metrotvnews.comAvatar border
TS
MOD
metrotvnews.com
Terbuka Mata Tersebab Yuyun


Metrotvnews.com, Jakarta: Yuyun. Usianya pendek, seturut namanya. Tapi, kisah di ujung usia Yuyun sungguh menyentak dan mengoyak iba: remaja 14 tahun itu meninggal usai dirudapaksa 14 pemuda di kampungnya.


Pembunuhan terhadap Yuyun menjadi berita utama di media massa, berhari-hari sepanjang April 2016. Kejahatan terhadap Yuyun memang memerikan hati.


Siang hari, 2 April 2016, di tengah perjalanan sepulang sekolah, Yuyun dicegat 14 pemuda mabuk di kebun karet. Tanpa sebab, dia dipukuli dengan kayu. Tangan dan kakinya diikat, lalu dirudapaksa. Bergantian. Tubuh telanjang Yuyun kemudian dibuang ke dalam jurang sedalam 5 meter.


Yuyun tak pernah sampai ke rumah. Keluarga mulai cemas ketika malam sudah berganti. Bersama orang ramai, keluarga baru menemukan jasad Yuyun pada tengah hari 4 April 2016. Warga Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, geger.


(Baca: Kasus YY Tamparan Keras Sisi Kehidupan Sosial)


Enam hari setelah penemuan mayat, satu per satu pembunuh Yuyun ditangkap. Mereka adalah Zainal, 23; Bobi alias Tobi, 20; Dedi Indra Muda, 19; Tomi Wijaya, 19; Suket, 19; Faisal Edo, 19; Febriansyah Syahputra, 18; Sulaiman, 18; AI, 18; DA, 17; EK, 16; dan SU, 16; BE; dan CH.


Pemerintah Bertindak

Presiden Joko Widodo menarik napas dalam-dalam. Wajahnya agak menegang, "Ini kejahatan luar biasa." Presiden seperti tak menyangka anak-anak di negeri ini bisa berlaku di luar nalar. Bengis dan kejam.


"Karena luar biasa, jadi penanganannya pun harus luar biasa," kata Presiden di Istana Presiden, pada 10 Mei 2016.


Lima belas hari berselang, Presiden menepati janjinya. Pemerintah yang geram menerbitkan aturan baru demi mencegah kekerasan seksual terhadap anak secara komprehensif.


Regulasi itu bertajuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perppu diteken Jokowi pada Rabu 25 Mei 2016.




Seorang aktivis mengangkat poster berisi pernyataan solidaritas untuk YY di Bundaran HI, Jakarta -- ANT/Rosa Panggabean


Empat pasal pembaruan diselipkan dalam UU Perlindungan Anak, yakni Pasal 81, Pasal 81A, Pasal 82, dan Pasal 82A. Pasal 81 memuat soal ancaman terhadap pelaku kekerasan atau ancaman kekerasan yang memaksa anak untuk bersetubuh.


Sesuai Pasal 81, pelaku dapat diganjar lima sampai 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar. Aturan itu juga menambahkan sepertiga ancaman pidana bila pelaku merupakan resedivis kasus yang sama.


Hukuman bisa lebih parah bila korban mengalami luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, atau bahkan meninggal dunia. Pelaku bisa diancam minimal 10 hingga 20 tahun penjara.


Salah satu yang baru dalam Pasal 81 ini adalah pencantuman pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Berdasar Pasal 81 ayat (7), pelaku juga bisa dikebiri kimia dan dipasangkan alat pendeteksi elektronik bila merupakan residivis maupun menyebabkan korbannya luka hingga mati.


(Baca: IDI Tolak Jadi Eksekutor Kebiri Kimia)


Namun, pidana tambahan dan tindakan ini dikecualikan bila pelaku adalah anak-anak. Sementara, pelaksanaan hukuman ini diatur pada Pasal 81A yang berbunyi:
Quote:


Pasal 82 Perppu Perlindungan Anak mengatur ancaman pidana bagi pelaku kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak berbuat cabul. Bila terbukti bersalah, pelaku dapat diganjar lima sampai 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.


Sama seperti Pasal 81, Pasal 82 Perppu Perlindungan Anak juga memberikan mandat untuk menambah seperti ancaman hukuman bila pelaku merupakan residivis. Hal yang sama berlaku jika korban mengalami luka berat, hingga meninggal dunia.


Pasal 82 juga memberikan pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku. Namun, pelaku tak sampai harus dikebiri seperti di Pasal 81, hanya direhabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik seperti tertera dalam Pasal 82 ayat (6).


Bila pelaku berusia anak-anak juga akan selamat hukuman tambahan dan tindakan ini seperti di pasal sebelumnya. Pelaksanaan hukuman tambahan dan tindakan ini diatur dalam Pasal 82A, yang berbunyi:


(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (6) dilaksanakan selama dan/atau setelah terpidana menjalani pidana pokok.

(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Penerapan UU Perlindungan Anak

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Curup, Bengkulu, pada 29 September akhirnya memvonis mati satu dari enam terdakwa kasus pemerkosaan sekaligus pembunuhan terhadap Yuyun. Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Zainal alias `Bos` terbukti merudapaksa dan membunuh Yuyun. Ia pun terbukti sebagai otak kejahatan.




Lima terdakwa dewasa pemerkosa Yuyun saat menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Rejang Lebong, Bengkulu -- David Muharmansyah


Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pria 23 tahun itu adalah Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 KUHP, Pasal 80 ayat (3) dan Pasal 81 ayat (1) juncto Pasal 76 huruf d Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.


(Baca: Mensos Sebut Vonis Mati Pemerkosa dan Pembunuh Pelajar di Bengkulu Sudah Sesuai)


Sedangkan, empat terdakwa lain, yakni Suket, Faisal, Bobi, dan Dedi dijatuhi hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp2 miliar. Seorang terdakwa lain sebenarnya juga dituntut dengan pasal-pasal serupa. Namun, karena masih berusia 13 tahun, hakim memutuskan menjatuhkan hukuman rehabilitasi dan pelatihan kerja di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) Marsudi Putra di Jakarta Timur selama satu tahun.


Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Asrorun Niam Sholeh mengatakan, vonis mati kepada Zainal memberikan kepastian hukum perlindungan terhadap anak dan menjamin rasa keadilan, terutama keluarga korban. "Putusan ini sebagai manifestasi dari komitmen negara dalam memerangi kejahatan seksual terhadap anak," tegasnya.


"Vonis ini juga bisa dimaknai sebagai wujud penegasan bahwa kejahatan seksual anak adalah kejahatan luar biasa sehingga butuh penanganan luar biasa," tambah Niam.


Definisi Kekerasan Seksual di KUHP

Hukuman berat bagi pelaku pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun cukup setimpal. Namun, sayang vonis setimpal belum bisa dijatuhkan bagi seluruh pelaku kejahatan seksual pada anak karena undang-undang mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak belum sepenuhnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum.


Staf Divisi Perubahan Hukum di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Jakarta Ahmad Luthfi Firdaus mengatakan, definisi kekerasan seksual dan tindak asusila yang ada di Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) dimaknai jika terjadi persetubuhan. "Kalau di KUHP masuknya kasus keasusilaan dan kekerasan seksual masih digeneralisir dengan persetubuhan. Berarti, terjadinya penetrasi alat kelamin, kan," ujar dia pada 24 Desember.


(Baca: Penanganan Kejahatan Seksual Anak Terlalu Fokus pada Pelaku)


Padahal, lanjut Luthfi, bentuk tindakan kekerasan seksual yang dialami para korban sangat beragam. "Kekerasan seksual bentuknya macam-macam. Ada dengan tangan, atau alat bantu. Definisinya saat ini masih kuno, harusnya dikembangkan," kata dia.


Berdasarkan catatan LBH Apik, terdapat 573 kasus kekerasan yang menimpa perempuan atau anak-anak di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi. Sebanyak 40 kasus di antaranya digolongkan sebagai kasus kekerasan seksual. Namun, hanya empat kasus yang diproses lanjut dan diputus oleh pengadilan.


Sebanyak 36 kasus lainnya tidak berlanjut atau lambat dalam proses penindakan hukumnya. Salah satu faktornya terkait definisi kekerasan seksual di dalam KUHP saat ini.


Kejahatan Luar Biasa

Pada akhirnya, Rapat Paripurna DPR mengesahkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-undang tanpa ada pengubahan isi pada 12 Oktober. Perppu ini mengubah dua pasal dari UU sebelumnya, yakni pasal 81 dan 82, serta menambah satu pasal 81A.


UU ini adalah jawaban atas marah pemerintah terhadap para penjahat syahwat, apalagi pada beberapa kasus dilakukan oleh anak di bawah umur. Korbannya juga di bawah umur.


(Baca: Ketua DPR Tegaskan Perppu Perlindungan Anak Sah Menjadi UU)


Pemerintah menetapkan itu sebagai kejahatan luar biasa. Luar biasa karena tidak hanya mengancam dan membahayakan jiwa, tapi juga merusak kehidupan pribadi serta tumbuh kembang anak. Jadi, hemat pemerintah, penangannya pun tidak boleh biasa-biasa. Mereka wajib mendapatkan perlindungan dari negara sesuai ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.


2016 Tahun Darurat Nasional Kejahatan Seksual Anak

Kasus Yuyun hanyalah satu dari ratusan penderitaan anak-anak di Indonesia sepanjang 2016. Data kekerasan, khususnya kekerasan seksual, penculikan, dan penganiayaan menjadi fakta yang tersaji sehari-hari.


Dari beragam kekerasan, kekerasan seksual mendominasi. Karena alasan itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) menetapkan 2016 sebagai kondisi darurat nasional kejahatan seksual terhadap anak.


"Sepanjang tahun 2016, terdapat 625 kasus yang melibatkan anak-anak. Rinciannya, kasus kekerasan fisik 273 kasus (40%), kekerasan psikis 43 kasus (9%), dan paling banyak berupa kasus kekerasan seksual 309 kasus (51%)," kata Ketua Umum Komnas Anak Arist Merdeka Sirait pada 6 Desember.


Arist menjelaskan, kasus-kasus kekerasan terhadap anak justru seringkali terjadi di lingkungan terdekat mereka, yakni di rumah, sekolah, lembaga pendidikan, dan lingkungan sosial anak. Pelakunya juga orang terdekat seperti ayah, ibu kandung, paman, dan guru.


"Berdasarkan tempat kejadian, kekerasan terhadap anak di lingkungan keluarga terdekat 40%, lingkungan sosial 52%, lingkungan sekolah 5%," kata Arist.


Dari ratusan kejadian, laporan kekerasan sebagian besar berasal dari keluarga kelas menengah. "Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi di kelurga menengah ke bawah (miskin) dan kelurga atas (kaya), tapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak di keluarga menengah," ujar dia.


Latar belakang kasus kekerasan seksual karena pengaruh media pornografi ada 9 kasus (5%), terangsang korban sebanyak 128 kasus (35%), dan yang paling banyak adalah hasrat yang tidak tersalurkan sebanyak 150 kasus (50%).


Guna menekan kejahatan seksual pada anak, orang tua diimbau tidak lagi menganggap tabu pendidikan kesehatan reproduksi atau pendidikan seksual. Orang tua harus lebih terbuka kepada anak-anaknya, terlebih yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.


 

Sumber : http://news.metrotvnews.com/read/201...tersebab-yuyun

---

Kumpulan Berita Terkait CATATAN AKHIR TAHUN 2016:

- Makar, Layu Sebelum Berkembang

- Terbuka Mata Tersebab Yuyun

- Belajar Bersahabat dengan Gempa dari Nenek Moyang Warga Aceh

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
1.3K
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan