- Beranda
- Komunitas
- News
- Tribunnews.com
Pemerintah Tak Melarang Demo 11 Februari
TS
tribunnews.com
Pemerintah Tak Melarang Demo 11 Februari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto mengaku belum tahu banyak soal aksi yang rencananya akan digelar di Jakarta menjelang masa tenang pelasanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.
Namun menurut Wiranto pada prinsipnya pemerintah tidak akan menghalang-halangi masyarakat yang hendak menyampaikan aspirasinya.
Akan tetapi aksi tersebut harus digelar tanpa melanggar aturan yang ada terkait penyampaian pendapat di muka umum.
"Kita tidak pernah melarang aksi, tapi meluruskan aksi itu. Aksi itu adalah hak masyarakat untuk sampaikan pendapat ke muka umum, ada undang-undangnya," ujar Wiranto kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, kemarin.
Jika ternyata aksi tersebut melanggar aturan dan merugikan masyarakat banyak, Menkopolhukam menyebut aparat keamanan bisa mengambil tindakan tegas kepada para peserta aksi, termasuk penggagas aksi tersebut.
"Bukan serta merta saya melarang, tapi mengarahkan ya," ujarnya.
"Tapi kalau ada aturan yang mengatakan tidak boleh demo malam hari, demo di kediaman orang, dilanggar, itu tidak bisa," katanya.
Ia mengingatkan, masa tenang sebelum pelaksanaan Pilkada adalah masa agar masyarakat mendapat ketenangan, sehingga pada tanggal 15 Februari mendatang di hari pencoblosan, mereka bisa menentukan siapa yang harus dipilih menjadi pemimpin di daerahanya masing-masing.
"Untuk dapat memilih siapa sih pemimpin yang terbaik, yang harus mereka pilih. Makanya jangan diganggu, kegiatannya yang mempengaruhi, kampanye kan sudah selesai," terangnya.
Siapa yang hendak menggelar aksi pada tanggal 11 Februari 2017 mendatang, hingga kini belum ada pihak yang mengklarifikasi secara resmi.
Namun Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, menyebut akan ada pengerahan massa dalam jumlah besar di Jakarta, pada masa tenang 12 - 14 Februari mendatang.
Fahri Pertanyakan Larangan Demo
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mempertanyakan adanya larangan berunjuk rasa pada 11 Februari 2017 mendatang. Menurut Fahri, pelarangan dilakukan bila demonstrasi berjalan anarki.
"Itulah, jadinya seperti itu karena bingung. Polda bingung enggak ngerti arahan Polri, Kapolri bingung enggak ngerti arahan presiden. Presiden enggak bicara, ini orang bingung semua akhirnya cari cara menghibur presiden dengan cara yang tidak-tidak. Melarang orang demo lah, ini lah, urusannya apa," kata Fahri.
Fahri menuturkan seseorang yang menyatakan pendapat baik secara lisan maupun tulisan dan dalam bentuk aksi adalah sah serta konstitusional. Fahri menegaskan aksi tersebut tidak dapat dilarang.
"Ini orang bingung semua termasuk penegak hukumnya bingung, enggak boleh bingung. Rakyat itu biarin saja enggak akan bikin rusuh, jangan provokasi. Intelnya diperkuat jangan ada banyak provokator masuk, jangan bikin provokator," tutur Fahri.
Baca: Kepada Penyidik Kak Ema Mengaku Teman Dekat Firza Husein
Massa Bayaran
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU), Isfah Abidal Azis, menduga puluhan oknum warga yang melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor PBNU merupakan massa bayaran.
Massa yang mengatasnamakan dirinya sebagai Aliansi Santri Indonesia itu disebut tidak memahami prinsip mengenai kesantrian.
Pasalnya, saat ditanyakan mengenai asal muasal pesantren tempat mereka bernaung, sejumlah massa tidak bisa menjawabnya.
"Rekan-rekan yang datang mengatasnamakan Aliansi Santri Indonesia. Sebelum kami tampung aspirasinya, kami tanya dulu, pastikan ke mereka. Kami tanyakan dari pesantren mana? Enggak bisa jawab," ucap Isfah.
Karena itu ia menduga bahwa oknum-oknum tersebut merupakan massa bayaran. Dugaannya semakin menguat ketika pihak kepolisian dan PBNU menanyakan hal yang lebih mendalam mengenai prinsip-prinsip kesantrian.
"Saya kira seperti itu (massa bayaran). Saya rasa mereka bukan santri dan tidak pernah di pesantren. Karena tidak bisa menyebutkan mereka dari pesantren mana, kami tanyakan beberapa prinsip terkait santri tidak bisa menjawab, akhirnya kami simpulkan mereka bukan santri. Yang putri juga begitu. Berkerudung, waktu kita tanya hal-hal yang sifarnya mendasar, mereka enggak bisa jawab," ujarnya.
Pihaknya merasa tercederai karena menilai massa aksi datang dengan maksud dan tujuan yang tidak santun.
Isfah mengatakan bahwa PBNU selalu terbuka apabila ada sejumlah orang yang ingin menyampaikan aspirasi.
"Artinya melukai perasaan kami sebagai santri di NU, akhirnya kami nggak bisa ngebiarin itu terjadi. Bagi kami, bagi NU, kami harus mempertahankan marwah dan hakikat NU. Kami simpulkan mereka massa bayaran," tegasnya.
Di sisi lain, Wakapolres Metro Jakarta Pusat, AKBP Asep Guntur menyatakan aksi hanya berlangsung selama 2 menit. Mereka hanya melalukan orasi sambil membentangkan spanduk berisi aspirasi.
Sebelum membubarkan diri, pihak kepolisian mengamankan sebanyak 5 orang untuk dimintai keterangannya terkait asal muasal mereka.
"Ada 5 orang yang kami bawa ke Mapolres. Kami hanya minta keterangannya saja terkait asal muasal serta maksud dan tujuan mereka saat melakukan aksi di depan PBNU," kata Asep.
Mereka datang membawa tuntutan agar PBNU mencopot Helmy Faishal Zaini selaku Sekjen PBNU.
Bukan tanpa alasan, menurut mereka Helmy diduga berlaku tidak netral karena mendukung salah satu pasangan calon gubernur (cagub) DKI Jakarta Agus-Sylvi. (fer/rek/wly)
Sumber : http://www.tribunnews.com/nasional/2...mo-11-februari
---
Baca Juga :
- Wiranto Sebut Hubungan Indonesia-Australia Masih Baik Meski Kerjasama Militer Dihentikan
- Wiranto Akan Luruskan Perbedaan Pendapat Gatot dan Ryamizard Terkait Pembelian Helikopter
- Militer Australia Akan Hukum Pelaku Pelecehan Pancasila
0
462
0
Komentar yang asik ya
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan