Perhelatan jelang pemilu kepala daerah DKI Jakarta 2017 mulai terasa hangat. Suhu semakin panas seiring dengan konsolidasi partai-partai dalam rangka mencalonkan jagoannya menuju kursi Gubernur dan Wakil Gubernur. Tokoh-tokoh yang akan bertarung dalam perhelatan 5 tahunan ini mulai melakukan lobi-lobi politik terhadap partai politik (parpol). Partai politiklah yang memiliki hak untuk mencalonkan tokoh yang mereka anggap kompeten serta mampu mengakomodir ide-ide yang mereka ajukan.

Berbicara tentang Jakarta maka akan sangat erat kaitannya dengan masyarakat aslinya yakni Betawi. Masyarakat Betawi merupakan masyarakat yang mendiami area Jakarta dari sejak lama. Betawi bukan hanya suku yang sudah lama mendiami daerah Jakarta namun juga merupakan salah satu suku yang cukup besar populasinya di Jakarta. Suku Betawi bertahan di daerah Jakarta ini dengan mempertahankan adat dan budayanya dalam kehidupannya.

Namun sangat disayangkan masyarakat Betawi mulai termarjinalkan secara peran dalam realitanya. Beberapa masyarakat yang merupakan warga asli yang mendiami daerah Jakarta perlahan-lahan mulai digusur dan disisihkan entah oleh pembangunan atau jerat harga kehidupan yang kian mencekik. Tingginya pajak bumi dan bangunan membuat masyarakat Betawi mau tidak mau kian terasing di tanah kelahirannya sendiri. Hal ini menyebabkan masyarakat yang memiliki tanah akan kesulitan membayar pajak tanah sehingga membuat masyarakat tidak nyaman dan sulit tinggal di daerah yang mereka diami sejak lama.

Begitupun kondisi masyarakat Betawi dalam konteks Pilkada DKI 2017. Dapat kita lihat bahwa beberapa partai belum ada yang mengusung tokoh yang memiliki latar belakang putra kandung Betawi. Beberapa calon yang muncul seperti Sandiaga Uno, Risma, Basuki Tjahaya Purnama, Yusril, dan lain sebagainya belum merepresentasikan keterwakilan masyarakat Betawi dalam Pilkada DKI 2017. Kondisi seperti ini memperlihatkan bahwa masyarakat Betawi juga tengah mengalami keterpurukan secara politik yang cukup serius.

Kondisi seperti ini seharusnya menjadi ajang konsolidasi masyarakat Betawi dalam memunculkan calon yang mewakili masyarakatnya. Calon asli Betawi yang prestatif harus maju dalam perhelatan PIlkada DKI 2017 ini. Calon seperti ini harus didukung karena dialah yang paling memahami perkembangan Jakarta dari sejak kecilnya dan juga agar bisa menjaga keberlangsungan kebudayaan Betawi di wilayah Jakarta yang semakin heterogen ini. Calon yang berlatar belakang Betawi bisa menjadi tumpuan harapan untuk senantiasa menjaga dan memperjuangkan eksistensi budaya Betawi pada umumnya. Ia akan memperjuangkan Jakarta yang modern namun tetap santun dan nyaman. Selain itu, calon yang memiliki latar belakag Betawi akan dapat membuat kebijakan yang ramah dan pro terhadap masyarakat Betawi sehingga tidak lagi ada marjinalisasi sepihak dari pemerintah terhadap rakyatnya sendiri dengan dalih pembangunan atau keberpihakan pada asing/investor. Dengan ini, keberlangsungan hidup masyarakat Betawi dan eksistensi di dalamnya senantiasa terjaga.

Dari berbagai sosok masyarakat betawi yang ada saat ini, secara objektif dapat kita lihat bahwa ada beberapa sosok yang muncul ke permukaan. Salah satunya Sosok seperti Saefullah bisa menjadi alternatif calon kepala daerah yang berasal dari Betawi. Saefullah yang merupakan putra kandung Betawi asalnya saat ini sedang menjabat sebagai sekretaris daerah Jakarta yang mana menjadi pemimpin para birokrat DKI. Saefullah lahir dan besar di kampung Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara.

Sosok Saefullah bisa menjadi pilihan atas keterwakilan masyarakat Betawi di Jakarta ditengah tokoh-tokoh betawi lainnya. Sosok yang belakangan santer dan naik di media sebagai wakil Betawi untuk DKI ini sepatutnya menjadi opsi para partai politik dalam mementukan calon kepala daerah yang akan diusung. Keterwakilan calon asal betawi sangatlah penting, mengingat Jakarta adalah daerah yang sejak lama didiami oleh masyarakat Betawi ini.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fajrimagne...afbdc20708c929