abgcemenAvatar border
TS
abgcemen
Abg Cemen Mencari Jati Diri : Cewek Cantik dan Band Bab 1 (Novel Komedi)
Temen -temen ini BAB keduanya

http://www.kaskus.co.id/thread/57a83...novel-komedi/2


Mempunyai sebuah band dan dikelilingi cewek-cewek cantik adalah hal yang sangat gue idam-idamkan setelah lulus SMP, semua itu hanya bisa gue dapetin kalau gue masuk ke salah satu SMA terfavorit di Jakarta, yang kata orang tembusnya susah minta ampun. Waktu gue SMP cewek cantik langka banget begitulah kalau masuk sekolah swasta yang tidak terlalu wah.

Beberapa kali nyokap gue nasehatin gue buat masuk SMK yang katanya siap kerja, tapi selalu gue tangkis nasehat Ibu gue dengan alasan SMK anak-anaknya lebih sering tawuran. Melihat berita di TV buat gue punya ketakutan yang sangat dengan yang namanya SMK, ada kasus anak SMK yang buat gue geleng-geleng kepala, cuma karena gak sengaja setatapan mata di jalan eh, gak taunya berujung dengan saling bacok. Memang sih gak semua anak SMK kayak gitu tapi gak bisa dipungkiri orang-orang selalu menganggap anak SMK negatif. Melihat semua fakta yang ada gue sangat menghindar menjadi Siswa SMK.

Kalau di sinetron-sinetron yang gak sengaja gue tonton kayaknya seru banget masa-masa SMA, Ceweknya cantik-cantik, bersih-bersih, cowok-cowoknya pada nge-band, Sudah menjadi rahasia umum kalo anak band itu sering dikelilingi cewek-cewek cantik. Gue sebelumnya pernah punya band tapi baru beberapa minggu langsung bubar, waktu gue menyampaikan keinginan gue kalo gue: pengen jadi vokalis. Mengakhiri musim putih biru, gue ingin merombak semuanya. Gue ingin putih abu-abu gue sangat berwarna. Gak kayak waktu gue SMP yang selalu menjadi siswa tercemen.
Ini adalah track record gue waktu SMP:

1. Belum pernah pacaran tapi selalu ditolak.
2. Selalu jadi sumber contekan temen sekelas tapi gak pernah juara kelas.
3. Setiap piket kelas selalu sendirian, yang lain kagak piket.
4. Selalu jadi korban pemalakkan.

Dengan niat sepenuh hati gue pun belajar setengah mati buat masuk SMA Bonafide. Semua pelajaran dari gue kelas 1-3 SMP gue pelajari lagi. Awalnya memang berat yang namanya belajar dengan sungguh-sungguh, memang bukan kebiasaan gue kalo udah begitu gue bakalan nasehatin diri gue sendiri, "Ricky SMA Bonafide ceweknya cantik-cantik loh."

***

Setelah beberapa hari menyiksa diri dengan belajar melebihi manusia pada umumnya sesuai jadwal hari ini gue bakalan tes di SMA Bonafide. Ketika memasuki gerbang sekolah SMA Bonafide, gue teringat lagi Waktu gue mencari ruangan yang sesuai dengan nomor tes, gue sempetin buat muter-muter di SMA Bonafide ada banyak anak SMA Bonafide yang lagi nongkrong, main laptop di taman, ngobrol-ngobrol di kantin. Emang sih sekolahnya nyaman banget, fasilitas lengkap, banyak pepohonan disekitar sekolahnya kalo gue jadi salah satu siswa disana gue bakalan kayak anak-anak yang gue lihat: selalu betah di sekolah meski lagi libur.

Terlihat beberapa peserta ujian sedang nongkrong di taman ada yang sedang baca buku-buku pelajaran waktu SMP, ada juga peserta yang bergerilya mencari nomor hape cewek. Gue lebih memutuskan buat belajar di ruangan tes gue aja, lebih nyaman. Mata gue terus-terusan memandang wajah beberapa peserta lain yang seruang sama gue, mencoba menebak mana saingan terberat dan mana wajah yang kemungkinan tidak akan masuk. Buku rumus Matematika gue baca dengan sangat-sangat fokus, meskipun terkadang mata gue langsung berubah fokus waktu ngeliat cewek cantik ngelewatin ruangan gue, Hati baik gue langsung bilang, "WOY BEGO!!! Itu strategi mereka supaya loe kagak lulus."

Tes dimulai jam setengah delapan pagi. Sebelum memulai tes semua peserta di kumpulkan di lapangan sepakbola SMA Bonafide untuk mendengar wejangan dari Kepala sekolah SMA Bonafide. Dengan suara sok-sok militer kepala sekolah SMA Bonafide menyuruh semua peserta untuk tidak mencontek, bertindak sportif, jangan mengerjakan soal dengan terburu-buru.

Setelah mendengar wejangan kami dipersilahkan masuk. Guru SMA Bonafide yang jadi pengawas gue tampangnya sangar abis kumisnya tebal, tatapannya tajam seolah-olah macan yang memperhatikan mangsangnya. dia memerintahkan semua peserta untuk menaruh tas di dekat papan tulis. Yang tersisa di meja hanya pensil 2B, penghapus, penggaris untuk ngebuletin jawaban, dan papan ujian. Menghadapi situasi seperti ini membuat gue terasa sangat dekat dengan benda-benda itu terutama dengan pensil 2B. Mata gue terus memandangi pensil 2B, semalem gue meruncing pensil itu dengan sangat hati-hati agar waktu gue jawab soal buletannya bener-bener item. Secara gak langsung Pensil 2B bakalan menjadi sahabat gue hari ini, sahabat yang sangat membantu gue buat masuk SMA Bonafide.

Selesai berdoa bersama pengawas membagikan soal beserta lembar jawaban. Gue agak merasa aneh waktu melihat di lembar soal dan lembar jawaban biasanya cuma A, B, C, dan D kok ini ada E juga? "Mungkin memang dari sananya," pikir gue polos. gue bolak-balik kertas soal ternyata ada 100 soal. Gue keinget wejangan dari kepala sekolah SMA Bonafide, "Jangan mengerjakan soal dengan buru-buru".

Soalnya sampe 100 berarti waktu ngerjain lumayan lama. Cukup sering gue mengerenyitkan kening waktu melihat soal yang belum pernah gue pelajari penyeselan tiba-tiba datang kenapa waktu itu gak belajar lebih gila lagi. Soalnya yang menurut gue susah minta ampun gue pending dulu buat mikirin jawabannya, gue kerjain soalnya yang menurut gue gampang.

Satu jam berlalu tiba-tiba pengawas bilang, "Anak-anak waktunya 1 jam lagi."

MAMPUS!!! Gue baru ngerjain 30 soal, dan sebagian soal yang gue jawab adalah pelajaran B.Indonesia dan IPS sedangkan MTK, IPA, dan B. Inggris sama sekali belum gue jawab. Sungguh tidak masuk akal mengerjakan 100 soal yang susah minta ampun dalam waktu 2 jam. Gue gak bisa nyalahin wejangan dari kepala sekolah, harus gue akui ini semua salah gue seharusnya gue perbanyak lagi buku yang gue baca, seharusnya gue bisa mengikuti aturan main.

"30 menit lagi!" teriak pengawas di tempat duduknya sambil memainkan kumis tebalnya."Kalo selesai boleh di kumpul."

Beberapa peserta terpengaruh dengan perkataan pengawas, mereka dengan jumawanya mengumpul ke depan, seolah-olah soalnya itu makanan sehari-sehari mereka. Sudah diduga melihat beberapa peserta lain keluar, peserta yang masih di dalam mengerjakan soal dengan membabi buta. Sedangkan gue masih terpana dengan soal di meja gue, berharap masih ada secercah harapan, SMA Bonafide adalah SMA impian gue, semua yang gue butuh ada di sini. Kini di ruangan cuma ada tiga orang, cewek pake kacamata, cowok gendut, dan gue sendiri. Melihat kondisi seperti itu pengawas menyuruh untuk segera mengumpul lembar soal dan lembar jawaban. Gue pun harus pasrah buat ngumpul 50 soal gue jawab dengan sangat menguras otak, 50 soal gue jawab dengan asal tembak.

***

Di bajaj yang gue tumpangi buat pulang gue terus-terus melamun mikrin kemungkinan buruk yang akan terjadi. Kalo gue gak masuk SMA Bonafide berarti gue harus masuk sekolah yang gak terlau bagus, semua sekolah favorit melaksanakan ujiannya hari ini. Gue harus menyiapkan mental, menyiapkan diri dengan bom waktu yang akan datang.

Jamil temen gue pun begitu, gue sama Jamil ikut tes masuk SMA Bonafide tapi beda ruang. Jamil adalah temen yang selalu duduk sebangku sama gue waktu SMP, temen yang selalu jadi tempat keluh kesah gue. Kami berdua mempunyai kesamaan waktu SMP: Sama-sama sering di palak. Jamil duduk di sebelah gue matanya terus memandang ke depan tapi gue tahu dia pasti sedang mengalami pertempuran hati.

"Coba aja nenek gue dulu berprofesi sebagai dukun,"
Kata Jamil memecah keheningan yang terjadi.

"Emang kenapa Mil?" tanya gue.

"Ya, ada kemungkinan gue sama loe bakalan masuk SMA Bonafide."

"Pengumumannya kan masih lama."

"Rick, feeling gue kita berdua gak masuk SMA Bonafide."

"Feeling kita sama Mil." Gue menepuk pundak Jamil.

"Loe mau masuk mana nanti Rick?"

"Gue kurang tau Mil, belum kepikiran loe sendiri?"

"Sama gue juga belum tahu."

"...."

"Dek. Kalian lagi cari dukunnya?" tanya tukang bajaj sambil menoleh ke arah kami. "Ibu saya dukun loh."

"Oh ya..." Jamil seperti kembali mempunyai harapan untuk hidup mendengar hal yang berbau perdukunan.
"Dukun apa?"

"Dukun beranak."

"...."

***

Sesampainya di rumah, orangtua gue menyambut dengan ekspresi yang berbeda. Nyokap gue menyambut dengan rasa iba, seperti menunggu anak bujangnya yang hampir mati di medan perang, bokap gue menyambut gue kayak orang yang lagi nunggu temen tongkrongan datang.

"Gimana, Dek soalnya susah gak?" cerocos nyokap gue. "Kamu bisa kan ngerjainnya perasaan Ibu gak enak."

"Susah Bu," jawab gue datar.

"Sesusah apa soalnya?"

"Soalnya 100 soal Bu.." Gue menelan ludah. "Tapi waktunya dua jam."

"Waduh itu keterlaluan Rick, itu kan pelajarannya banyak tapi waktunya kok cuma 2 jam seharusnya bisa lebih," Ibu gue menghela napas. "Tenang Ibu bakalan sering shalat tahajud, supaya kamu lulus."

"Semuanya udah terlanjur Bu, percuma aja. Aku harus siap sama konsekuensi yang terjadi."

"Kamu jangan pesimis gitu Rick, tuhan akan membantu kamu."

"Aku harap juga gitu Bu." Gue langsung memeluk Ibu gue.

"Udah santai-santai jangan terlalu dramatis," sahut bokap gue. "Ricky main playstation yuk, Ayah pengen duel sama kamu."

"Ayah ini tentang masa depan Ricky!!" nyokap gue geram. "Itu playstation Ricky, sadar umur dong."

"Yang beli kan duit aku Bu, lagian waktu kecil aku gak pernah main dindong. Tolonglah Bu aku kan hari ini lagi libur kerja bolehkan aku ngabisin waktu bareng Ricky."

Nyokap gue langsung ke dapur, enggan berdebat dengan bokap gue yang lagi bertingkah melebihi orang seusianya. Akhir-akhir ini Ayah gue lagi seneng-senengnya main playstation Sampai-sampai Ibu gue memutuskan buat beli TV baru karena setiap pulang kerja Ayah gue langsung main playstation sampai jam 12 malam. Bisa dibilang Ayah gue lagi jatuh cinta sama playstation karena gue juga lagi pusing mikirin masuk apa gak di SMA Bonafide akhirnya gue mutusin menerima tawaran Ayah gue buat main playstation.

"Rick..."

"Iya kenapa Yah."

"Ayah hampir namatin GTA Rick, Ayah hampir namatin GTA Rick tanpa password."

Gue kira apaan. "Wah hebat, aku bangga sama Ayah." Hal yang sangat aneh seorang anak yang bangga dengan bokapnya karena hampir namatin GTA tanpa password. "Kerjaan Ayah gak ke ganggu?"

"Santai aja kamu gak usah pikirin hal itu. Kita main Guitar Hero aja ya."

"Ayo Ayah, kita duel."

***

3 hari setelah ujian masuk SMA Bonafide hari ini pengumuman peserta yang masuk SMA Bonafide bakal diumumin. Karena pengumumannya belum diumumin gue dan Jamil nyempetin buat nongkrong di kantin. Bisa jadi hari ini, hari terakhir kita bisa makan sambil ongkang-ongkang Kaki di kantin SMA Bonafide. Makanan di sini enak-enak banget ada gorengan, ada nasi goreng, ada batagor mungkin Ibu kantin ini adalah juara masak-memasak antar se-kecamatan.


"Rick! Kaki loe turunin dong jangan kayak di warteg," kata Jamil dengan suara yang ditekankan.

"Iya, ni gue turunin. Ada apa emangnya?" tanya gue

"Cewek di depan kita ada yang cantik tu."

"Yang pake kacamata?" Gue coba mengingat sesosok wanita berkacamata itu. "Kalo gak salah yang pake kacamata seruang sama gue waktu ujian tes masuk."

