metrotvnews.comAvatar border
TS
MOD
metrotvnews.com
Hardiknas & Ironi Pendidikan di Indonesia


Metrotvnews.com: Puncak peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini 'dijewer' dengan terungkapnya kasus-kasus kekerasan yang terduga pelakunya adalah anak didik. Pembunuhan dosen oleh mahasiswa di Medan, pemerkosaan yang menewaskan seorang siswi SMP di Bengkulu dan bullying di sebuah SMA di Jakarta.


Sejumlah kalangan yang mengevaluasinya meyakini kejadian mengenaskan itu tidak lepas dari dampak negatif sistem pendidikan mengedepankan teori dan buku pelajaran. Sedangkan materi yang berorientasi kepada sikap mental dan perilaku masih sangat kurang.


Beberapa tahun terakhir negeri ini berpolemik soal urgensi Ujian Nasional (UN) sebagai tolak ukur tunggal keberhasilan siswa. Ada yang menuding UN mengakibatkan tekanan psikologi bagi siswa, menegasikan penilaian sikap mental dan perilaku. Bahkan ada yang membandingkan dengan Finlandia yang sistem pendidikannya dianggap terbaik di dunia.


Tantangan Bagi Pendidik


Mungkin bila Ki Hajar Dewantara masih hidup akan mengatakan tidak mudah membangun intelektual di zaman ini. Tantangan yang dihadapi kini infiltrasi budaya, teknologi informasi hingga narkoba yang terlanjur merangsek ke sendi-sendi sosial.


Jurus menghadapi tantangan ini sebenarnya sudah banyak dikemukakan.  salah-satunya meninggalkan pola behavioristik, teori dan belajar dengan metode stimulus-respon pada pendidikan dini. Sekali lagi teladan yang dimunculkan adalah pola pendidikan humanistik, seperti Finlandia.


Padahal sudah banyak pakar pendidikan yang menyatakan pelajaran baca, tulis dan berhitung (calistung) tidak tepat untuk usia dini. Calistung dapat menyebabkan stress bagi anak-anak yang dunianya adalah bermain dan sedang beradaptasi dengan lingkungan sosial. Namun masih banyak lembaga pendidikan dini mengedepankan calistung.


Tapi tidak mesti menyalahkan lembaga pendidikan, faktanya, orangtua juga banyak yang belum menyadarinya. Kebanyakan, khususnya di daerah, orangtua lebih memilih calistung dengan harapan anaknya bisa diterima di SD favorit karena sudah bisa baca dan menghitung.


Alasan yang sama mendorong orangtua kalangan menengah ke atas 'memaksakan' bahasa asing kepada balitanya. Memang itu sah-sah saja, tapi perlu memperhatikan aspek psikologis anak. Ada hal krusial yang wajib disadari, yaitu bahasa nasional dan daerah yang digunakan anak berkomunikasi dengan lingkungannya sehari-sehari.


Pola behavioristik dinilai sudah tak relevan dengan tantangan pendidikan saat ini. Pola humanistik menjadi pilihan di tengah ancaman budaya hari ini, sistem belajar yang memadukan teori dan praktek serta menempatkan murid sebagai objek yang bebas merdeka namun diiringi rasa tanggung jawab.


Sebenarnya sudah banyak sekolah swasta yang menerapkan metode pendidikan ini, sayangnya hanya ada di kota-kota besar. Harapannya, ini menjadi pola pendidikan nasional yang baru, dan tentunya pendidik juga perlu dibekali kemampuan mendidik berpola humanistik ini.


"Mendidik tak semata membentuk ketahanan raga. Utamanya juga membangun jiwa. Bertumpu agama. #hardiknas #pendidikanbuatsaya." Semoga harapan Menteri Agama, Lukman Saifuddin di twitter ini bisa segera terwujud.

Sumber : http://news.metrotvnews.com/read/201...n-di-indonesia

---

Kumpulan Berita Terkait HARDIKNAS :

- Hardiknas & Ironi Pendidikan di Indonesia

- Pesta Pendidikan: Semua Guru, Semua Murid (5)

- Pesta Pendidikan: Semua Guru, Semua Murid (4)

0
912
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan