BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Efektifkah isu agama mendongkrak suara di Pilkada DKI?

Presentasi dalam "Diskusi & Rilis Survei dalam Pilgub DKI" menampilkan elektabilitas pasangan calon Gubernur DKI Jakarta di Kantor Populi Center, Jakarta, Kamis (6/10). Diskusi dan survei tersebut mengambil tema Arah Suara Pemilih Pilgub DKI Jakarta.
Suhu politik DKI Jakarta mulai memanas menjelang Pilgub 2017 ini. Tiga kandidat yang bakal bertanding mulai saling serang dan melancarkan kritik. Begitu juga tim sukses ketiga kandidat. Serangan dan kritik terutama banyak ditujukan ke calon petahana (Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat).

Terakhir yang cukup riuh diperbincangkan menyangkut ucapan Ahok soal yang mengutip surat Al Maidah ayat 51, saat berpidato di hadapan warga Kepulauan Seribu, Selasa (27/9/2016).

Saat itu, Ahok menjelaskan program kerja sama Pemerintah Provinsi DKI dan Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta dalam bidang perikanan--termasuk memberikan bantuan 4.000 benih ikan kerapu.

Dalam pidatonya, Ahok menjelaskan bahwa warga tak perlu takut soal kelanjutan program bantuan itu, bila dirinya tak terpilih dalam Pilgub DKI 2017. Lebih kurang, Ahok menjamin program itu akan tetap berjalan, apa pun hasil Pilgub kelak.

"Jadi enggak usah pikiran. 'Akh! Nanti kalau enggak kepilih, pasti Ahok programnya bubar'. Enggak! Saya masih terpilih (menjabat) sampai Oktober 2017," kata Ahok.

Setelahnya, terseliplah pernyataan dia soal penggunaan surat Al Maidah ayat 51 jelang Pilgub DKI 2017.

"Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu enggak pilih saya. Dibohongin pakai surat Al Maidah ayat 51, macam-macam itu. Itu hak bapak ibu."

Pernyataan itulah yang jadi bola liar di jagat daring. Beragam tanggapan muncul. Juga serangan. Mereka yang tak senang pun langsung memainkan isu agama.

Pertanyaannya, mampukah isu agama mendulang suara dalam pilkada DKI Jakarta mendatang? "Isu tentang agama dan etnis sudah tidak lagi efektif mendongkrak suara para calon," kata pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ali Munhanif. Ali punya dasar. Dasarnya adalah hasil survei Populi Center yang digelar pada 25 September hingga 1 Oktober 2016. Survei digelar dengan melibatkan 600 responden dengan mengajukan pertanyaan terbuka.

Hasilnya, menyebut 42,5 persen responden beragama Islam memilih pasangan Ahok-Djarot. Sementara dukungan untuk pasangan Anies-Sandi sebesar 25,3 persen suara dan Agus-Silvy 16,8 persen.

Pemilih beragama Islam menyusun hampir 91 persen dari total responden dari survei dengan tingkat kepercayaan 95 persen dan margin error lebih-kurang 4 persen tersebut.

Survei lain yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia pimpinan Denny JA pada Oktober 2016 menyebut sebanyak 38 persen warga DKI Jakarta tidak menginginkan Ahok kembali memimpin Ibu Kota untuk kedua kalinya. Sedangkan yang menginginkan hanya ada 30 persen.

Peneliti LSI Adjie Alfarabie menyebut, enggannya warga DKI Jakarta kembali dipimpin Ahok karena faktor primordial. Selain itu juga ada faktor personaliti Ahok.

Adjie memaparkan, prosentase alasan pemilih Jakarta berdasarkan unsur primordial naik dibandingkan pada Pilgub sebelumnya.

"Di tahun 2012 tidak ada satupun yang nonmuslim. Hanya 30 persen yang terpengaruh isu agama. Kalau di tahun ini naik sampai 50 persen, ini bukan peran lembaga survei, ini kan kita hanya memotret fenomena di lapangan," katanya.

Sementara 30 persen responden yang menginginkan Ahok kembali memimpin itu tidak melihat unsur primordialnya melainkan pada kinerja Ahok.

Politikus Partai Golkar, Nusron Wahid, menyatakan pemilih muslim sebagai target pemenangan kubu petahana. Kata Nusron, tim pemenangan Ahok-Djarot akan berusaha meyakinkan masyarakat muslim agar memilih Ahok. "Saya akan melawan orang-orang yang pakai isu SARA," katanya.

Ahok sendiri mengaku tak menghiraukan hasil survei yang menyebut elektabilitasnya naik ataupun turun. Ia tidak mempermasalahkan soal menang atau kalah dalam pemilihan Februari nanti. Yang terpenting, kata Ahok, warga Jakarta dapat menikmati dan mengenal seumur hidup hasil kerjanya selama menjabat. "Orang harus akui nih, ini zamannya dia, zamannya dia," ujarnya.

Yang cukup mengejutkan di survei yang dilakukan Populi Center itu menyangkut suku pemilih. Hasil survei itu menyebut 34,9 persen responden yang berasal dari suku Betawi memilih pasangan Ahok-Djarot.

Sedangkan responden suku Betawi yang memilih pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno hanya 29,4 persen dan Agus Harimurti Yudhoyono-Silvyana Murni 21,8 persen.

Banyaknya suku Betawi yang memilih Ahok ini memang cukup aneh. Sebab, selama ini Ahok tercatat sering berbeda paham dengan kelompok masyarakat Betawi.

Sebut misalnya, Ahok pernah menuding organisasi masyarakat Badan Musyawarah Masyarakat Betawi ikut terlibat urusan politik dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017. "Mereka bilang, Gubernur Jakarta harus orang Betawi. Itu udah enggak betul," kata Ahok.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...di-pilkada-dki

---

Baca juga dari kategori BERITA :

- Pernyataan Ahok soal surat Al Maidah memicu debat netizen

- Kasus kopi sianida mulai mengilhami pembunuhan lainnya

- Digeledah, rumah Dimas Kanjeng hanya ada duit Rp4,6 juta

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
7.1K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan