yang muncul di masyarakat selama ini terkait kebebasan beragama?

Persoalan Kebebasan beragama merupakan domain Kementerian Agama. Namun, untuk persoalan kebebasan berkepercayaan, masalah yang muncul, yaitu tidak sesuainya peraturan perundang-undangan dengan implementasinya. Misalnya, Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 43 dan 41 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan kepada Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, belum seluruh pemerintah daerah menindaklanjuti, sehingga muncul persoalan perlakuan diskriminasi, seperti perusakan sasana sarasehan penghayat kepercayaan dan kesulitan para penghayat dalam proses pemakaman.

Upaya apa yang dilakukan Pemerintah agar penganut kepercayaan lokal, aliran kebatinan, tetap lestari ?

Pemerintah melalui Direktorat Kepercayan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi melakukan upaya-upaya di antaranya, menyosialisasikan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perikehidupan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sarasehan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembinaan penghayat kepercayaan, pembinaan generasi muda penghayat kepercayaan, dialog penghayat kepercayaan, malam Anggoro Kasih, dan lain-lain.

Berapa banyak kelompok penganut kepercayaan terhadap Tuhan YME di Indonesia?

Berdasarkan data Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi terdapat per Desember 2015 terdapat 182 organisasi kepercayaan yang berstatus tingkat pusat dan 937 organisasi penghayat berstatus tingkat cabang.

Apa sebenarnya tuntutan dan harapan dari kelompok penganut kepercayaan ini terhadap Pemerintah, khususnya Kemendikbud?

Berbagai pelayanan telah dilakukan pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan yang ada. Menurut hemat kami, tuntutan, harapan/keinginan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah layanan tentang pendidikan kepercayaan yang memang belum difasilitasi dalam hal penilaian. Di dalam rapor, kolom yang tersedia adalah agama. Kenyataan yang ada, beberapa sekolah sudah memberikan pelayanan pendidikan dimaksud. Akan tetapi masih banyak sekolah yang memaksakan anak didik penghayat kepercayaan harus mengikuti pelajaran agama, sementara peserta didik tidak memeluk agama yang ada.

Saat ini, Kemdikbud telah menyiapkan draf Permendikbud tentang Layanan Pendidikan bagi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagi bentuk kehadiran negara dan pemerintah di masyarakat. Draf Permendikbud ini telah beberapa kali dibahas dengan melibatkan instansi terkait, seperti Kemdikbud, Kemenkumham, dan Kemendagri. Draf Permendikbud ini juga telah diujipetikan kepada penghayat kepercayaan, dinas yang membidangi pendidikan, dinas yang membidangi kebudayaan, BPNB, dan guru.

Sebagian besar persoalan mereka adalah tidak dipenuhinya hak-hak dasar sebagai warga negara. Antara lain: penerbitan KTP, akta kelahiran, akta nikah, dan sebagainya. Apa upaya Kementerian agar mereka tetap terakomodasi?

Berdasar peraturan perundangan yang berlaku pemenuhan hak-hak dasar bagi penghayat kepercayaan khususnya penerbitan KTP, akta lahir, dan akta nikah sudah terdapat payung hukum untuk pelayanannya, hanya implementasi di lapangan belum optimal. Masalah pelayanan tersebut merupakan domain dari Kementerian Dalam Negeri.

Apabila bagi penghayat kepercayaan telah mendapatkan akta perkimpoian, anak-anak mereka akan mendapatkan akta kelahiran. Selanjutnya upaya Kementerian agar penghayat kepercayaan tetap terakomodasi dalam pelayanan dimaksud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan sosialisasi secara kontinu tentang Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan perikehidupan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Melibatkan peserta dari unsur penghayat kepercayaan, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Camat, Lurah, RT, RW, TNI, FKUB, Kementerian Agama, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.

Sejauh ini solusi yang ditempuh kalangan penganut kepercayaan adalah membentuk organisasi untuk kemudian mereka dibantu mendapatkan hak. Apa hak tersebut terpenuhi?

Organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa secara teknis harus terdaftar di kementerian yang membidangi pembinaan teknis kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sejak 1978, pengelolaan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dari Departemen Agama diserahkan ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (pada saat itu). Maka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah menginventarisasi organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang ada di seluruh Indonesia, sehingga organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah terdaftar dengan tanda bukti Tanda Inventarisasi (TI). Dengan demikian, sudah seharusnya mereka mendapatkan hak sipilnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun demikian, implementasi pelaksanaan Perundang-undangan tersebut belum dilakukan secara optimal oleh pemerintah daerah.

Memang ada penghayat kepercayaan yang baru terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sehingga mereka belum mendapatkan hak-hak dasar ataupun hak sipilnya. Karena itu, mereka membentuk organisasi. Sepanjang mereka mendaftarkan ke Kemdikbud sebagai organisasi penghayat kepercayaan, maka Kemdikbud menerbitkan tanda inventarisasi (TI). Jadi, secara prinsip hak tersebut telah terpenuhi, hanya implementasi atau pelaksanaannya oleh pemerintah daerah belum dilayani secara optimal.

Bagaimana pula bentuk pendidikan agama untuk aliran kepercayaan di sekolah formal?

Pendidikan sesuai dengan UU Sisdiknas harus menerapkan prinsip non-diskriminatif, setara sesua latar belakang agama/kepercayannya. Hasil Rembuk Nasional Kemendikbud tanggal 30 Maret 2015 dalam pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dinyatakan layanan pendidikan bagi anak-anak yang menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sebenarnya, lembaga pendidikan telah mempraktikkan layanan pendidikan bagi peserta didik pengahayat sebagaimana yang dilakukan oleh SMAN 101 Joglo Jakarta, misalnya, melayani siswa bernama Ingrid Pinondang yang penghayat Ugamo Malim/Parmalim dan SMAN 1 Cilacap bernama Adelia Permata sari Kelas X MIPA-7. Begitu juga, SDN di Jalan Merdeka Bandung dengan bekerja sama dengan organisasi kepercayaan sesuai dengan latarbelakang kepercayaan peserta didik.

Apakah Kemendikbud punya program untuk mendidik masyarakat supaya mereka mengetahui bahwa penganut aliran kepercayaan/agama lokal juga punya hak yang sama secara sosial dalam lingkungan masyarakat?

Untuk memberikan pemahaman kemasyarakat tentang kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara kontinu melakukan sosialisasi tentang keberadaan penghayat kepercayaan maupun peraturan perundangan yang berkaitan dengan perikehidupan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada masyarakat.

Pemerintah melalui Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa melakukan Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Perikehidupan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sosialisasi ini melibatkan unsur pemerintah dan masyarakat, seperti dinas yang membidangi kebudayaan, dinas catatan sipil, bakesbangpol, dinas yang membidangi pemakaman, kanwil agama, kejaksaan negeri, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), badan kepegawaian daerah, camat, RW, RT, hingga unsur TNI dan Polri.

http://arsip.gatra.com/2016-07-04/ma...l=23&id=162385
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.9K
4
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan