Asal omong bukan omong kosong. Asal omong lebih mulia dari pada omong kosong. Asal omong mengandung prinsip: yang penting ngomong, entah benar atau pun salah. Sedangkan omong kosong bukan pikiran kosong. Isi kepala plong tapi buat kata jadi bohong. Punya kesadaran bicara namun untuk membelokan isi kebenaran. Lebih baik asal omong, walau isi kepala labil namun sudah realisasikan eksistensi diri. Dari pada punya kepala professor nanun rasionalisasikan kesalahan buat kantong.
Ngomong-ngomong soal relasi antara isi kantong dan validitas omongan memang gampang-gampang, tidak susah. Dengan enteng kita katakan bahwa isi omongan adalah sarana untuk mengisi kantong. Isi dan tujuan seyogyianya berjalan lurus. Tetapi isi kantong dan isi omongan bebanding terbalik. Semakin benar orang ngomong, semakin sedikit isi kantongnya. Sebaliknya, semakin lincah menyembunyikan kebenaran, semakin banyak isi kantongnya. Sudah tentu lebih baik berbohong supaya untung, dari pada jujur namun bernasib malang. Coba saksikan aksi para pejabat tinggi, dengan enteng menebar janji-janji palsu. Orang miskin jadi tumbal.
Lantas, mampukah orang muda menjadi saksi kebenaran?
Tidak mungkin kita ngomong saat perut masih kosong.
Situasi Dunia sekarang sangat bising, buat kepala jadi pusing. Orang-orangnya bergerak menuju dua ekstrem berbeda yakni atau semakin matang atau semakin sinting. Orang benar yang menjadi benteng bagi kaum miskin dianggap sinting. Sedangkan yang dianggap matang ialah mereka yang menjadi bunting karena uang rakyat. Edan benar pikiran kaya gini. Seharusnya yang dianggap sinting itulah yang sebenarnya matang, karena berani menantang gelombang dunia. Di mana letak peran kaum muda, menjadi benteng yang siap melindungi atau banteng yang selalu membantai? Atau kita hanya mencari jalan tengah yang negatif: tenang untuk mencari posisi aman dan atau bersuara hanya untuk mempertahankan status. Di mana suara kebenaran? Jangan dianggap enteng! Menjadi benteng kebenaran berarti harus selalu matang sekali pun ditantang.