Quote:
Soal Pungli, Presiden Jokowi: Bukan Urusan Rp 10.000
Kamis, 20 Oktober 2016 | 15:16
Jakarta - Praktik pungutan liar (pungli) bukan persoalan nominalnya yang besar atau kecil. Pungli perlu diberantas, karena telah meresahkan masyarakat.
"Sekali lagi, ingin saya tegaskan, yang namanya pungli bukan soal besar-kecilnya. Keluhan yang sampai ke saya sudah puluhan ribu banyaknya. Urusan Rp 10.000, Rp 50.000, Rp 100.000, ada juga yang jutaan rupiah," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka Rapat Koordinasi Presiden dengan para Gubernur Seluruh Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/10).
Hadir dalam rakor mendampingi Presiden, antara lain Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Polhukam Wiranto, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Jaksa Agung M Prasetyo.
"Melihat keluhan dan info yang diberikan kepada saya, ini persoalan yang harus kita selesaikan. Jadi, bukan urusan Rp 10.000. Pungli telah membuat masyarakat kita susah untuk mengurus sesuatu. Atau, misalnya di jalan, dicegat dimintai pungutan, pada akhirnya menimbulkan ekonomi biaya tinggi, menurunkan daya saing ekonomi Indonesia," katanya.
Menurut Presiden, pungli sudah berlangsung bertahun-tahun, bahkan sudah dianggap sebagai hal yang normal. "Kita permisif. Oleh sebab itu, saya mengajak gubernur membicarakan langkah-langkah konkret di daerah dalam rangka pungli," ujarnya.
Presiden melanjutkan, "Tidak hanya urusan KTP, sertifikat, urusan izin-izin, juga urusan yang ada di jalan raya, urusan yang berkaitan di pelabuhan, kantor, instansi, bahkan rumah sakit. Hal-hal berkaitan dengan pungutan tidak resmi harus kita bersama-sama mulai kurangi dan hilangkan."
Presiden menyatakan, keterpaduaan antara pemerintah pusat dan daerah dalam memberantas pungli merupakan keniscayaan. Dengan demikian, diharapkan operasi pemberantasan pungli semakin efektif. Presiden juga menyoroti mengenai perizinan yang imbasnya ke pungli, sehingga investasi di daerah menjadi terhambat.
"Saya baru saja tadi pagi bertemu investor. Mereka hitung, izin hampir dua ribu banyaknya. Lembarannya dua puluh ribu lembar kalau diurutkan dari pusat ke daerah. Kalau seperti ini diteruskan, investor tidak akan tahan, sehingga indeks daya saing, kemudahan berusaha, masih jauh sekali," kata Jokowi.
Ditambahkan, hampir setiap tempat mengeluarkan izin, seperti saat mengurus dan mendirikan industri, apalagi yang skala besar. "Dinas perindustrian, dinas perdagangan, dinas kesehatan, dinas tenaga kerja, ini yang menyebabkan semakin ruwet. Rekomendasi bisa menjadi kayak izin. Syarat bisa menjadi kayak izin. Ini yang harus dihentikaan," tambahnya.
"Contoh, mendirikan bangunan ada parabolanya harus minta izin sendiri urusan parabola. Ada hotel buat kolam renang, izin sendiri buat kolam. Ada hotel, ada restoran, izin sendiri untuk restoran. Kalau terus kayak gini, sudahlah, percuma kita pasarkan negara kita ramah terhadap investasi, welcome terhadap investasi. Praktiknya masih seperti ini," lanjut Presiden.
Dia pun meminta para gubernur untuk mengawasi aspek perizinan-perizinan tersebut. "Coba gubernur-gubernur panggil kepala-kepala dinas, cek bupati dan wali kota. Rekomendasi teknis sudah kayak izin. Padahal, itu hanya lampiran-lampiran," ucapnya.
"Mulai minggu depan, kita konsentrasi di situ. Rekomendasi-rekomendasi kayak urus izin. Tidak bisa ini diteruskan," ujar Presiden. beritasatu.com
Kinerja saber pungli dan KPK masih terbilang tidak produktif. Sampai hari ini, KKN masih merajalela, BUMN masih jadi sarang buaya, sarang ular, sarang kecoak dan sarang tikus (jangan diartikan secara harafiah). Intruksi presiden tidak ada wibawanya bagi pelaku kejahatan. Auditor Internal perusahaan tidak ada gunanya. Dulu saya membela Rini Soemarno habis - habisan di kaskus tetapi saya mulai curiga, menteri ini tidak menilai intruksi presiden sebagai hal yang serius atau terlibat korupsi. Rini Soemarno turun saja kalau tidak mampu dan terkesan melindungi koruptor dll