BeritagarIDAvatar border
TS
MOD
BeritagarID
Perlukah GBHN dihidupkan kembali?


Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Senin (22/8) menggelar rapat membahas kemungkinan diberlakukannya kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Dalam rapat gabungan bersama fraksi dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu Ketua Badan Pengkajian MPR RI Bambang Sadono membacakan hasil kajian dan diskusi dari berbagai kalangan.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyatakan, jika dibutuhkan, MPR siap jika nanti GBHN dihidupkan lagi. "Jadi MPR harus siap betul dengan segala kemungkinannya kalau disetujui," kata Hidayat seperti dipetik dari [URL="http://news.detik.com/berita/3280549/mpr-gelar-rapat-gabungan-untuk-bahas-kemungkinan-gbhn-dihidupkan-lagi "]detikcom[/URL].

Bambang Sadono menyebut, pokok pikiran yang dibacakan dalam rapat itu antara lain mencakup haluan negara sebagai pemandu arah pembangunan nasional berkesinambungan dan mampu mengintegrasikan pembangunan nasional. Bambang menilai, perlu sistem perencanaan pembangunan yang berbasis kepada kedaulatan rakyat dan aspek hukum terhadap pembangunan nasional.

Menurut Bambang, mayoritas masyarakat mendukung gagasan reformasi sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN. "Badan Pengkajian menilai dukungan masyarakat perlu dihargai tapi keputusan politik tetap perlu diambil," ujar Bambang seperti dinukil dari detikcom.

Sejak awal tahun ini, wacana menghidupkan kembali GBHN mulai mengemuka. Wacana ini muncul dalam Rakernas PDIP awal Januari lalu. Nama GBHN lekat dengan Orde Baru. GBHN secara ringkas adalah panduan bagaimana rencana kerja pemerintah dalam membangun.

Semua era pemerintahan menggunakan 'GBHN', hanya namanya yang berbeda. Pada Orde Lama, Pola Pembangunan Nasional Semesta dan Berencana (PPNSB). Di Orde Baru Soeharto, terminologi itu disebut Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Setelah Orde Baru tumbang, GBHN ikut tumbang. Namanya jadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Namun tiga panduan pembangunan itu memiliki perbedaan.

Menurut Ketua Fraksi PDIP di MPR Ahmad Basarah, PPNSB mencakup pembangunan aspek-aspek fundamental dan berlaku secara luas. Termasuk membangun karakter manusia Indonesia. Sedangkan GBHN makin sempit, hanya mengatur pada pembangunan fisik dan pemerintah pusat saja.

RPJMN, lebih sempit lagi. Tiap Presiden, memiliki RPJMN. "(Sehingga) Setiap ganti Presiden akan bergantilah visi dan misi pemerintahan nasional," jelas Basarah kata Basarah seperti dinukil dari Beritasatu.com. Maka PDIP menilai Indonesia telah kehilangan visi haluan negaranya.

Menurut pengamat politik Yudi Latif, dengan Amandemen UUD RI 1945 keempat, terjadi perubahan struktur ketatanegaraan yang menyebabkan MPR kehilangan mandat untuk menetapkan GBHN. Dengan adanya UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), otomatis nama GBHN lenyap. Wujud dan isi GBHN menjelma dalam dalam RPJPN atau RPJMN.

Guru Besar Hukum Tata Negara dan Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang [URL="http://nasional.kompas.com/read/2016/01/12/15320071/Wacana.Menghidupkan.GBHN?page=all "]Saldi Isra menilai[/URL], dengan adanya perubahan UUD 1945, MPR tak lagi menjadi lembaga negara tertinggi.

MPR tak lagi berwenang memilih presiden dan wakil presiden. Karena Presiden dan wakilnya dipilih langsung oleh rakyat. Menurut Saldi, menghadirkan kembali GBHN bukan hal yang tepat. Sebab, pola GBHN dengan meletakkan peran di MPR sangat berbenturan dengan sistem presidensial.

GBHN buatan MPR akan menghadirkan pola sistem pertanggungjawaban presiden kepada MPR. Kehadiran GBHN akan sangat menyulitkan presiden. Kini, tanpa pertanggungjawaban politik kepada MPR, presiden hampir selalu dalam tekanan politik untuk dimakzulkan. Dengan perubahan posisi MPR, bagaimana mungkin menghadirkan GBHN?

Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH Universitas Andalas Feri Amsari menyebut ada tiga masalah ketatanegaraan jika GBHN kembali dihidupkan. Ketiganya adalah sistem pemerintahan, hubungan antar lembaga negara, hingga tugas dan fungsi dari lembaga negara akan ikut berubah secara signifikan.

Ketika GBHN dihidupkan kembali, maka sistem demokrasi bisa lenyap. Alasannya, dengan dalih GBHN, MPR dinilai punya potensi untuk mengganti sistem pemilihan presiden dari sistem pemilihan langsung kembali ke sistem penunjukan oleh MPR.



Sumber : https://beritagar.id/artikel/berita/...dupkan-kembali

---

anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
2.9K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan