rifqi.habibiii
TS
rifqi.habibiii
Maling Teriak Maling Dibalik Imbauan Penutupan 9 Pabrik Gula Rafinasi?


Wakil Ketua Panitia Kerja (Panja) Gula dari Komisi VI DPR Abdul Wahid meminta pemerintah untuk mengevaluasi keberadaan sembilan dari 11 industri gula rafinasi yang izin operasionalnya sudah habis. Abdul Wahid menyampaikan pernyataannya tersebut pada 21 Maret lalu di Surabaya, dihadapan dewan pembina dan DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) serta Direksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI, PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dan pimpinan PT Kebon Agung selaku mitra strategis petani tebu.

Pernyataan Abdul Wahid belum memancing komentar dari pihak pemerintah, baik dari kementerian pertanian yang bertanggung-jawab atas produktifitas petani tebu, atau kementerian perdagangan yang mengurusi perizinan impor gula. Namun, ada reaksi keras dari kalangan pengamat industri pergulaan.

Gatot Triyono, pemerhati gula nusantara, menyayangkan pernyataan Abdul Wahid tersebut. Menurut Gatot Triyono, pernyataan tersebut asal bunyi dan tanpa solusi. “Itu sama saja akan membunuh industri makanan dan minuman nasional yang hampir meyerap tenaga kerja formal dan informal sebesar 18,9 juta pekerja,” jelas Gatot Triyono, Rabu (6/4).

Tinggi atau mahalnya harga makanan dan minuman karena melamnbungnya harga gula dikhawatirkan akan memicu inflasi secara nasional. Oleh karena itu, Gatot Triyono yang juga Ketua Indonesia Sugar Watch ini menilai pernyataan Abdul Wahid patut dicurigai pesanan para importir gula putih sebagai suatu cara untuk mem-bargain pemerintah untuk membuka kran import gula putih sebagai usaha untuk mengimpor gula putih secara langsung.

Gatot Triyono mengisyaratkan adanya kesan “maling teriak maling” dibalik imbauan penutupan 9 dari 11 pabrik gula rafinasi itu. Ini karena impor gula putih tersebut tidak memberikan value added untuk industri dalam negeri karena tidak melalui proses rafinasi menjadi gula putih dan menambah beban devisa negara saja.

“Gula impor yang tanpa proses itu tidak terjamin kandungan ICUMSA sehingga bisa membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkomsumsi gula putih impor tersebut. Gula impor ini juga pada akhirnya akan menghancurkan pabrik gula milik BUMN dan menjatuhkan harga panen tebu petani dan Petani tebu makin merana nasibnya,” terang Gatot Triyono.

Gatot menyarankan pemerintah Jokowi untuk membiarkan 11 Industri rafinasi tetap memproduksi Gula Kristal sampai dengan tumbuhnya Pabrik-Pabrik Gula milik BUMN. Dari proyeksi kebutuhan gula nasional pada tahun 2015, kebutuhan gula nasional mencapai 5,77 juta ton, maka kebutuhan Gula Nasional 2016 akan meningkat sebesar sebesar 5,97 sementara itu jumlah produksi Nasional untuk tahun 2016 akan menurun mendekati 2 juta ton dibandingkan produksi tahun 2015 yang sebesar 2.9 juta ton.

“Dengan kondisi ini, keberadaan Industri Gula rafinasi sangat dibutuhkan.Jadi pernyataan Anggota DPR RI tersebut menunjukan ketidakpekaan dengan dampak jika 11 industri rafinasi gula ditutup,” cetusnya.

Dijelaskan Gatot, produksi gula 2016 juga diakibatkan oleh el nino pada 2015 dan pada akhirnya berdampak pada capaian produksi gula 2016. Tanaman tebu baru yang ditanam pada awal 2015 mengalami stagnasi pertumbuhan akibat kekurangan pasokan air. Akibatnya produktivitas berpotensi menurun dari 67,6 ton/ha pada 2015 menjadi 64 ton/ha pada tahun 2016.

Akibat produksi gula yang terus anjlok ini, kebutuhan gula Nasional untuk konsumsi langsung sekitar 3 juta lebih ton tidak cukup untuk dipenuhi oleh produksi dalam negeri.

“Maka jika 11 Industri gula rafinasi asal ditutup maka akan terjadi kelangkaan Gula nasional dan menyebabkan hancurnya jutaan Industri Usaha Kecil Menengah yang menghasilkan makanan minuman,” kata Gatot Triyono.*

Sumber : http://swasembada.net/2016/04/07/mal...gula-rafinasi/
0
560
0
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan