metrotvnews.comAvatar border
TS
MOD
metrotvnews.com
Cemas Tersebab Rob


Metrotvnews.com, Jakarta: Banjir rob menjadi hal yang dekat bagi warga Pesisir Jakarta. Dinamika alam membuat banjir rob rutin datang. Setidaknya, dua kali dalam sebulan gelombang pasang akan menerjang daratan.


Sejatinya, rob bukan hal luar biasa. Tapi, tidak dalam dua pekan belakangan. Penduduk pesisir, bukan hanya di Ibu Kota, dibuat cemas karenanya. Di Jakarta, terjangan rob bahkan sampai menjebol tanggul yang lalu menyebabkan banjir berhari-hari di sebagian Tanjung Priok, Jakarta Utara.


(Baca: Tanggul Pantai Mutiara Jebol


Pemerintah Provinsi Jakarta tercekat. Gubernur Basuki Tjahaja Purnama lantas menggaungkan kembali pembangunan tanggul raksasa yang lama jalan di tempat. Menurut dia, tanggul adalah obat mujarab agar banjir air pasang laut tak lagi bisa menjamah permukiman. Apalagi, muka tanah, khususnya di daerah Jakarta Utara, saban tahun melorot.


Gelombang pasang surut merupakan fenomena alam yang dipengaruhi kemunculan bulan purnama, di mana posisi bumi, matahari, dan bulan berada dalam satu garis. Saat purnama, gravitasi bulan menarik air laut lebih kuat daripada bumi, sehingga air laut naik dari permukaan bumi dan terjadi pasang.


(Baca: Tanggul di Pantai Mutiara Jebol karena Erosi)


Peneliti dari Fakultas Teknik dan Lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali, saat berbincang dengan Nur Azizah dari Metrotvnews.com, tengah pekan ini, menjelaskan panjang lebar tentang rob yang akhir-akhir ini mencemaskan banyak warga. Berikut perbincangannya:


Apa yang memengaruhi banjir rob?


Banjir rob adalah melimpahnya air laut ke darat karena permukaan air laur naik dan terjadi gelombang pasang. Gelombang pasang surut dan naiknya muka air laut adalah siklus astronomi yang terjadi setiap saat. Pada siklus itu, posisi bumi, matahari, dan bulan berada dalam satu garis, sehingga terjadi gravitasi. Gravitasi bulan menarik air laut lebih kuat daripada bumi, sehingga air laut naik dari permukaan bumi dan terjadi pasang.


Di belahan bumi manapun sedang mengalami kondisi pasang maksimum. Itu normal. Lalu kemudian, siklus ini dipengaruhi oleh anomali positif yang berada di samudera. Dinamika cuaca yang kian ekstrem juga memperparah siklus bulanan itu. El Nino ikut memengaruhi. Suhu Pasifik jadi berada di atas normal. Kemudian, pemanasan global menyebabkan es di Kutub Utara mencair dan menyebabkan volume air laut meningkat.


Kejadian ini sangat alami. Tapi, biasanya terjadi dua kali dalam sebulan. Namun, tingkatnya berbeda-beda. Untuk kali ini gelombang pasang sudah maksimal, terjadi dari H-6 sampai H+6  dari ‘bulan mati’. Padahal, biasanya hanya terjadi H-3 sampai H+3 dari ‘bulan mati’.


Sebab apa kemudian banjir rob menjadi besar?


Banyak masalah baru yang tidak pernah kita sadar. Salah satunya, turunnya permukaan tanah kawasan pantai Utara dan Selatan yang signifikan. Di Jakarta, rata-rata tanah turun 11 centimeter hingga 12 centimeter per tahun. Ini laju yang paling cepat dibanding dengan negara lainnya. Padahal, normalnya tanah turun berkisar lima sampai delapan milimeter.


(Baca: Tanggul Jebol di Pantai Mutiara Diperbaiki)


Penurunan sangat drastis, apa penyebabnya?


Penyebabnya ada empat, yaitu kontur tanah yang lembut, adanya getaran secara alami, eksploitasi air tanah secara berlebihan, dan beban pembangunan yang tidak terkendali. Tanah di Jakarta pada umumnya sangat lembut, bila terjadi getaran maka akan memadatkan tanah. Itu salah satu penyebab tanah menjadi turun.


Kemudian diperparah dengan eksploitasi air tanah. Biasanya yang melakukan pengambilan air tanah dalam jumlah besar adalah pusat pembelanjaan, apartemen, hotel, dan gedung perkantoran. Mereka mengambil air dengan kedalaman 200 meter hingga 300 meter. Pengambilan air tanah sebenarnya tidak masalah kalau diisi kembali.


Ada dua cara pengisian air tanah: alami dan ijeksi. Hingga saat ini, mereka terus mengambil air sehingga Jakarta mengalami devisit air bersih, pori-pori tanah kosong dan Jakarta ambles. Dengan ke dalam seperti itu, kalaupun hujan turun tidak bisa langsung menyerap. Setidaknya dibutuhkan 100 tahun hingga air kembali mengisi pori-pori tanah. Ini yang menjadi masalah, permintaan air tanah tidak sebanding dengan ketersediaan air tanah.


Berbeda dengan rumah yang biasanya hanya mengambil air dengan kedalaman 40 meter. Dengan kedalaman seperti itu, air hujan sudah bisa mengisi pori-pori tanah yang kosong. Siklusnya pun sangat cepat, bisa sehari atau paling lama satu tahun.


Lalu beban pembangunan yang semakain berat. Hotel, apartemen, dan gedung-gedung bertingkat lainnya semakin banyak. Sementara kontur tanah Jakarta yang lembut tidak bisa menahan beban itu. Belum lagi ada beban dinamis seperti kendaraan yang setiap hari memadati jalan-jalan Jakarta.


Pemerintah sudah membangun tanggul untuk mencegah gelombang pasang, kenapa masih terjadi banjir rob?


Masalah ini tambah berat ketika infrastruktur yang ada tidak memadai. Tanggul yang sudah dibangun tidak siap menghadapi gelombang pasang. Teluk Jakarta memiliki panjang 32 kilometer dan sepanjang itu pula tanggul dibangun. Tanggul dibangun oleh tiga pihak, yakni pihak Pemprov DKI, pengembang, dan pemerintah pusat memalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung dan Cisadane. Sayangnya, tanggul dibangun tidak bersamaan, sehingga tanggul yang lebih dulu dibangun sudah mengalami abrasi. Selain itu, tanggul yang sudah dibangun tidak pernah dipelihara. Alhasil, tanggul yang seharusnya bisa bertahan hingga puluhan tahun jebol dalam waktu singkat.


Memang kondisi tanggul yang ada seperti apa?


Tanggul yang ada tidak semuanya tertutup. Tanggul dibuat dengan tidak melihat karakteristik laut. Kedalaman tanggul seakan menggantung, tidak benar-benar tertanam di dalam permukaan laut dan ketebalan tanggul hanya berkisar 50 centimeter. Di tambah tidak ada yang memelihara. Jadilah, tanggul cepat jebol.


Seharusnya tanggul yang seperti apa?


Ke depan seharusnya pemerintah membangun tanggul National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau Giant Sea Wall (tanggul laut raksasa). Tanggul jenis itu memiliki ketinggian delapan meter di atas permukaan laut dan memiliki ketebalan dua hingga lima meter. Jadi tanggul itu yang bisa tahan hingga 200 tahun. Tapi butuh biaya yang sangat besar. Setidaknya pemerintah harus menggelontorkan dana Rp700 triliun. Apa dananya ada? Selain anggaran, negara juga harus komitmen. Sekarang saja masih ribut soal reklamasi.


Bicara soal reklamasi, sebanarnya reklamasi memengaruhi banjir rob atau tidak?


Tidak ada pengaruhnya. Reklamasi itu berfungsi untuk menambah ruang Jakarta. Saat ini, luas ruang tidak sebanding dengan jumlah warga Jakarta. Kita lihat negara Singapura, negaranya luas tapi penduduknya sedikit. Berbeda dengan Jakarta, sudah sangat tidak nyaman.


Justru, hadirnya reklamasi bisa memecah gelombang pasang agar tidak mengabrasi pinggir pantai. Dengan demikian, tidak ada lagi air laut yang naik menggenangi permukiman warga. Reklamasi layaknya jarum pentul yang dimasukkan ke dalam kolam renang. Saat lempar ke dalam kolam, jarum pentul tersebut tidak akan berpengaruh apa-apa.


Apa volume air di kolam itu akan meningkat dan tumpah? Tidak kan? Jadi, reklamasi sebenarnya sangat kecil dibanding luas lautan ini. Tidak akan menyebabkan banjir. Justru reklamasi solusi smart dan modern untuk mengurangi banjir rob.


Apa tanggul raksasa salah satu cara, bagaimana dengan penaman hutan mangrove?


Bakau atau mangrove memang benteng alami untuk mencegah abrasi. Mangrove memiliki sifat yang kokoh yag bisa menahan gelombang pasang. Sayangnya, luas mangrove di Ibu Kota kian tergerus oleh pembangunan yang berada di daerah pesisir. Hutan mangove hanya ada sepertiga dari panjang teluk Jakarta.


Tapi, suka tidak suka, ekosistem mangrove semakin berkurang karena pembangunan. Seharusnya pemerintah merehabilitasi dan memperluas hutan mangrove dari 15 atau 20 beberapa tahun lalu. Sehingga, masalah banjir rob bisa diatasi lebih dini. Kalau sekarang seperti sudah terlambat karena masalah semakin kritis dan permukaan tanah turun semakin cepat. Lalu pembuatan tanggul menjadi solusi paling modern.


Sebagai peneliti, bagaimana Anda melihat reklamasi?


Pada dasarnya reklamasi tidak masalah. Adanya reklamasi malah bisa menambah ruang baru dan merestorasi teluk Jakarta. Sudah dari 60 tahun teluk Jakarta menerima limbah cair dan padat dari indutri maupun non-industri. Tapi sampai saat ini negara belum punya cara untuk mengolah itu. Akibatnya seluruh ekosistem di teluk Jakarta rusak. Ikan-ikan yang ada hidup dalam keadaan Dissolve Oxygen (DO). Kalaupun ada ikan yang hidup, itu hanya ikan-ikan yang memiliki daya adaptasi tinggi dengan lingkungan yang tercemar. Lagi pula nilainya sangat rendah. Dengan adanya reklamasi, teluk Jakarta bisa direstorasi.


Bukankah reklamasi juga berdampak pada lingkungan?


Betul. Semua pembangunan pasti punya dampak. Tidak ada yang tidak memiliki dampak. Dampak itu ada yang permanen dan sementara. Tapi reklamasi tidak akan menenggelamkan kita. Kalau reklamasi lebih banyak dampak negatif dari pada positifnnya tidak mungkin negara-negara maju mereklamasi tempatnya. Dubai, Singapura, Hong Kong, Tiongkok, Jepang, California, dan beberapa negara lainnya sudah lebih dulu melakukan reklamasi. Kalau dampaknya buruk kenapa mereka mereklamasi dan negara lain banyak mengikuti, termasuk Indonesia.


Tapi kenapa akhirnya isu reklamasi jadi ramai?


Karena Ahok. Dia dengan gaya kominikasinya yang ceplas-ceplos telah menantang fakta politik kita. Karena tradisi sebelumnya para calon menggunakan partai, dia memilih jalur yang tidak biasa. Jadilah dia musuh bersama. Terlepas dari itu, sebenarnya reklamasi tidak masalah. Reklamasi adalah kebutuhan.

Sumber : http://news.metrotvnews.com/read/201...s-tersebab-rob

---

Kumpulan Berita Terkait REKLAMASI TELUK JAKARTA :

- Cemas Tersebab Rob

- Ahok Akui Pulau Reklamasi Kena Keramba Ikan

- Ahok Sebut Reklamasi Ampuh untuk Perbaiki Lingkungan

0
874
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan