Quote:
Saya kerja disini sudah cukup lama dari sejak presiden Megawati masih memerintah negeri ini sampai sekarang kadernya bapak Jokowi memimpin.. Ini perusahaan pertama saya, dan mungkin yang terakhir. Dari sejak saya bekerja disini, perusahaan ini sudah 1x berganti nama, dan 1x juga pindah tempat/lokasi. Banyak orang datang dan pergi, beberapa tetap memilih bertahan termasuk saya. Meski selama ini status saya masih “kontrak”, tetapi saya tidak pernah menuntut terlalu banyak. Asalkan saya masih bisa bekerja disini, dan mendapatkan gaji dari sini, saya tetap bertahan. Apalagi di jaman sekarang, nyari kerja semakin susah dan saya juga sudah cukup berumur, sementara pengalaman kerja saya tidak terlalu banyak. Selain itu yang paling penting, saya juga sudah berkeluarga dan memiliki anak. Nasib saya tidak jauh berbeda dengan rekan-rekan saya yang lain yang masih bertahan. Kita sama-sama tidak memiliki banyak pilihan selain bertekuk lutut pada kebijakan perusahaan. Tapi kita berusaha ikhlas dan tetap bersyukur.
Pabrik tempat saya bekerja sekarang, sebenarnya hanya 1 dari sekian banyak pabrik dan usaha yang dimiliki oleh Big Boss. Big boss saya ini dasarnya memang orang yang ulet. Datang dari keluarga sederhana, mulai membangun bisnis dari bengkel di garasi rumah, hingga akhirnya berkembang pesat menjadi punya beberapa perusahaan dan pabrik, termasuk pabrik dimana saya bekerja sekarang. Beberapa kerabat dan keluarga Big Boss, ada yang turut mengisi jabatan di top manajemen grup ini. Itu tidak masalah, selama mereka memiliki kompetensi yang layak. Oh ya, kisah hidup Big Boss saya ini sempat dimuat di beberapa media massa elektronik dan cetak.
Meski situasi internal seperti itu, tetapi saya tetap bisa bekerja dengan baik. Apalagi suasana kekeluargaan disini sangat kental. Dengan orang-orang semuanya terasa nyaman. Tetapi semua kebaikan itu berubah ketika Top manajemen memutuskan untuk mengangkat direktur baru di pabrik, untuk menggantikan posisi direktur lama yang sudah promosi ke jajaran top manajemen.
Awalnya Direktur baru itu menjabat sebagai manajer di dept Supply Chain. Sampai kemudian dia diangkat oleh top manajemen menjadi Direktur Operasional. Saat di Supply Chain (sebut saja dia Ibu X), tidak ada pergolakan berarti di perusahaan, meski tanda-tanda nya sudah mulai terlihat. Ibu X ini sendiri bukan merupakan kerabat Big Boss, dan juga bukan orang yang meniti karir di perusahaan. Beliau merupakan jebolan sebuah perusahaan elektronik Jepang yang memproduksi alat-alat rumah tangga. Setelah perusahaan itu goyah dan mau tutup, beliau pindah ke perusahaan ini. Dan setelah ibu X promosi menjadi direktur operasional, disinilah “kegaduhan” mulai terjadi.
Kegaduhan yang saya maksud adalah, dimana beliau secara perlahan tapi pasti mulai menggunakan kuasa nya untuk “menginfeksi” perusahaan dengan orang-orang bawaan beliau. Orang bawaan itu adalah bekas/mantan bawahan beliau dimana beliau bekerja dahulu di perusahaan elektronik yang sudah bangkrut. Hal itu dimulai dari departemen Supply Chain, dimana setelah orang lama mengundurkan diri, beliau mulai memasukkan pengganti nya dengan orang-orang dari rekomendasi beliau. Kemudian mulai mengular ke departemen lain hingga ke level operator produksi. Meski sebenarnya hal itu dibolehkan dan sebenarnya saya tidak mempermasalahkannya, tetapi yang menjadi janggal adalah karena diketahui ternyata orang-orang bawaan beliau itu tidak kompeten. Standar perusahaan ini ketika akan merekrut karyawan adalah dengan melakukan beberapa tes psikologi. Ada karyawan yang direkomendasikan oleh beliau yang ternyata tidak lulus tes, ternyata tetap “diminta” untuk diterima. Sementara karyawan lain yang masuk melalui jalur normal, tidak bisa seperti itu.
Mungkin tes psikologi bukanlah tolak ukur keterampilan seseorang di dunia kerja. Tapi nyatanya, beberapa karyawan bawaan ibu X, ternyata menunjukkan kinerja yang tidak memuaskan bahkan cenderung “tidak bisa bekerja” dengan baik. Departemen yang bersangkutan sudah mengajukan complain karena kinerja buruk karyawan itu. Tetapi apa jawaban ibu X?ibu X malah menyalahkan kepala departemen, SPV & Leader karena dianggap tidak bisa mendidik karyawannya. Hal itu membuat situasi kerja menjadi tidak nyaman. Hal lain yang membuat suasana di perusahaan menjadi semakin “panas” adalah karena adanya ketidak adilan dalam perpanjangan kontrak. Karyawan lama yang sudah bertahun-tahun mengabdi untuk perusahaan dengan status masih kontrak, diberikan perpanjangan kontrak hanya 3 bulan, dan karyawan baru yang tidak/belum memiliki keahlian dan skill memadai tetapi karena rekomendasi ibu X, mendapatkan perpanjangan kontrak minimal 6 bulan. Beberapa diantaranya bahkan sudah dipromosikan ke level Supervisor. Saya sendiri?saya termasuk yang tertimpa kemalangan.
Satu lagi yang menarik dari Ibu X ini adalah, beliau sangat menyukai olahraga voli. Beliau memberikan sponsor (dengan dana perusahaan) bagi tim voli perusahaan. Bahkan sampai-sampai ada karyawan yang direkrut atas rekomendasi beliau dikarenakan karyawan ybs memiliki skill bermain voli yang bagus, bukan karena kinerja yang bagus untuk perusahaan.
Apa daya kami untuk melawan ketidak adilan, yang hanya merupakan karyawan kontrak. Kami hanya “kuli” yang mengharap upah dan belas kasihan para pemilik usaha. Kami orang berpendidikan rendah, tetapi kami setia pada perusahaan. Kami setia pada Big Boss, yang sudah berkenan mengijinkan kami mencari rejeki dan berkontribusi terhadap bisnis nya meski terbilang kecil. Kami ikhlas dan menerima status kami yang masih karyawan kontrak meski sudah bekerja sekian lama, tetapi terus terang nurani kami mulai berontak atas kejadian akhir-akhir ini. Kami sangat tidak menyukai situasi dan kondisi saat ini, terutama ketika Ibu X sudah berkuasa di perusahaan.
Kami ingin perusahaan dan grup milik Big Boss ini menjadi semakin maju pesat. Kami tidak ingin perusahaan ini berubah menjadi klub olahraga, kami juga tidak ingin perusahaan ini menjadi hancur dikarenakan terkena “penyakit” yang tertular dari perusahaan yang sudah tutup dan bangkrut. Karena kami percaya, Big Boss dalam mendirikan perusahaan sudah mengeluarkan tidak hanya keringat, tetapi juga air mata. Karena itu, kami tidak ingin perusahaan ini hancur.
SALAM DAHSYAT YES YES YES!
Terima kasih yang sudah mau baca surat panjang ini. Yang penasaran saya bekerja dimana, saya kasih sedikit klu bahwa lokasi pabrik ada di kawasan Industri Jababeka II. Lalu ini juga ada link
artikelmengenai owner perusahaan tempat saya bekerja.
Mungkin banyak yang bertanya juga, kenapa saya tidak sampaikan langsung surat ini kepada Big Boss. Pertama adalah karena kondisi, dimana Big Boss memang tidak berdiam diri atau ngantor di pabrik saya kerja sekarang. Sesekali saja beliau mampir, itupun jarang 1 hari penuh. Kalaupun mampir, untuk bisa ketemu beliau haruslah memiliki janji terlebih dahulu, dan biasanya hanya jajaran manajer keatas yang bisa bertatap muka dengan beliau. Sementara saya?saya jauh dibawah itu.
Alasan kedua adalah karena saya khawatir jika saya akan terkena dampak terburuk dikarenakan menjadi Whistle Blower. Saya memiliki keluarga yang harus saya nafkahi, sehingga saya saat ini cenderung menahan diri dan bersabar. Sengaja saya juga menggunakan inisial, jeda waktu pada narasi surat yang disamarkan, dan tidak secara langsung menunjuk perusahaan tempat saya bekerja, karena saya khawatir identitas saya diketahui. Karena itulah saya menulis surat ini di Kaskus. Dengan harapan, bahwa ada rekan-rekan kaskuser yang mungkin memiliki relasi dengan Big Boss atau keluarganya, bisa menyebarkan surat ini pada yang bersangkutan.