"Bukan yang pake kacamata tapi yang disebelahnya."
Gue coba memperhatikan dengan seksama cewek yang dimaksud Jamil. "Lumayan, kenapa loe suka?"

"Kalo gue ajak kenalan gimananya responnya."

"Loe coba aja dulu."

"Tapi ada hal yang paling gue takutin yang juga dilanda seluruh cowok di dunia waktu mencoba kenal sama cewek."

"Apa?"

"Di cuekin..."

"Kampret gue kira apaan, loe coba aja dulu itukan resiko."

"Gak ah."

Selama di kantin Jamil terus-terusan terpana dengan seorang yang sedang makan di depan kami. Selama itu juga rasa gak enak gue rasain.

"Mil, kayaknya pengumuman udah ada," gue menunjuk ke arah kerumunan. Cewek yang pake kacamata beserta teman-temannya yang sedari tadi di depan kami langsung berlari ke arah kerumunan. Jamil yang gak menjawab pertanyaan gue pun langsung berlari tunggang langgang ke arah kerumunan.

"WOY!!! BEGO!!!" teriak Jamil dari kejauhan.
"Pengumumannya udah ada."

***

"Nomor peserta loe berapa?" tanya Jamil dengan napas ngos-ngosan.

"0796."

"Biar gue aja ngeliat nomor loe ada gak di papan pengumuman," tawar Jamil. "Sekarang lagi rame banget, loe pasti gak bisa lihat." gue mengganguk setuju. Dengan tinggi yang menjulang Jamil pasti dengan mudah melihat gue masuk apa gak. Gue yang memiliki tinggi badan pendek cuma bisa berharap mata Jamil gak buta mendadak.

"Rick gue gak masuk." Jamil tertunduk lesu. "Nama gue gak ada."

"SERIUSSS!!!"

"Loe juga gak masuk Rick."

Setidaknya perasaan gak enak yang sedari tadi gue rasain membuat gue gak terlau sakit menerima kenyataan yang ada. Kini telah terjadi dua kubu. Kubu yang masuk SMA Bonafide terus-terusan tersenyum gembira dan kubu yang gak masuk SMA Bonafide cuma bisa melihat mereka tersenyum gembira. Mata gue tertuju pada cewek yang pake kacamata yang seruang sama gue, semua temennya masuk SMA Bonafide. Dia menangis sejadi-jadinya semua orang jika melihat dia pasti mengira akan dengan mudah masuk SMA yang dia mau. Gue coba mendekat ke cewek yang pake kacamata tersebut.

"Loe kenapa?" tanya gue.

Dia terkejut dengan kehadiran gue secara reflek dia langsung menghapus air matanya. "Gue gak lulus," jawabnya dengan suara lesu.

"Loe sabar ajanya pasti masa depan kita lebih baik." Gak seharusnya gue beri wejangan ke dia, gue orang yang butuh wejangan tapi sok-sok ngasih wejangan ke orang lain. "Nama loe siapa?"

"Shafira, Loe sendiri?"

"Ricky..."

"Woy Rick kesini dong!!" Jamil terus-terusan manggil gue.

"Udah dulu ya, semoga kita bisa bertemu di lain waktu. Gue gak enak sama temen gue."

Terlihat dari kejauhan ada seorang Om-om yang sedang bagi-bagi brosur. Gue dan Jamil segera mendekat ke arah Om-om tersebut. Setelah mendapat brosur gue dan Jamil ngakak abis.

"Track record sekolah ini jelek banget," gerutu Jamil. "Isi Brosurnya bohong semua, loe lihat lapangannya di foto seolah-olah luas tapi sebenernya jelek banget."

"Iya apalagi, anak-anaknya terkenal dengan kenakalan yang luar biasa," tambah gue.

"Bukan cuma itu Rick, kebanyakan cewek-ceweknya nakal-nakal loe." Jamil gak berhenti menjelekkan sekolah tersebut yang memang jelek. "Siswinya terkenal sering bunting di luar nikah, ujung-ujungnya sekolah berhenti di tengah jalan."

"Sekolah ini harus dihindari."

"Gue harap kita berdua gak masuk sini."

Setelah membuang brosur tersebut ke tong sampah. Gue dan Jamil beranjak pulang. Di perjalanan pulang gue ke teringat awal mula gue tamat SMP yang pengen punya band dan dikelilingi cewek cantik sepertinya semua itu hanyalah mimpi yang gak akan menjadi nyata. Setelah melihat kenyataan hari ini.

Diubah oleh abgcemen 16-11-2016 08:47
0
5.4K
24
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan