BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Melukai demokrasi saat kepala daerah cuti


Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Soni Sumarsono benar-benar merombak SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) di jajaran Pemda DKI seperti yang pernah ia sampaikan kepada pers akhir tahun lalu. Perombakan itu ditandai dengan pelantikan sejumlah pejabat baru di lingkungan Pemda (Pemerintah Daerah) DKI pada 3 Januari lalu.

Soni mengklaim bahwa langkahnya dalam merombak SKPD sudah dikonsultasikan kepada Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama -atau Ahok, yang saat ini sedang cuti terkait keikutsertaannya dalam Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah).

Ahok membantah klaim itu. Sebetulnya Ahok menginginkan tidak ada perombakan SKPD selama ia cuti.

Perombakan SKPD bukanlah satu-satunya langkah Soni yang menjadi bahan pembicaraan publik saat ini. Sebelumnya, Soni juga mengubah RAPBD yang sudah disusun sebelumnya oleh Ahok.

RAPBD versi Ahok bernilai Rp68,76 triliun. Sedangkan RAPBD versi Soni, yang kemudian mendapat pengesahan dari DPRD, bernilai Rp70,19 triliun.

Langkah-langkah Soni itu bukanlah tanpa dasar. Sebagai Plt Gubernur, Soni mempunyai sandaran hukum. Yaitu Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) nomor 74 tahun 2016.

Pasal 9 ayat 1 Permendagri tentang cuti di luar tanggungan negara bagi kepala daerah tersebut menyebutkan 5 tugas dan wewenang pelaksana tugas kepala daerah.

Pertama, memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

Kedua, memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat.

Ketiga, memfasilitasi penyelenggaraan pilkada serta menjaga netralitas pegawai negeri sipil.

Keempat, menandatangani Perda tentang APBD dan Perda tentang Organisasi Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Kelima, melakukan pengisian dan penggantian pejabat berdasarkan Perda Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.

Permendagri tersebut jelas memberikan kewenangan besar kepada pelaksana tugas kepala daerah untuk terlibat ke dalam hal-hal strategis. Perlukah pelaksana tugas kepala daerah, yang hanya akan bertugas beberapa bulan, mendapatkan kewenangan sedemikian besar dan strategis?

Pertanyaan ini perlu disampaikan oleh warga provinsi, kota, dan kabupaten mana pun di Indonesia. Sebab Permendagri itu bukan cuma berlaku untuk DKI, tapi untuk seluruh Pemda di Indonesia yang kepala daerahnya harus cuti karena ikut pilkada.

Kita bisa paham bahwa, selama sang kepala daerah cuti, roda pemerintahan tidak boleh terhenti. Kita tetap menginginkan agar rakyat tetap terlayani. Dan oleh karenanya kita juga bisa mengerti bahwa perlu ada pejabat yang memastikan pengelolaan pemerintahan selama sang kepala daerah diwajibkan cuti.

Namun perlu diingat, seorang kepala daerah -seperti disebutkan oleh pasal 59 Undang-undang Pemerintahan Daerah- adalah seorang pemimpin. Dia bukan semata-mata manajer atau pengelola; dan jelas bukan pula semata administrator pemerintahan. Dia seharusnya mempunyai visi dan arah bagi daerah yang dipimpinnya.

Dan jangan lupa, kepala daerah adalah pemimpin yang dipilih oleh rakyat dalam sistem demokrasi. Rakyat memilih seseorang menjadi kepala daerah dengan mempertimbangkan karakter dan visi kepemimpinannya.

APBD dan SKPD adalah dua instrumen strategis dalam kepemimpinan seorang kepala daerah. Dengan perangkat itulah seorang kepala daerah akan mewujudkan janjinya kepada para pemilihnya. Dengan itu pula ia akan memperlihatkan kepada rakyatnya bahwa roda pemerintahan berjalan menuju visinya.

Berbeda dengan kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat, seorang pelaksana tugas adalah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri. Oleh karenanya kewenangan pelaksana tugas seharusnya tidak setara dengan kepala daerah yang dipilih oleh rakyat.

Secara filosofis, Permendagri yang memberi kewenangan strategis dan berlebihan kepada pelaksana tugas itu bisa melukai demokrasi.

Jika cuti masih akan merupakan kewajiban bagi kepala daerah yang ikut kembali dalam Pilkada, Kementerian Dalam Negeri patut meninjau ulang Permendagri tersebut. Terutama sekali menyangkut kewenangan pelaksana tugas kepala daerah.

Pertimbangkanlah untuk memosisikan pelaksana tugas kepala daerah hanya sebagai pengelola pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk membuat keputusan-keputusan yang strategis. Titik berat kewenangan pelaksana tugas sebaiknya terarah kepada kesinambungan pelayanan kepada rakyat saja.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/editori...la-daerah-cuti

---

Baca juga dari kategori EDITORIAL :

- Jangan remehkan keselamatan transportasi

- 2017 pemerintahan mesti lebih tanggap dan mumpuni

- Ketika prajurit ISIS asal Indonesia pulangkampung

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
48.7K
245
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan