indonesakuAvatar border
TS
indonesaku
Ahlul Glugu wal Kayu
Spoiler for ilustrasi:




*) Emha Ainun Nadjib

Yu Sumi memakai celana atau sarung seperti lelaki. Pakai kaos, berjalan gagah seperti Werkudoro, tangannya kokoh memegang arit, bendo, parang dan terkadang pedang jika diperlukan. Yu Sumi memanjat kelapa tinggi dengan langkah naik yang sangat kuat, perkasa dan tangguh. Yu Sumi mengurai sabut kelapa dengan jari-jarinya dan memecah batok kelapa dengan pojok jidatnya.

Sketsa sosok Yu Sumi ini kututurkan untuk anak cucuku dan para jm. Jangan sampai dibaca oleh yang bukan kalian, sebab mungkin ini memalukan dan bisa jadi menjadi bahan tertawaan. Sebagaimana aku, kalian tidak cukup terpelajar, bukan cendekiawan, tidak berbudaya modern dan metropolitan. Kita orang dusun yang telapak kaki kita terlalu dekat ke tanah. Muatan dada kita adalah hati petani, sedang di kepala kita tidak ada unsur intelektualitas kelas manusia modern.

Yu Sumi, yang Hawa, lebih kuat dari kebanyakan lelaki di desa saya.

Tetapi ia tidak melirik, melotot atau mengincar wanita-wanita, gadis-gadis atau Adam-Adam yang keHawa-hawaan di desa. Yu Sumi tidak menjadi lesbisch lesbong lesboa atau lesung. Sampai meninggalnya di usia hampir 60 tahun Yu Sumi tidak mencintai wanita, apalagi mencintai lelaki, tidak berpacaran, tidak nikah. Yu Sumi bekerja keras.

Yu Sumi mengisi hidupnya dengan bekerja, bekerja, bekerja dan bekerja hingga kelelahan kemudian tertidur. Yu Sumi tidak punya kekayaan dunia. Tidak punya pekerjaan tetap. Tidak punya warung usaha atau apapun. Yu Sumi tidak cukup waktunya untuk memenuhi permintaan para tetangga untuk membelah kayu, mencangkul dan nggaru nyingkal sawah, untuk melakukan berbagai macam pekerjaan yang orang menyebutnya pekerjaan kasar dan rendahan.

Ya Ampun ya Salam alangkah kasar orang yang menciptakan istilah pekerjaan dan kasar. Dan alangkah tidak punya kelembutan siapa saja di antara masyarakat yang menyebut pekerjaan Yu Sumi adalah pekerjaan rendahan. Alangkah bodoh manusia yang menyebut Yu Sumi memanjat pohon kelapa dan membelah kayu-kayu besar adalah pekerjaan kasar.

***

Itu pekerjaan keras. Memerlukan kekuatan dan kekerasan. Karena tidak mungkin membelah kayu glugu dengan kelembutan. Betapa pentingnya kekerasan dalam bagian-bagian tertentu dari kehidupan. Istilah pekerjaan kasar berasal dari manusia yang berhati kasar, yang diam-diam merindukan kelembutan namun tak kunjung mendapatkannya. Istilah pekerjaan rendahan bersumber dari orang-orang yang kenyataan martabatnya rendah, yang merindukan ketinggian derajat namun tak pernah memperolehnya.

Yu Sumi wanita yang kuat dan keras, namun kekerasannya ia tumpahkan ke pohon kelapa dan kayu-kayu, tidak kepada sesama wanita. Yu Sumi juga lembut dan mendalam cintanya, namun kedalaman cinta itu ia kembalikan secara diam-diam dan sunyi kepada sumbernya. Yu Sumi adalah hardworker di dunia, namun di dalam dirinya ia adalah pengasih dan kekasih Tuhan, tanpa ia puisikan, tanpa ia tasawufkan, tanpa ia romantisasikan dengan label Agama Nusantara, Agama Pohon Kelapa, Ahlul Glugu wal Kayu atau apapun.

Yu Sumi dikatakatain sejumlah orang di dalam hatinya, namun tak pernah pengkatakataan itu dikatakatakan melalui mulut mereka. Yu Sumi diejek-ejek oleh sejumlah anak-anak kecil yang melihatnya sebagai keanehan: perempuan kok sarungan, wanita kok memanjat kelapa dan membelah kayu-kayu. Tetapi tak usah Tuhan, Yu Sumi yang tak sekolah dan tidak nyantri pun cukup untuk mengerti bahwa anak-anak tidak berdosa dengan ejekan-ejekannya itu. Dan Yu Sumi tidak pernah bodoh untuk marah kepada anak-anak itu. Sebagaimana Tuhan pun tidak menghukumi atau menghardik anak-anak manusia yang belum ‘aqil (sanggup menggunakan akal) baligh (mampu menyampaikan kebaikan).

***

Yu Sumi sangat bermanfaat hidupnya bagi para tetangga. Yu Sumi pekerja sangat keras, rajin, tekun dan anti-kemalasan. Masyarakat desa tidak terpelajar tapi sepanjang hidup Yu Sumi mereka menjaga aurat. Bahwa posisi khuntsa, kehadiran mukhannats Yu Sumi adalah aurat yang harus mereka lindungi bersama. Tidak dibuka-buka. Tidak didiskusipublikkan. Tidak dimedsosmedsoskan. Tidak menjadi agenda pemikiran dan undang-undang. Tidak dilebailebaikan dengan bermacam akrobat ilmu dan pengetahuan, tidak dilebihlebihkan dengan pernyataan-pernyataan dan ideologi.

Dan Yu Sumi menolong masyarakat dengan mengalah secara sosial dan mentransendensikan secara keTuhanan, meskipun untuk melakukan semua itu Yu Sumi tidak memerlukan pengenalan tentang berbagai kata dan istilah yang mumbul-mumbul muluk-muluk khas manusia dan peradaban modern yang merasa dirinya pandai dan paling hebat.

Yu Sumi secara naluriah sangat mengerti satu hal. Bahwa eksistensinya adalah rahasia Tuhan, di mana ummat manusia tidak sanggup menanggung dengan ilmunya, tidak sanggup menyangga dengan pengetahuannya. Yu Sumi secara sukma dan jiwa tahu bahwa ia adalah rahasia Tuhan. Pusat berkah atau celakanya terletak pada posisi nafsu seksualnya.

Dan Yu Sumi punya harga diri kemanusiaan yang sangat tinggi, karena memang demikian Tuhan menentukan makhluk satu ini sebagai ahsanu taqwim, sebagai masterpiece ciptaan-Nya, sehingga Tuhan memilih dan melantiknya sebagai khalifah-Nya, sebagai wakil-Nya. Yu Sumi mengetahui itu semua karena ia belajar dengan caranya sendiri, berdasar posisi sosialnya sendiri, serta membatasi diri pada kerahasiaan ketentuan Tuhan yang ia pagari dengan waspada dan seksama di tengah pemetaan sosial masyarakatnya.

Karena mengerti tingginya derajat sebagai manusia, Yu Sumi dengan sangat radikal menumpas nafsu seksualnya. Berat pada tahun-tahun pertama. Tapi segera Yu Sumi menemukan bahwa untuk melawan nafsu hanyalah diperlukan satu lompatan kecil di dalam jiwa dan mentalnya. Nafsu sex tidak seram bagi Yu Sumi. Tidak muluk-muluk dan tidak berkuasa atas dirinya.

Yu Sumi cukup tekan knop “off” dalam maintenance mentalnya. Sampai akhirnya sang nafsu putus asa untuk berani-berani “on” di dalam diri Yu Sumi. Apalagi setiap kali sang nafsu mencoba nakal menggodanya, Yu Sumi ambil nafsu itu dari dalam dirinya, dicabut, dikeluarkan, digenggam dengan tangan kirinya, ia pelototi dan ia banting pecah berkeping-keping di tanah terjal desa kami.

Dari cn kepada anak-cucu dan jm
25 Februari 2016


sumber : [url]_http://www.siagaindonesia.com/122830/ahlul-glugu-wal-kayu.html[/url]
0
1.7K
21
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan