BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Nenek Tinah berbaju hansip, bukan lagi oranye

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Soni Sumarsono baru tiba di Balai Kota Provinsi DKI Jakarta, Rabu (16/11/2016).
Azan Isya berkumandang. Sesosok perempuan berdiri, kemudian sujud berulang kali ke arah kiblat. Bukan di masjid, tapi di dekat pagar Kompleks Gelora Bung Karno.

Tak tampak ada sajadah, hanya lembaran spanduk pemberitahuan untuk landasan keningnya. Dia adalah Tinah; nenek berusia 65 yang ditemui penulis Kompas.com bernama Fidel Ali, September tahun lalu.

Kepada penulis itu Tinah mengungkap alasan kenapa ia ibadah di trotoar. Sebabnya tak ada lokasi terdekat untuk ibadah di areanya bekerja. Pekerjaannya adalah pekerja harian lepas atau yang tren disebut pasukan oranye di masa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.

Tinah lahir di Pemalang, Jawa Tengah dan merantau ke Jakarta pada akhir 1990an--bersama suami dan anaknya. Di awal pengembaraannya, Tinah cuma bekerja serabutan--sebelum menjadi pasukan oranye di zaman kepemimpinan Gubernur Ahok.

Bagi Tinah, gaji pasukan oranye lumayan besar: Rp3,1 juta per bulan, selevel dengan upah minimum pekerja di Jakarta.

Penghasilan itu tak langsung dihabiskannya. Ia hanya mengambil uang untuk keperluan sehari-hari dan keluarga. Sisanya ditabung dan bayar kos Rp500 ribu per bulan di [URL=" [url]http://megapolitan.kompas.com/read/2016/09/07/07341931/cerita.nenek.tinah.yang.salat.di.trotoar.komplek.gbk.senayan[/url]"]Palmerah[/URL].

Tapi kini jalan hidupnya berubah. Tak tampak lagi dia berseragam oranye, malah memakai baju hansip (pertahanan sipil), yang didapatnya entah dari mana. Tinah telah menganggur.

Seiring dengan cutinya Ahok, sejumlah kebijakan baru memang bergulir di DKI. Satu diantaranya adalah seleksi ulang anggota pasukan oranye pada Januari ini. Tinah tergusur karena tidak lolos seleksi. "Yang dipilih yang bisa baca. Yang muda-muda."

Kutipan itu didapat dari seorang pengguna Facebook dengan nama akun Eko Sulistyanto. Kamis lalu (12/1/2017), Eko menceritakan kisah Tinah yang kehilangan pekerjaannya sebagai pasukan oranye di akun miliknya. Dalam cerita itu Eko menggambarkan sosok Tinah yang duduk termangu di trotoar tanpa pakaian oranye.

Penduduk Facebook pun heboh. Kisah Tinah jadi viral--yang memicu gelombang simpati. Kemudian media mainstream mengkonfirmasi informasi Eko ini, di antaranya kepada Lurah Gelora, Mediawati--yang membenarkan Tinah telah diberhentikan.

Mediawati menjelaskan, pekerjaan Tinah disetop karena masalah ketidakdisiplinan. Dalam waktu tujuh jam kerja, Tinah hanya mampu bekerja sekitar dua jam saja. Selain itu, Tinah juga tampak lebih sering duduk dari pada bekerja--sehingga dinilai kurang produktif.

Menurut Mediawati pasukan oranye memiliki tanggung jawab dan target kerja. Kalau tidak terpenuhi maka pihaknya tidak bisa mempekerjakan. "Ada juga yang double job, habis nyapu pukul 07.00 sudah enggak ada di tempat, tahu-tahu ngojek," ujarnya.

Media mengatakan pemberhentian Tinah merupakan jalan terakhir yang dia pilih. Sebelumnya dia sudah memanggil beberapa orang yang berpotensi diberhentikan, termasuk Tinah. "Ada juga yang tidak bisa berubah, kan mau enggak mau harus berhenti. Jadi, bukannya mau menzalimi," tuturnya.

Proses rekrutmen pasukan oranye Dinas lingkungan hidup dan Kebersihan tahun ini memang berbeda. Pihak yang bertanggung jawab atas seleksi ini adalah kelurahan. Pada tahun sebelumnya, kelurahan hanya bertindak sebagai pengawas.

Kebijakan teranyar yang lain, mulai tahun ini pasukan oranye tidak lagi dikontrak selama satu tahun. Mereka hanya dikontrak tiga bulan.

Biasanya pihak Pemerintah Jakarta akan memperbarui kontrak pekerja tiap tahun tanpa tes. Tapi kali ini dilakukan tes dan harus bersaing dengan calon-calon pekerja yang lain.

Pada Rabu lalu (11/1/2017) delapan pasukan oranye Suku Dinas Kebersihan Jakarta Timur mengadu kepada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono, di Balai Kota DKI Jakarta.

Mereka mengadu karena diberhentikan secara sepihak, meski telah mengirimkan berkas syarat untuk perpanjangan kontrak. Seperti KTP, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), ijazah asli, serta tes urine. Di antara mereka sudah ada yang bekerja selama 19 tahun.

Kepada Detik.com Sumarsono menyatakan hal yang menyangkut PHL sudah diatur oleh peraturan gubernur. Dia meminta ada kebijaksanaan kepada pekerja yang sudah mengabdi lama dan bekerja dengan baik.

Mengenai seleksi ulang itu menurutnya ada kesalahan persepsi. "Bukan berarti ada tes ulang (lalu) semuanya harus baru," katanya kepada media, Senin (16/1/2017).

Syarat perekrutan di beberapa tempat memang aneh-aneh, misalnya pekerja harus bisa main futsal. "Saya minta Kadis Kebersihan turun ke bawah (mengecek)," ujarnya. Sumarsono berjanji akan menertibkan rekrutmen yang tidak masuk akal itu di beberapa kelurahan.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...an-lagi-oranye

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- FPI vs GMBI, adu otot dua organisasi kemasyarakatan

- Jokowi-Abe mulai bicarakan proyek kereta Jakarta-Surabaya

- Ekonomi Pancasila ala Presiden Jokowi

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
5K
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan