mutiulAvatar border
TS
mutiul
Ahok dan Hukum Negara
Jakarta (jurnas.com) - Pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok soal Alquran surat Al-Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu menuai kontroversi. Bahkan, pernyataan Ahok itu diseret ke meja hukum.

Pernyataan Ahok soal Alquran menyinggung sebagian besar umat muslim di tanah air khususnya warga DKI Jakarta. Akibatnya, beberapa Ormas Islam melaporkan mantan bupati Belitung itu ke Polisi. Ahok diduga telah melakukan penistaan agama.

Ahok pun mengakui bahwa pernyataan itu telah menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Setelah gaduh dan di laporkan ke polisi, Ahok lantas menyampaikan permintaan maaf atas pernyataannya soal Alquran surat Al-Maidah ayat 51 yang menuai kontroversi.

"Saya minta maaf untuk kegaduhan ini. Saya pikir komentar ini, jangan diteruskan lagi. Ini tentu mengganggu keharmonisan kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Ahok, di Balaikota Jakarta, Senin (10/10).

Berselang beberapa hari, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan sikap terkait ucapan Ahok yang menyinggung Alquran tersebut. Setelah melakukan kajian, MUI menyebut ucapan Ahok memiliki konsekuensi hukum.

Pernyataan sikap ini diteken oleh Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin dan Sekretaris Jenderal MUI Dr. H. Anwar Abbas, Selasa (11/10). Ada lima sikap yang dinyatakan dan lima poin rekomendasi yang diajukan MUI.

"Pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan: (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum," demikian bunyi pendapat dan sikap keagamaan MUI.

Sementara, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, Ahok selaku pejabat publik seharusnya paham betul batas-batas dalam ruang terbatas yang menyangkut agama.

"Di dua ruang berlaku dua hal; di ruang agama kita memaafkan tapi di ruang publik ada hukum dan etika," kata Fahri, seperti dikutip dari akun twitternya di @Fahrihamzah, Rabu (12/10).

Sebab, kata Fahri, permintaan maaf calon gubernur yang diusung PDIP, Partai Golkar, Partai NasDem, dan Hanura itu tidak serta merta menyelesaikan hukum. Sebab, hukum negara tidak mengenal kata maaf.

"Saya sendiri memaafkan @basuki_btp di ruang privasi saya. Tapi hukum negara tidak kenal maaf," tegas Fahri.

Kata Fahri, jika hukum negara memberikan maaf kepada Ahok, maka seluruh masyarakat yang melakukan tindak kejahatan harus dimaafkan. Hal itu mengingat seluruh warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.

"Jika negara memaafkan @basuki_btp maka negara harus memaafkan semua orang. Segala warga negara bersamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan..." (Pasal 27 UUD 1945)," tandasnya.

Bagaimana langkah aparat kepolisian dalam menanggapi laporan masyarakat terkait dugaan penistaan agama yang menyeret Ahok? Hingga saat ini belum ada penjelasan. Tunggu tanggal mainnya.

Baca juga : Ahok Terancam Tak Ikut Pilkada DKI, Jika...


Sumber : http://www.jurnas.com/artikel/8325/A...-Hukum-Negara/
0
758
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan